Satu dari beberapa film yang masuk dalam daftar nominasi pada perhelatan Oscar 2022 yang sudah saya tonton adalah The Power of The Dog.
Ada beberapa alasan yang membuat saya tertarik menonton film ini: Pertama, tertarik akan cuplikan-cuplikan film tersebut yang menayangkan potongan-potongan adegan yang bikin penasaran.
Kedua, film ini diangkat dari sebuah novel karya Thomas Savage dengan judul sama, yang rilisan 1967. Meskipun bagi saya membaca novel jauh lebih menyenangkan daripada menonton film, tetapi selalu menarik menonton film yang diangkat dari sebuah novel.
Menjadi sangat menarik karena umumnya hanya novel-novel berisi kisah menarik, unik, atau berkelas yang umumnya akan diangkat ke layar kaca. Bila sudah membaca novelnya, sambil menonton kita bisa membandingkan alur cerita dan kesesuaian antara novel dan filmnya.
The Power of The Dog, film yang mengambil latar belakang cerita kehidupan cowboy di pedesaan Montana, Amerika pada tahun 1925 ini ternyata film yang cukup serius. Kita tidak bisa menontonnya sambil lalu, terlebih bila belum pernah membaca novelnya seperti saya.Â
Penonton harus benar-benar menyimak dan memperhatikan adegan per adegan hingga setiap dialog untuk mengerti benar maksud dan jalan cerita film ini. Saya bahkan beberapa kali harus mundur untuk mengulang melihat adegan-adegan tertentu demi bisa mencerna dan memahami jalan ceritanya.
Film yang disutradarai Jane Campion ini cukup berbeda dari film-film cowboy yang pernah saya tonton sebelumnya.
Di dalam film ini tidak ada adegan kasar atau kekerasan yang berlebihan, tidak ada adegan perkelahian fisik atau adu tembak ala koboi hingga berdarah-darah, bahkan para koboi di film ini tidak terlihat terlalu berantakan atau terlalu jorok meskipun tokoh Phil Burbank yang diperankan Benedict Cumberbatch dikisahkan jarang mandi.
Film yang pengambilan gambarnya sebagian besar dilakukan di dataran dan pegunungan spektakuler Central Otago di Pulau Selatan, New Zealand ini bahkan cenderung tenang dan hening. Meskipun demikian, film ini sepertinya mampu menyihir penonton untuk tetap duduk manis menikmati film hingga akhir kisah.
Banyak kejutan-kejutan tak terduga dalam film ini. Salah satunya adalah adegan ketika Phil menghabiskan waktu sendirian, berbaring di atas rumput bertelanjang dada, di sebuah tempat tersembunyi lalu melakukan gerakan intim dengan secarik kain yang ada inisial BH (Bronco Henry) di atasnya.
Saya cukup kaget melihatnya, wow, ternyata Phil itu pencinta sesama gender, toh. Dan sepertinya Bronco Henry dulu adalah kekasihnya.
Jati diri asli Phil Burbank ini tentu sangat berbeda dengan karakter yang ditunjukkan dalam kesehariannya yang terlihat macho, kasar dan pria sejati. Hal itu sepertinya Phil lakukan sebagai upaya untuk menyembunyikan identitas seksual dirinya yang sebenarnya.
Adegan dimana Phil mengebiri salah satu sapinya hanya dengan tangan kosong merupakan salah satu aksi Phil yang cenderung brutal dan sadis. Siapapun pasti tidak menyangka kalau Phil bukanlah lelaki sejati.
Dari pihak Peter (diperankan Kodi Smit McPhee), yang merupakan keponakan baru Phil, ada pula adegan yang tidak terduga, yakni ketika Rose Gordon, ibunya Peter, masuk ke kamar Peter dan melihat ada mayat kelinci di atas meja, dan Peter dengan santainya menjadikan jasad kelinci itu sebagai media eksperimen.
Kelinci itu didapatkan Peter dari padang dan sempat diperlihatkan kepada Rose. Rose mengira Peter penyayang kelinci. Nyatanya, Peter bisa dengan santai membunuh kelinci lucu itu. Dari sinilah mulai terlihat sisi lain dari karakter Peter. Peter yang terlihat lembut dan gemulai ternyata bisa kejam dan tidak berperasaan.
Kejutan terakhir dari film ini dan sangat tidak saya sangka adalah ending-nya. Tadinya saya sempat menebak hubungan Phil dan Peter akan membaik ketika keduanya terlihat mulai berteman. Ternyata tebakan saya salah total.
Saya bahkan sempat tidak percaya atas apa yang menimpa Phil pada akhir cerita. Saya sampai mengulang beberapa kali adegan ketika Phil hendak dibawa ke dokter.Â
Phil yang terlihat perkasa justru berakhir seperti itu. Berbanding terbalik dengn Peter yang semula terlihat lemah, tak berdaya melawan kata-kata menyakitkan dari Phil, pada akhirnya mampu membalikkan keadaan.
Sebenarnya, karakter Peter yang sesungguhnya mulai terlihat ketika kejadian pembunuhan seekor kelinci.
Tetapi dugaan saya tentang maksud Phil mendekati Peter sepertinya benar. Phil yang memiliki orientasi seksual sejenis sepertinya berniat menjadikan Peter sebagai kekasih barunya menggantikan Bronco Henry, sahabat masa mudanya yang telah meninggal.
Buat saya yang nggak ngerti-ngerti banget tentang film, The Power of The Dog ini memang keren banget. Kalaupun saya boleh mengritik, saya hanya akan mengritik karakter dari tokoh yang ada dalam film tersebut.
Salah satunya karakter Rose Gordon dan anaknya Peter Gordon yang menurut saya terlalu baperan, too much. Mereka berdua terlalu memasukkan ke hati perlakuan, risakan dan intimidasi Phil. Tapi mungkin, 100 tahun yang lalu orang memang gampang baperan kali ya.
Ngapain juga sampai merusak diri sendiri hanya karena intimidasi orang lain. Rugi amat. Seperti Rose yang lari ke alkohol lantaran tidak kuat dengan ulah Phil.
Dengan karakter seperti itu, Rose dan Peter pasti akan sulit bertahan bila hidup di masa sekarang. Ya kan, risak-merisak orang lain menjadi hal yang bisa dengan mudah kita temui saat ini.
Media sosial menjadi salah satu alat yang banyak digunakan untuk menebarkan racun dan menghancurkan orang lain. Hate speech seperti menjadi tanpa batas. Dibutuhkan kecuekan tingkat dewa untuk menghadapinya.
Kalau Peter hidup di zaman sekarang, mungkin dia sudah mati kelelahan karena kecapekan balas dendam, dan juga mungkin sudah berakhir di penjara karena balas dendamnya kebablasan.
Sementara Rose mungkin akan terus berkutat dengan alkohol dan juga mungkin obat-obatan terlarang dan berakhir di panti rehabilitasi.
Kalau dari karakter Phil, ya sudah jelas dia nggak baik dengan mulut jahatnya itu. Cuma, itu sebenarnya kan hanya kamuflase untuk menutupi kekurangannya. Jadi sebenarnya kasihan juga. Eh, tapi saya kok terkesan belain Phil ya... Habisnya dia good looking sih, hahaha....
Ya, udah. Buat kamu yang belum nonton, kamu bisa mengakses The Power of The Dog ini di Netflix ya. Saya sarankan jangan baca sinopsis lengkapnya terlebih dahulu sebelum lihat filmnya. Kalau sudah tahu jalan ceritanya nanti nggak asyik lagi nontonya karena nggak pakai mikir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H