Dikutip dari Direktorat Jenderal Hak Asasi manusia, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) mencakup segala bentuk kekerasan yang disebabkan oleh karena adanya relasi kekuasaan yang tidak seimbang antara pelaku dan korban yang terjadi dalam rumah tangga.Â
KDRT dapat terjadi dalam hubungan antara suami dan istri, pun antara orangtua dan anak. Tidak hanya fisik. Kekerasan yang menekan jiwa atau emosional seseorang pun bisa sangat menyakitkan.
Siapapun yang sudah menikah tidak ingin kisah cintanya berakhir dengan KDRT. Hanya saja, seringkali impian indahnya pernikahan tidak terwujud.
Hal ini bisa terjadi, mungkin saja karena beberapa sebab. Salah satunya adalah karena mengabaikan beberapa hal saat masa pendekatan atau masapacaran. Padahal beberapa hal tersebut sangat penting sebagai tindakan preventif agar tidak masuk dalam pernikahan yang rentan KDRT.
Ambil waktu dan buka mata lebar-lebar
Sebelum memutuskan untuk menikah, sebaiknya kita mengenal calon pasangan dengan sesungguhnya. Baik karakter, perilaku, pekerjaan, keluarga, teman-teman, latar belakang, budaya, suku, pandangan hidup, dan sebagainya. Hal ini bertujuan agar kita tidak menjatuhkan pilihan pada orang yang salah.Â
Untuk bisa mengenal seseorang dengan lebih dalam, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Saya rasa membutuhkan waktu paling tidak satu tahun.
Tidak mungkin bisa mengenal seseorang hanya dalam waktu satu dua bulan. Apalagi bila jarang bertemu dan jarang berkomunikasi.
Masa pacaran sebaiknya dijadikan momen untuk saling mengenal satu sama lain. Buka mata lebar-lebar, terutama pada karakter dan perilaku calon pasangan.
Misal, bagaimana sikapnya ketika berjumpa masalah, dan apa saja yang bisa menyulut emosinya. Masa pacaran juga kita jadikan sebagai masa penilaian dan adaptasi.Â
Sering berkomunikasi dan diskusi pun menjadi salah satu cara mencari tahu karakter asli pasangan. Banyak hal bisa menjadi topik diskusi. Berbagai masalah dalam pekerjaan salah satunya.
Dalam berdiskusi akan terlihat bagaimana sikap calon pasangan kita. Apakah ada percikan-percikan emosi dalam pembicaraan. Atau apakah ada lontaran makian dan kata-kata kotor yang keluar.