Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

5 Hal Ini Receh bagi Pedagang, Penting bagi Pelanggan

11 November 2022   12:41 Diperbarui: 12 November 2022   07:30 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang| Dok. shutterstock/Maharani Afifah via Kompas.com

Hidup di tengah pemukiman padat penduduk itu ada asyiknya. 

Apapun kebutuhan hidup warga tersedia di sekitar pemukiman. 

Hampir di sepanjang sisi kiri kanan jalan, berjamur beragan tempat usaha.

Mulai dari toko grosir berskala besar, toko pakaian, toko sepatu, bengkel motor, bengkel sepeda, toko frozen food, toko kelontong, usaha laundry, toko pakan hewan, hingga warung sayuran segar berskala rumahan dapat dengan mudah ditemui. 

Hal tersebut memberikan kemudahan bagi warga. Tanpa perlu jauh-jauh pergi ke pasar atau ke supermarket, warga bisa mendapatkan kebutuhan rumah tangganya dengan mudah. 

Begitu pula dengan saya. Sangat mudah bagi saya mendapatkan apa yang saya butuhkan terlebih untuk kebutuhan dapur. 

Jarak beberapa rumah dari tempat tinggal kami, seorang tetangga, pasangan suami istri lansia membuka warung di salah satu sisi serambi rumah mereka. 

Pasangan lansia ini menjual beragam kebutuhan dapur yang cukup lengkap, seperti sayuran dan buah-buahan segar, aneka bumbu dapur, beragam bahan makanan kering, hingga telur, ikan, daging ayam segar, dan aneka frozen food. 

Sebuah freezer berukuran sebesar mesin cuci, dan sebuah lemari pendingin berpintu kaca digunakan untuk menyimpan bahan-bahan makanan tersebut agar tetap segar. 

Bergerak beberapa puluh meter dari warung pasangan lansia tersebut, melewati pertigaan jalan, hanya saling terpisah beberapa meter, berjajar lagi beberapa warung kebutuhan dapur dan toko kelontong yang cukup lengkap. 

Pembeli seperti saya tinggal memilih lebih nyaman berbelanja di toko atau warung mana. 

Ketika saya sedang kurang sehat, atau memang lagi mager buat masak, saya pun tidak perlu pusing.

Beberapa pilihan warung makan seperti warteg, rumah makan Padang, dan rumah makan khas Sunda, menjadi alternatif guna mengisi tempat lauk pauk di atas meja makan. 

***

Pengalaman hampir setiap hari berinteraksi dengan pedagang, saya memperhatikan banyak hal. Baik hal-hal positif maupun hal-hal negatif dari pedagang. 

Beberapa hal negatif bisa dianggap bukan masalah oleh konsumen, tetapi beberapa di antaranya juga bisa menjadi titik kelemahan banyak pedagang yang sepertinya kurang mereka sadari.

Sering kali hal tersebut juga dianggap receh, tidak penting bagi pedagang atau pelaku usaha, tetapi sebenarnya penting bagi pelanggan. 

Titik-titik kelemahan ini bila terus dibiarkan, bisa mempengaruhi niat dan keinginan konsumen untuk berbelanja ke toko mereka, dan berdampak pada kelangsungan hidup usaha. 

1. Bersikap tidak ramah

Satu kali saya dan suami mampir ke sebuah rumah makan yang menjual masakan dan jajanan khas Manado. Seorang bapak duduk di belakang etalase makanan. 

"Pak, ada Panada?" tanya saya. 

Si bapak yang sepertinya adalah pemilik rumah makan ini menatap saya sambil lalu dan menjawab dengan nada sangaaat ketus. 

"Nggak lihat apa, Ituu!" sambil mengarahkan dagunya ke arah piring Panada. 

Astagaaa... Kaget saya. Salah apa saya... Kenal juga nggak.... Saya dan suami pun langsung berpandangan-pandangan, shock!! 

"Mau beli berapa banyak?" tanya si bapak penjual. 

Oalah, Pak.. pak.. Mood saya sudah keburu bubar. Udah nggak kepingin lagi makan Panada. 

Saya pun langsung nenjawab,

"Nggak jadi deh, Pak, makasih," dan langsung cepat-cepat minggat dari rumah makan tersebut. 

Setelahnya, saya merenung. Mungkin saja bapak tadi sedang ada masalah atau mungkin sedang marah entah karena apa. 

Tetapi sayangnya, bapak itu tidak mampu mengendalikan emosi dan melampiaskannya pada calon pembeli. Akhirnya rugi sendiri, rezeki pun pergi. 

Pembeli manapun ingin diperlakukan baik. Paling tidak diberi senyuman, sambutan dan sapaan ramah. 

Memang terlihat receh, tetapi sangat berpengaruh. Pembeli akan kapok datang dua kali bila tidak ada penerimaan yang baik dari pedagang. 

Pedagang jangan merasa karena dia sebagai pemilik barang dagangan, hingga bisa bersikap jumawa pada pembeli. Bahkan pemilik toko besar sekalipun.

Karena bagaimanapun, hidup matinya toko bergantung sepenuhnya dari pembeli. 

2. Pelayanan yang lambat

Banyak saya temui pedagang yang sigap melayani calon pembeli yang datang. Tetapi beberapa kali juga saya temui pedagang yang lambat merespon pembeli. 

Satu kali saya mendatangi penjual sandal di pinggir jalan. Niat hati ingin membeli sandal murah untuk dipakai di dalam rumah. 

Si pedagang, seorang anak muda, terlihat sedang sibuk bermain handphone. 

Beberapa kali saya bertanya perihal harga sandal yang dipajang. Tetapi anak muda tersebut seperti setengah hati menjawab, tetap sibuk dengan handphonenya. 

Akhirnya sama dengan kisah pertama tadi, saya tidak jadi beli. Dan lucunya, si anak muda tadi cuek saja tahu calon pembelinya pergi. Duh.. 

Saya sih menduganya, anak muda tadi bukan pemilik dagangan. Sepertinya pegawai yang dibayar, makanya tidak antusias menjual. Terlebih tidak ada yang mengawasi. 

Hal ini juga bisa menjadi perhatian pemilik usaha, agar karyawan diberi pelatihan yang benar dalam melayani calon pembeli. Ini penting demi kelangsungan usaha. 

3. Menggunakan kantung plastik bekas

Hal ini sering saya lihat terjadi di warung-warung yang menyediakan kebutuhan dapur, seperti sayur dan teman-temannya. 

Beberapa pedagang menggunakan plastik bekas pakai untuk menaruh barang belanjaan pelanggan. 

Tidak masalah saya rasa kalau kantung plastik bekasnya masih terlihat bersih. Tapi seringkali kantung plastik bekas yang dipakai sudah terlihat kotor dan berbau kurang sedap. Pasti membuat jijik untuk memegangnya. 

Maksud pedagang memang baik, memanfaatkan barang bekas, dan menghemat penggunaan kantung plastik baru. 

Tetapi mohon dipilih-pilih juga. Kalau memang sudah tidak layak pakai ya dibuang saja. Lebih baik pakai yang baru. 

Selain itu, pedagang juga sebaiknya bertanya kesediaan pembeli, karena pasti ada pembeli yang risih menggunakan kantung plastik bekas. 

Tetapi memang akan lebih baik lagi bila pembeli mengikuti anjuran pemerintah menggunakan kantung kain sendiri yang dibawa dari rumah. Mengurangi penumpukan sampah plastik, wujud kepedulian pada lingkungan. 

4. Toko dan barang dagangan kotor dan berdebu

Beberapa kali saya menemui toko yang seperti ini. Lantai kotor, sudut-sudut toko kotor, barang dagangannya pun berdebu.

Toko-toko di pinggir jalan memang lebih rentan kotor dan berdebu. Untuk itu, pedagang maupun pegawai toko sebaiknya tidak bosan-bosan menjaga kebersihan toko dan barang dagangan. 

Ini penting agar calon pembeli dan pelanggan betah berlama-lama di dalam toko.

Semakin lama pelanggan di dalam toko, kemungkinan barang yang dibeli pun akan semakin banyak. 

5. Tidak mengajak pembeli menghitung belanjaan

Hal ini sering saya alami kala berbelanja di warung tetangga yang dikelola pasangan lansia yang saya ceritakan di atas. Si ibu sering menghitung sendiri belanjaan saya, dan tanpa kalkulator. Terakhir barulah beliau sebutkan satu angka total belanjaan saya. 

Bukannya saya tidak percaya, hanya saja saya kasihan pada ibu ini. Beberapa kali beliau salah hitung, yang justru merugikan beliau. 

Kalau pas bertemu pembeli yang jujur, uangnya dikembalikan. Tetapi kalau tidak, bukannya untung malah buntung. 

Lagipula, akan lebih baik bila dihitung bersama di depan pembeli, untuk menghindari salah paham atau kerugian salah satu pihak. 

***

Tantangan ke depan bagi pelaku usaha khususnya UMKM akan semakin besar. 

Pelaku usaha akan terus bertambah, semakin menjamur dan beragam. Persaingan pun akan semakin ketat. Terlebih ada ancaman resesi di tahun 2023 mendatang. 

Untuk itu, demi kelangsungan usaha, pelaku usaha sebaiknya mulai berbenah diri. Mulai memberi perhatian lebih pada hal-hal yang dianggap tidak penting namun sesungguhnya penting bagi konsumen. (MW) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun