Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Lubang ke Lubang pada Pagi yang Sibuk

3 Februari 2023   09:40 Diperbarui: 3 Februari 2023   17:50 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lubang atau sumur resapan air (Sumber: BogorNetwork com) 

Mengawali hari di Jakarta tidaklah mudah. Berburu waktu dan berebut jalan dengan pengguna jalan lainnya menjadi makanan sehari-hari. Belum lagi aneka lubang dan sumur resapan air yang bertebaran di sepanjang jalan raya menambah crowded -nya pagi. 

Empat hari lalu, tepatnya di hari Senin pagi, saya dan suami melakukan perjalanan menuju Kota Bogor. Keperluan yang cukup mendesak membuat suami pun harus izin satu hari dari kantor.

Usai mengantarkan anak kami ke sekolahnya di kawasan Pejaten, suami balik lagi ke rumah untuk menjemput saya. 

Sekitar pukul 7.35 kami berangkat dari rumah kami di kawasan pinggiran Jakarta Selatan menggunakan motor. Tujuannya adalah Stasiun KRL Pasar Minggu. Kami akan menggunakan commuter line menuju Bogor. 

Perkiraan saya perjalanan ke Stasiun Pasar Minggu tidaklah lama, apalagi menggunakan motor. Jarak lebih kurang 7 km di Jakarta, dengan laju kendaraan kecepatan sedang bisalah ditempuh dalam waktu 20-25 menit. 

Ternyata prediksi waktu tidak sesuai harapan. Jakarta setiap Senin pagi memang crowded sekali. Padahal kami berangkat sudah melewati waktu berangkat anak sekolah. Harapannya kepadatan di jalan raya akan berkurang. Alih-alih lancar, kemacetan rasanya kian parah. 

Keluar dari kawasan perkampungan, kami masuk ke Jalan Pangkalan Jati 1 menuju perempatan DDN. Kondisi jalan sudah cukup padat dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Kendaraan tidak bisa melaju nyaman, beberapa kali tersendat.

Ternyata ada satu proyek pengerjaan PLN, berupa penggalian lubang untuk penanaman kabel. Sering disebut dengan istilah "galian kabel". Kegiatan proyek yang memakan hampir separuh badan jalan, persis di depan Bank BRI samping Kampus UPN Veteran Pangkalan Jati.

Gambar pengerjaan galian kabel diambil siang hari setelah pulang dari Bogor ( /dokumentasi Martha Weda) 
Gambar pengerjaan galian kabel diambil siang hari setelah pulang dari Bogor ( /dokumentasi Martha Weda) 

Beberapa meter sepanjang galian, lebar jalan yang semula cukup untuk dua mobil, terpaksa menjadi satu jalur. Kendaraan dari dua arah mau tidak mau harus bergantian melewati satu jalur tersebut. 

Pengenudi motor masih lebih bersyukur daripada pengemudi mobil, bisa melajukan kendaraannya di sela-sela kendaraan lain. 

Ternyata galian kabel bukan hanya di situ, tetapi ada lagi di beberapa titik setelahnya, sepanjang Jalan Margasatwa menuju Ragunan hingga Cilandak KKO. Hal ini membuat laju kendaraan tersendat. Antrean panjang mobil mengular sepanjang jalan Margasatwa hingga pertigaan Cilandak-Ragunan-Kampung Kandang. 

Antrean panjang mobil di jalan Margasatwa arah Cilandak dan Ragunan (dokumentasi Martha Weda)
Antrean panjang mobil di jalan Margasatwa arah Cilandak dan Ragunan (dokumentasi Martha Weda)

Situasi crowded tersebut bertambah parah dengan banyaknya lubang resapan atau sumur resapan air mahakarya mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Motor terutama harus berhati-hati kala berpapasan dengan lubang resapan air yang berbaris sepanjang sisi jalan.

Pengemudi kendaraan roda dua mau tidak mau harus menperlanbat laju kendaraannya ketika melewati sumur-sumur resapan ini. Jika tidak waspada, kendaraan bisa oleng dan jatuh karena kondisi jalan yang tidak rata. 

Sungguh sebuah monumen bawah tanah yang tidak bisa dilupakan warganya dari seorang gubernur. Peninggalan bersejarah ini bahkan bisa dilihat dan dinikmati setiap hari oleh warganya. 

Lagi-lagi, dalam situasi macet ini, motor masih tetap lebih beruntung daripada mobil. Pengendara motor masih bisa mengarahkan motornya bergerak di sisi kiri kanan mobil. Sementara mobil, wasalam, terima nasib. 

Dari pertigaan halte busway Departemen Pertanian, kembali antrean panjang kendaraan sudah menanti. Karena menuju lampu merah Jati Padang, tentu perjalanan semakin tersendat. 

Terlihat pula banyak pengemudi-pengemudi bandel memasuki jalur transjakarta, baik motor maupun mobil. Hal ini membuat laju beberapa armada transjakarta pun tertahan. 

Perilaku para pengguna jalan yang bandel ini memang sangat disayangkan. Jalur transjakarta semestinya hanya diperuntukkan bagi armada transjakarta atau kendaraan emergency seperti ambulan dan branwir. 

Akhirnya, setelah berjibaku dengan riweuh-nya jalan raya di Jakarta, kami tiba di Stasiun Pasar Minggu pukul 8.20, molor 20 menit dari perkiraan semula. 

Stasiun Pasar Minggu (dokumentasi Martha Weda) 
Stasiun Pasar Minggu (dokumentasi Martha Weda) 

Stasiun Pasar Minggu sepertinya telah melewati jam sibuk. Situasi tampak sangat lengang. Tidak banyak calon penumpang terlihat menunggu di peron. 

Tidak perlu menunggu lama, kereta yang kami nantikan pun tiba. Sengaja saya mengajak suami masuk ke gerbong kereta di bagian tengah, karena gerbong paling depan dan paling belakang khusus untuk wanita. 

Situasi di kereta pun ternyata cukup lengang. Meski ada beberapa penumpang berdiri, tetapi kami sendiri bisa duduk dengan nyaman. 

Situasi dalam kereta commuter line menuju Bogor (dokumentasi Martha Weda) 
Situasi dalam kereta commuter line menuju Bogor (dokumentasi Martha Weda) 

Tanpak penumpang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang memejamkan mata dengan headset di telinga, tetapi lebih banyak terlihat bermain dengan gawainya sendiri.

Peraturan tidak boleh berbicara baik dengan sesama penumpang maupun melalui panggilan telepon ternyata masih berlaku. Terdengar melalui pengumuman di kereta yang disampaikan berkali-kali. 

Terlihat seorang petugas keamanan berjaga di sambungan antargerbong kereta. Ketika terlihat seorang penumpang menerima telepon dan berbicara keras, petugas tersebut langsung menghampiri, memohon penumpang menghentikan kegiatannya. 

Tampak petugas keamanan berjaga di sambungan antargerbong kereta (dokumentasi Martha Weda) 
Tampak petugas keamanan berjaga di sambungan antargerbong kereta (dokumentasi Martha Weda) 

Tak lama seorang petugas kebersihan berseragam kemeja kuning dan celana hitam tampak bergerak menyapu lantai kereta. Dengan sapu di tangan kanan dan alat serupa pengki di tangan kiri, petugas ini tampak cekatan dengan pekerjaannya. 

Petugas kebersihan di kereta (dokumentasi Martha Weda) 
Petugas kebersihan di kereta (dokumentasi Martha Weda) 

Akhirnya setelah melewati sepuluh stasiun dan menempuh waktu sekitar 50 menit, pukul 9.30, commuter line yang kami tumpangi tiba juga di Stasiun Bogor. 

Stasiun Bogor (dokumentasi Martha Weda) 
Stasiun Bogor (dokumentasi Martha Weda) 

Stasiun Bogor (dokumentasi Martha Weda) 
Stasiun Bogor (dokumentasi Martha Weda) 

Stasiun Bogor (dokumentasi Martha Weda) 
Stasiun Bogor (dokumentasi Martha Weda) 

Waktu perjalanan yang kami tempuh dari rumah hingga tiba di Kota Bogor yaitu 1 jam 55 menit, amazing! (MW) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun