Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Pengalaman Seru Bertemu Polisi Lalu Lintas di Jalan Raya

3 Februari 2022   18:54 Diperbarui: 3 Februari 2022   20:42 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara- gara baca berita pengumuman seragam baru bagi petugas satuan pengamanan (satpam), saya jadi teringat pengalaman-pengalaman saya bersama pak polisi.

Eh, tapi, seragam satpam sebelumnya memang miriiiip banget sama seragam pak polisi ya. Saya sampai sempat beberapa kali terkecoh saat ke bank, mal, dan supermarket. Heran kok banyak banget polisi. Ealaaah, ternyata pak satpam ganti baju. Syukurlah sekarang diganti lagi. Semoga saya nggak akan terkecoh lagi.

Nah, bicara tentang pak polisi, ini ada beberapa pengalaman menarik bin lucu berkaitan dengan bapak-bapak ini.

# "Kamu pikir saya jualan cabe?"

Sekali waktu, saat masih gadis dulu, saya dan dua orang teman semasa kuliah, berkendara mobil di daerah Jakarta Timur. Dua teman saya ini kebetulan sepasang kekasih. Iya, iyaaa, saya jadi obat nyamuk di dalam mobil itu, puasss...?

Kebetulan teman cowok yang nyetir tidak terlalu paham daerah tersebut, begitu juga teman cewek yang satu lagi. Apalagi saya. Bukan daerah kekuasaan saya Jakarta Timur. Kalau Jakarta Selatan, bolehlah. Yuk, mau kemana...

Pas mendekati lampu merah, teman cowok ragu-ragu, antara mau putar balik atau tidak. Celingak-celinguk cari rambunya juga nggak ketemu.

Akhirnya ya udah, pede aja, putar baliklah. Daaan, taraaa, nggak jauh di depan kita tiba-tiba muncul pak polisi yang langsung menberi kode berhenti pada kita. Padahal sebelumnya nggak terlihat ada pak polisi, lho. Eh, tiba-tiba nongol. Ajaib!

Setelah basa-basi bentar, pak polisi menunjukkan kesalahan kita. Ternyata ada ding rambunya dilarang putar balik. Kitanya aja yang nggak lihat. Rambu itu berdiri tegak di balik pohon. Iya, di balik pohon dan tertutup ranting dan daun-daun, sehingga nyaris tak terlihat.

Ya sudah. Entah gimana, oknum polisi ini bilang 50 ribu biar nggak jadi ditilang. Teman cowok saya ini pun dengan polosnya bertanya, boleh kurang nggak, Pak?

Apa jawab pak polisi itu? "Kamu pikir saya jualan cabe?"

# Pura- pura nggak punya uang

Lagi-lagi pengalaman sebelum menikah. Sekali waktu, saat pulang kerja sekitar pukul 9 malam, dengan seorang teman cowok, kami dicegat banyak polisi. Ternyata sedang ada razia kendaraan, terutama motor.

Saya dan teman saya benar-benar nggak menyangka ada razia. Wong lokasinya gelap dan tidak ada lampu penerangan jalan sedikitpun. Saya juga tidak memperhatikan, jalan itu memang nggak ada penerangannya atau memang sedang mati lampu jalannya.

Siapapun yang lewat pasti tidak akan menyangka ada razia. Teman saya pun sempat melajukan motornya tanpa menyadari ada pak polisi yang menyetop. Ya udah, kunci motor langsung diambil pak polisi, terus minta SIM.

Eh, teman saya ini juga ternyata nakal banget. Yang dia bawa itu SIM A yang buat mobil tapi diakalin sama dia. Huruf A pada tulisan SIM A, ditutup dengan kertas tempelan yang ada cetakan C. Ya habislah dia dikeramasin pak polisi itu.

Nah, saat akan dibuat surat tilang, teman saya memohon-mohon untuk tidak ditilang. Alasannya, karena jadwal sidangnya bertepatan dengan hari pernikahannya di luar kota. Dan itu benar. Teman saya ini akan menikah di kampungnya halamannya di Riau.

Mungkin karena pak polisinya kasihan, teman saya akhirnya nggak jadi ditilang. Tapi kami tidak langsung disuruh pergi, kunci motornya masih ditahan. 

Teman saya sepertinya pengertian bangetDia langsung mengeluarkan dompet dan menunjukkan isinya ke pak polisi tersebut sambil berkata, Maaf Pak, saya nggak bawa duit. Cuma ada segini.

Memang benar, dompetnya tipis banget, cuma ada 10 ribu. Kebetulan (dan untungnya), dompet saya juga sama tipisnya dengan dompet dia. Saking tipisnya, kita berdua mengaduk-aduk isi tas mencari barangkali ada uang keselip. Ketemunya malah koin-koin recehan.

Dengan diiringi nasehat panjang lebar tentang tidak boleh berbohong, curang, menipu diri sendiri, dan entah apa lagi saya lupa, kita pun diijinkan jalan lagi. Tapi uang 10 ribunya tetap diterima.

Setelah itu, di jalan baru teman ini cerita, kalau dia sebenarnya menyimpan uang biru, tetapi dia lipat kecil-kecil dan diselipkan di dompet, jadi nggak kelihatan. Sengaja katanya. Benar kan, teman ini memang udah pengalaman...

# "Emang gue pikirin!"

Pertigaan Pasar Pondok Labu itu langgnan macet setiap pagi. Belasan tahun lalu, zaman sebelum ada busway, pertigaan ini lebih ruwet oleh ulah para supir metromini yang merasa memiliki jalan Ibukota. Itu sebabnya, setiap pagi selalu ada beberapa pak polisi yang berjaga, membantu mengurai kemacetan.

Suatu ketika sekitar jam delapan pagi, pertigaan ini masih macet, tetapi sudah tidak terlihat polisi berjaga. Tak lama tampak seorang polisi yang sering saya lihat mengatur lalu lintas di sini berjalan kaki di trotoar, berbelok dari arah Jalan Raya Fatmawati, sepertinya mengarah ke Pos Polisi yang memang ada di dekat situ.

Kebetulan saya juga sedang berjalan kaki di trotoar dan berpapasan dengan blio. Lalu ada seorang tukang ojek menyapa blio, tolong Pak, macet banget. Blio langsung menjawab sembari terus berjalan, "Emang gue pikirin..." 

***

Yah begitulah, polisi itu sama dengan profesi lainnya. Ada saja oknum yang nakal, tapi tidak sedikit pula yang menjalankan tugas dengan jujur dan tegas menegakkan aturan.

Lagipula, beberapa kejadian di atas bersama pak polisi, tidak sepenuhnya salah blio-blio. Teman saya yang nggak paham jalan juga salah karena memberikan uang agar terbebas dari tilang.

Teman saya yang mengakali SIM A jadi SIM C juga jelas-jelas salah bin nakal. Dan kejadian di pertigaan Pasar Pondok Labu itu, ya memang ulah para pengguna jalan sendiri. Para pengendara sering tidak mau mengalah dan seenaknya sendiri sehingga menyebabkan kemacetan. 

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun