Tahun baru 2023 sudah memasuki hari ketiga. Banyak resoluai telah diikrarkan, untuk selanjutnya menanti eksekusi. Beberapa perayaan pun telah lewat. Khususnya bagi umat Kristen, perayaan Natal baru saja berlalu.
Momen Natal sebagai peringatan kelahiran Yesus Kristus ini umumnya banyak dijadikan momen spesial untuk berkumpul bersama keluarga tercinta.
Biasanya, sebisa mungkin, anak-anak yang tinggal di perantauan, akan menyempatkan waktu untuk pulang kampung, kembali ke rumah orang tua untuk merayakan Natal bersama.
Kurang lengkap rasanya, bila tidak merayakan Natal bersama orang tua. Banyak anak bahkan jauh-jauh hari mengumpulkan uang untuk persiapan ongkos mudik dan membeli oleh-oleh, guna menyenangkan hati orang tua.
Bukan hanya pada hari Natal, pada hari-hari raya agama lainnya, kebiasaan ini pun berlaku. Tiket pesawat, kereta api hingga bus ludes diborong pemudik.
Saya ingat dulu, setelah bekerja dan memiliki uang sendiri, setiap Natal selalu saya usahakan untuk pulang kampung. Sekalipun harga tiket pesawat melejit, saya tetap mudik.Â
Yang saya pikirkan satu, perayaan Natal hanya setahun sekali. Orang tua juga sudah mulai sepuh, kita tidak tahu berapa lama lagi umur mereka.
Pun kita tidak tahu, akankah kita masih bisa merayakan Natal bersama mereka pada tahun-tahun berikutnya. Itu sebabnya, sebisa mungkin saya sisihkan uang untuk bisa merayakan Natal bersama orang tua di kampung.
Di tengah hiruk pikuknya anak-anak di perantauan ingin berkumpul bersama orang tua ketika hari raya, saya beberapa kali mendengar cerita tentang anak yang tidak mau mudik ke rumah orang tuanya pada saat momen hari raya, padahal jarak, waktu serta fasilitas sangat memungkinkan.Â
Alasannya beragam, tetapi yang umum saya dengar karena adanya ketidakharmonisan hubungan anak dan orang tua.Â