Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

5 Kebiasaan Bertamu yang Bisa Bikin Tuan Rumah Kesal

28 November 2022   19:46 Diperbarui: 29 November 2022   01:51 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bertamu.(PEXELS/RODNAE PRODUCTIONS via Kompas.com)

Disadari atau tidak, ada beberapa kebiasaan tamu yang bisa bikin tuan rumah kesal. Alih-alih gembira, tuan rumah bisa kesal karena ulah tamu yang kurang beretika.

Ketika saya kecil dulu, rumah orangtua kami cukup sering didatangi tamu. Terlebih kami tinggal di kota kecil, dimana hubungan dengan kerabat, teman, dan tetangga cukup dekat, tidak ada ikatan aturan tertentu untuk bertamu.

Beberapa kali dalam seminggu ada saja saudara atau teman orangtua yang datang berkunjung. Entah hanya sekadar bersilaturahmi, atau memang ada satu keperluan.

Kami sebagai anak-anak sangat senang bila ada yang datang bertamu, lebih lagi bila ada adik bayi yang dibawa, kami berasa mendapat mainan baru.

Bertamu merupakan kegiatan sosial di masyarakat yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Kita semua pasti pernah merasakan dua posisi dalam situasi tersebut, yaitu sebagai tamu atau sebagai tuan rumah.

Dalam situasi-situasi tertentu, seperti pada hari raya keagamaan, kedatangan tamu baik dari kerabat maupun handai tolan bahkan sangat dinanti kehadirannya. Bersama berkumpul dalam suasana bahagia menjadi healing tersendiri bagi sebagian orang. Kehadiran tamu bisa membawa kebahagiaan bagi tuan rumah.

Pada hari-hari biasa sekalipun, seringkali kedatangan tamu juga membawa kegembiraan tersendiri bagi tuan rumah. Bercemgkerama tentang berbagai hal juga bisa menambah ide-ide untuk menulis khususnya bagi saya. 

Namun, ada kalanya kehadiran tamu tertentu sedikit mengganggu kenyamanan atau dapat membuat tuan rumah kesal. 

1. Cara memberitahu kedatangan sangat mengganggu

Seorang teman memiliki kebiasaan bertamu yang kadang bikin saya sedikit kesal. Teman ini punya kebiasaan ketika datang ke rumah akan teriak-teriak dari atas motornya, memanggil-manggil nama anak saya.

Teman ini tidak akan berhenti teriak sampai saya atau anak saya keluar. Saya sih tidak akan peduli bila tempat tinggal saya ini terletak di tengah kebun atau di dalam hutan yang tidak memiliki tetangga, teriaklah sepuasnya.

Kenyataannya rumah saya ini dikelilingi rumah tetangga. Tentu tidak elok bila sampai tetangga kiri, kanan, depan rumah semua bisa dengar teriakannya. Saya sebagai tuan rumah menjadi tidak enak pada tetangga. Kesanya seperti orang yang tidak beradab saja, tidak tahu tata krama.

Ada lagi seorang kenalan yang bila datang bertamu, akan mengetuk-ngetuk pintu hingga berkali-kali. Ketukannya akan berhenti ketika saya sudah membuka pintu. 

Apa salahnya bila bertamu ke rumah orang, cukuplah satu dua kali mengetuk pintu atau pagar, atau satu dua kali memencet bel bila ada bel di luar, lalu tunggulah sebentar. Bila setelah ditunggu beberapa menit belum juga ada penghuni rumah yang keluar, barulah mengetuk lagi.

Lamanya respon dari tuan rumah mungkin disebabkan beberapa hal. Mungkin saja penghuni rumah memang sudah dengar ketukan atau bunyi bel dari tamu, tetapi belum bisa segera keluar membukakan pintu.

Misalnya, mungkin saja si penghuni rumah harus berganti pakaian terlebih dahulu dengan yang lebih pantas untuk menerima tamu, atau si penghuni rumah baru tidur dan terbangun karena mendengar ketukan pintu, atau si penghuni rumah sedang mandi sehingga butuh waktu untuk menghampiri tamunya. Jadi, tidak ada salahnya bagi tamu untuk lebih sabar.

2. Tidak melepas alas kaki

Sekali waktu, di rumah orangtua saya digelar acara kebaktian keluarga di satu hari Rabu. Kebaktian keluarga ini bertepatan dengan perayaan ulang tahun ayah. Jadi acara digelar sedikit lebih meriah dari biasanya. Saya dan anak saya pun khusus pulang ke rumah orangtua demi menghadiri acara ini.

Saya yang diserahi tanggungjawab mempersiapkan dan menara rumah, sudah mempersiapkan segalanya dengan baik. Rumah saya sapu dan saya sampai bersih mengkilat. Harapan saya, tamu yang hadir akan merasa nyaman dengan kondisi rumah yang bersih, dan kaki-kaki mereka pun teteap bersih meski harus melepas alas kaki.

Namun, harapan saya tak sejalan dengan kenyataan. Saat hari itu tiba, satu persatu tamu hadir, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang melepas sepatu atau sandal mereka.

Tak ayal lagi, seketika rumah menjadi sangat kotor, penuh dengan pasir dan tanah bawaan dari sepatu dan sandal para tamu yang ikut masuk ke dalam rumah. 

Saya memang tidak tahu persis budaya di kota tempat tinggal orangtua. Saya hanya sempat tinggal dua tahun menghabiskan masa SMA di kota ini sebelum pindah ke Pulau Jawa untuk melanjutkan sekolah.

Hanya saja, setahu saya selama ini, bila ada yang bertamu ke rumah orangtua pasti melepas alas kaki di depan teras rumah.

Ibu saya bilang, kebiasaan tersebut tidak berlaku saat ada acara sekelas ibadah keluarga, pesta atau kenduri. Pada acara-acara tersebut, semua tamu segan melepas alas kaki, entah apa sebabnya. Saya hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

Kebiasaan ini tentu tidak baik, sangat merepotkan tuan rumah pada akhirnya. Sekalipun tuan rumah, bilang tidak apa-apa, sebaiknya tamu yang tahu diri. Apalagi budaya kita memang membiasakan melepas alas kaki ketika bertandang ke rumah orang.

3. Anak dibiarkan, orangtua tidak peduli

Ada anak seorang teman yang begitu bertamu memiliki kebiasaan yang sedikit kurang nyaman buat saya. Begitu anak ini datang dengan ibunya, si anak akan langsung bergerak ke sana kemari, membuka berbagai laci, lemari, rak, untuk mencari mainan. Sementara sang ibu membiarkan saja seolah hal itu bukan masalah.

Seyogyanya, sedari kecil anak diajarkan etika bertandang, tata krama bertamu di rumah orang. Sedari kecil, anak diajarkan untuk menghargai tuan rumah saat bertamu, serta barang-barang milik si empunya rumah, kecuali tuan rumah memang mengizinkan.

Ada kalanya orang tidak suka barang-barangnya dipegang-pegang atau dipindah sana-sini. Apalagi ternyata barang-barang tersebut memiliki nilai tersendiri bagi tuan rumah.

Kebiasaan etika yang diajarkan sejak kecil niscaya akan terbawa hingga besar dan menjadi sebuah kebiasaan yang baik bagi anak-anak kita.

4. Tidak tahu waktu

Satu kali, seorang tetangga mengirim pesan lewat WA grup. Tetangga ini meminta tolong saran kepada kami dalam grup agar dia mampu "mengusir" seorang tamunya untuk segera pulang. 

Dikatakan tamunya ini adalah seorang kenalan lama yang datang berkunjung. Semula, tetangga menerima tamunya dengan baik. Namun, tidak disangka, si teman bertamu hingga seharian, sementara tetangga ini hendak pergi untuk satu keperluan.

Banyak saran kemudian bermunculan dari tetangga lainnya. Saya sendiri hanya menyarankan untuk tetangga ini sabar. 

Memang salah satu etika bertamu yang harus dipahami adalah ingat waktu. Jangan sampai kedatangan kita sebagai tamu malah mengganggu aktivitas tuan rumah, saking kita tidak ingat waktu.

5. Tidak menyentuh suguhan tuan rumah

Sebagai wujud penghormatan dan penghargaan pada tamu, seringkali tuan rumah menyediakan satu dua jenis makanan kecil atau minuman di atas meja tamu. Ada pula yang sampai menyuguhkan santapan besar di meja makan.

Untuk menghargai tuan rumah yang sudah bersusah payah, sebaiknya tuan rumah mencicipi suguhan yang sudah disiapkan. Seberapa banyak yang dihabiskan disesuaikan saja dengan budaya setempat.

Budaya di tempat kelahiran saya di Pulau Belitung, suguhan kepada tamu terutama minuman seperti kopi atau teh harus dihabiskan. Menyisakan minuman suguhan atau hanya minum sedkit dianggap tidak sopan, tidak menghargai tuan rumah.

Bertamu memang kesannya seperti hal remeh. Namun, harus diakui ada tata krama, ada etika bertamu yang harus dipahami dan dibiasakan. jangan karena ketidakpedulian, beberapa hal tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh saat bertamu hingga membuat tuan rumah menjadi kesal.(MW)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun