Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Keluarga Tidak Bisa Hadir Secara Langsung, Janganlah Kecewa

2 Februari 2022   12:11 Diperbarui: 2 Februari 2022   12:19 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pexels.com/Karolina Grabowska)

Dua minggu lalu, keluarga besar kami berduka. Salah seorang sepupu saya, anak dari salah satu paman saya, meninggal dunia karena sakit.

Yang membuat kami terutama keluarga paman sangat berduka, sepupu saya ini masih sangat muda. Baru berusia 25 tahun, belum menikah, dan sebelum sakit baru meniti karir sebagai pramugari di maskapai penerbangan Sriwijaya Air.

Ketika masih aktif sebagai pramugari, sepupu saya yang cantik ini ngekost di Tangerang dekat dengan Bandara Soekarno Hatta. Tapi setelah mulai sakit-sakitan, kembali pulang ke rumah orangtuanya di salah satu kota di Jawa Tengah.

Kesedihan bukan hanya dirasakan keluarga paman, semua keluarga besar merasa sangat kehilangan.

Bila kehilangan anggota keluarga di usia yang sudah lanjut mugkin masih bisa dipahami, tetapi kepergian seorang kerabat dalam usia begitu muda, rasanya seperti tidak percaya. 

Dalam usia yang masih muda tersebut, pastinya masih banyak mimpi yang semula hendak dikejar, cita-cita yang ingin digapai, cinta yang belum kesampaian, juga harapan-harapan orangtua. Memng sulit memahami dan menerimanya, terlebih bagi kedua orangtuanya.

Grup WA keluarga besar dan WA pribadi sontak ramai, membicarakan langkah-langkah selanjutnya yang sebaiknya keluarga besar lakukan.

Beberapa sepupu di Jakarta dan sekitarnya sudah berniat hendak berangkat melayat ke sana. Saya dan adik pun berkoordinasi berniat untuk berangkat juga.

Namun, situasinya memang sedang sulit, kondisinya sangat tidak mendukung. Pada pertengahan Januari lalu, kasus positif Covid-19 merangkak naik, bahkan hingga hari ini, imbas dari libur Natal dan Tahun Baru yang baru berlalu.

Perusahaan-perusahaan swasta mulai menerapkan aturan protokol kesehatan yang ketat bagi karyawannya. Termasuk perusahaan tempat suami saya bekerja.

Di kantor suami, karyawan tidak bisa seenaknya mengajukan cuti keluar kota. Harus dengan kondisi yang sangat penting dan mendesak.

Itupun setelahnya harus disertai dengan isolasi mandiri di rumah selama 10 hari setelah kedatangan kembali ke Jakarta.

Begitu pula dengan sepupu-sepupu dan adik saya yang semuanya adalah karyawan. Hampir semuanya mengalami kesulitan mengajukan cuti. Rata-rata tidak mendapatkan izin dari atasan.

Saya sendiri meskipun tidak bekerja, tidak mendapatkan izin dari suami untuk berangkat bersama anak saya. Suami keberatan saya dan anak berangkat tanpa didampinginya dalam situasi pandemi yang belum membaik ini.

Suami maunya kami berangkat bersama, tetapi suami juga segan mengajukan izin cuti di tengah upaya perusahaan yang memperketat protokol kesehatan.

Sebenarnya ketatnya protokol kesehatan yang diterapkan banyak perusahaan di Jakarta sangatlah baik, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19 di lingkungan kantor. 

Hanya saja, kondisi ini bisa jadi kurang dipahami sebagian masyarakat yang tidak berdomisili di Jakarta. Mungkin ini dikarenakan kasus Covid-19 di daerah yang "adem ayem", tidak ada lonjakan signifikan seperti di Jakarta dan sekitarnya.

Hal ini pula yang sulit dipahami dan diterima keluarga paman yang sedang berduka ini. Ketika akhirnya sebagian besar keponakan-keponakannya di Jakarta dan sekitarnya tidak bisa melayat secara langsung ke rumah Paman di Jawa Tengah, Paman tampaknya sangat kecewa dan marah.

Kekecewaan dan kemarahan tersebut tampak dalam bentuk sindiran-sindiran panjang dan berkali-kali di WA grup. Kami semua sangat paham sindiran-sindiran tersebut ditujukan kepada kami keponakan-keponakannya.

Saya pun sangat memahami ini. Dalam budaya Batak, yang saya dapatkan dari ayah saya, hubungan kekerabatan amat penting, rasa kekeluargaan sangat dijunjung tinggi.

Kehadiran kerabat dan keluarga besar sangat diharapkan dan sangat berarti dalam setiap momen-momen penting kehidupan seseorang atau keluarga, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian.

Namun demikian, sekalipun kami tidak bisa hadir secara langsung, tetapi kami hadir melayat secara virtual melalui zoom meeting.

Ibadah Pelepasan hingga pemakaman sepupu saya ini ditayangkan secara virtual via zoom sehingga bisa diakses kerabat dan sahabat yang berhalangan hadir di rumah duka.

Setelah itu, dua hari kemudian kami juga melaksanakan kunjungan penghiburan secara virtual.

Dalam budaya Batak Toba, bila ada anggota keluarga seorang kerabat yang meninggal dunia, biasanya kerabat lain secara berkelompok sesuai dengan lingkup kekeluargaannya akan datang berkunjung secara khusus beberapa hari setelah pemakaman.

Kunjungan ini bertujuan untuk memberikan penghiburan juga sebagai bentuk empati kepada kerabat yang sedang berduka. Karena tidak bisa berkunjung secara langsung, kami melakukan kunjungan penghiburan secara virtual.

***

Perjalanan pandemi sudah memasuki hampir dua tahun. Banyak kejadian suka dan duka yang telah dilewati.

Sebelum kehilangan sepupu, keluarga besar baik dari ayah maupun ibu saya sudah beberapa kali mengalami kedukaan karena kehilangan kerabat dekat.

Bahkan dalam bulan Juli 2021 di tengah puncak penularan Covid-19, kami kehilangan dua orang om dari pihak ibu. Pada saat itu, tidak ada satupun keluarga atau kerabat dari luar kota yang bisa datang melayat.

Bahkan beberapa anak, menantu dan cucu om yang tinggal di luar kota dan di luar pulau Jawa pun tidak bisa datang untuk melihat terakhir kalinya.

Mau bagaimana lagi, saat itu pembatasan ada dimana-mana. Orang tidak bisa dengan mudah keluar masuk kota yang bukan domisilinya. 

Bersyukur beberapa bulan setelahnya situasi membaik. Tetapi memasuki tahun 2022, kasus positif Covid-19 merangkak naik lagi. Semoga tidak terjadi lonjakan signifikan seperti Juli lalu.

Dalam kondisi pandemi yang belum berakhir ini memang dibutuhkan pengertian dan kelapangan hati seluas-luasnya. Kita tidak bisa mengharapkan semuanya bisa sama seperti sebelum pandemi.

Hal-hal yang kurang berkenan dan di luar harapan sebaiknya disikapi dengan bijaksana, dibarengi dengan pikiran positif dan berusaha untuk memahami.

Ketidakhadiran keluarga atau kerabat dalam kejadian kedukaan bukan berarti keluarga atau kerabat tersebut tidak berduka, tidak peduli atau tidak memiliki empati. Keadaanlah yang menghalangi kehadiran mereka.

Semoga pandemi segera berakhir, dan keluarga besar dapat dengan mudah berkumpul kembali.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun