Sejak anak saya, "si Ganteng" duduk di kelas 8, saya membiarkan dia mulai menggunakan angkutan umum saat pulang dari sekolah.Â
Sebelumnya, dari TK hingga SD dan sebelum pandemi, tugas saya yang mengantarkan dan menjemputnya dari sekolah.Â
Setelah masa sekolah di rumah selama pandemi berakhir, dan sekolah mulai perlahan aktif kembali sejak awal tahun 2022, si ganteng pulang sekolah menumpang ojek online.Â
Tarif ojek online dari sekolahnya ke rumah rata-rata 19.000 rupiah untuk satu kali jalan. Sesekali bila sedang ada promo, tarif bisa turun beberapa ribu rupiah.Â
Tarif itu berlaku sebelum ada isu kenaikan BBM. Ketika isu kenaikan BBM mulai merebak, tarif ojek online melesat ke angka 29.000- 31.000 rupiah. Hingga sekarang setelah BBM resmi naik, tarifnya masih sama pada kisaran harga tersebut.Â
Sekolah si ganteng ada di Pejaten Jakarta Selatan, sedangkan rumah kami ada di kawasan Depok perbatasan dengan Jakarta Selatan. Jarak tempuhnya sekitar 7 km dengan waktu tempuh antara 30-45 menit menggunakan motor.Â
Sejak di kelas 7 semester akhir, saya sudah mulai mewanti-wantinya. Bahwa di kelas 8 nanti, si ganteng harus mulai naik angkutan kota (angkot) saat pulang sekolah.Â
Kalau berangkat sekolah tidak ada masalah karena diantar papanya sekalian berangkat ke kantor.Â
Banyak pertimbangan saya memutuskan hal tersebut. Salah satunya biaya ojek online yang cukup mahal.Â
Kita rata-ratakan saja 30.000/hari x 20 hari (sabtu libur) = 600.000 per bulan. Sebuah angka yang lumayan besar.Â
Sementara kalau naik angkot, hanya Rp 4.000 untuk pelajar. Karena anak saya harus 3 kali naik turun angkot, berarti hanya menghabiskan Rp 12.000 per hari. Bahkan sebelum kenaikan BBM, Tarif pelajar hanya Rp 3.000. Satu hari hanya membutuhkan Rp 9.000 saja.Â
Berarti untuk satu bulan, dengan tarif baru, hanya menghabiskan Rp 12.000 x 20 = Rp 240.000. Jauh lebih murah daripada naik ojek online.Â
Sebenarnya bukan hanya masalah ongkos ojek yang mahal. Ada beberapa pertimbangan manfaat yang saya yakin akan anak saya dapatkan dengan menumpang angkot saat pulang sekolah.
1. Melatih anak menjadi pemberani
Awalnya, memang si ganteng masih takut dan ragu. Terlihat jelas dari raut wajahnya.
Tetapi saya kasih semangat, juga wejangan bahwa naik angkot itu tidak menakutkan seperti yang dibayangkan.Â
Beberapa kali sebelum saya lepas sendiri, sengaja saya jemput dia ke sekolah, lalu saya ajak pulang naik angkot.Â
Ini saya lakukan guna mengajarinya rute yang nanti akan dilalui dan nomor angkot yang harus dinaiki.Â
Sekarang sudah tidak ada lagi ketakutan dan keraguan di wajahnya  Si ganteng tidak lagi segan-segan bertanya ke supir angkot jika dilihat rute yang dilalui berbeda, atau karena suatu keperluan supir menghentikan angkotnya.Â
Bahkan si ganteng juga sudah berani mencoba rute baru dengan angkot yang berbeda.Â
2. Anak terbiasa mandiri
Beberapa minggu ini Jakarta dan Depok terus diguyur hujan, mulai siang hingga malam hari. Musim penghujan sudah tiba.Â
Saya pun membekali si ganteng dengan jas hujan dan beberapa kantung plastik untuk membungkus buku-buku dan juga tasnya bila hujan tiba.Â
Dan sekarang si ganteng sudah biasa mempersiapkan sendiri segala sesuatunya di sekolah ketika hujan turun saat jam belajar sekolah berakhir.Â
Senang melihatnya tiba di rumah mengenakan jas hujan, dan buku-buku di dalam tasnya tetap kering terbungkus rapi dalam kantung-kantung plastik.
3. Belajar mengatur waktu
Waktu tempuh dari sekolah ke rumah berkisar 1 - 1,5 jam.Â
Sekepas bel tanda akhir pelajaran berbunyi, biasanya si ganteng bermain sebentar di sekolah bersama teman-temannya. Entah main di lapangan basket atau sekadar berkumpul menikmati jajanan bersama.Â
Tetapi ketika dia melihat awan mulai menghitam pertanda hujan segera turun, si ganteng akan skip bermain dan cuss pulang.Â
Begitu pula ketika sedang banyak tugas atau akan ada ulangan esok harinya, si ganteng pun akan langsung pulang.Â
Dengan menimbang waktu bermain di sekolah, waktu perjalanan pulang dan waktu untuk mengerjakan tugas atau belajar guna persiapan ulangan, si ganteng mulai nengatur waktu kapan harus bermain dan kapan langsung pulang.Â
Dengan demikian, secara tidak langsung anak sedang belajar mengatur atau membagi waktunya dengan baik.Â
4. Menumbuhkan rasa empati dan belajar menentukan sikap
Bukan hanya si ganteng yang pulang sekolah naik angkot, banyak juga teman-temannya yang naik angkot.Â
Beberapa di antaranya rutin menjadi teman seperjalanan si ganteng setiap hari.Â
Beberapa kali dari teman-temannya ini pernah kehabisan uang. Entah karena bekal uang mereka kurang atau terpakai untuk jajan. Dan si ganteng tidaj pelit untuk langsung membayari ongkos mereka.Â
Nanti di rumah, dia akan cerita, "Kasihan ma, masak si anu mau jalan, mana udah hujan."
Saya memang selalu membekali si ganteng uang lebih, buat jaga-jaga. Meskipun jatah jajannya saya tetapkan naksimal 5 ribu sehari, karena sudah bawa bekal makanan dari rumah, tetap saya selipkan 20-an ribu dalam dompetnya. Sedangkan untuk ongkos sudah saya siapkan terpisah.Â
Beberapa siswa perempuan juga kadang naik angkot bersama, meski kemudian berpisah di satu titik karena harus naik angkot berbeda.
Sebelumnya sudah saya ingatkan si ganteng, bahwa kalau pulang bersama teman perempuan, sebisa mungkin teman-temannya itu dijaga. Temani hingga mendapat angkot.Â
Nah, si ganteng pun mengikuti nasihat saya, setia menemani teman-temannya ini menunggu hingga angkot mereka datang.Â
Bahkan pernah satu kali saat hujan, si ganteng merelakan payung dan jas hujannya dipakai teman-temannya perempuan.Â
Ketika tiba di rumah saya tanya kenapa badanya sedikit basah? Kan bawa payung dan jas hujan? Jawalnya, "Kasihan ma, mereka nggak bawa apa-apa, jaket aja nggak. Kalau aku kan masih pakai jaket.."
Saya pun terdiam mendengar jawabannya.Â
Sekalipun terselip setitik kesal karena saya sudah menyiapkan jas hujan dan payung agar dia nggak kehujanan.Â
Tapi akhirnya saya tersenyum sendiri. Nilai positifnya, rasa empati si ganteng pada orang lain mulai berkembang.Â
Lagipula toh tidak setiap hari situasinya demikian. Biarlah dia berlatih mengambil sikap mana yang terbaik menurut dia.
5. Belajar bersosialisasi
Pulang bersama teman-temannya, bertemu banyak orang selama perjalanan, berperan bagi perkembangan kemampuan bersosialisasi anak di tengah masyarakat.Â
Begitu pula dengan si ganteng. Sekarang anak ini sudah lebih luwes berkomunikasi dengan orang dewasa, baik dengan guru maupun dengan orang tua teman-temannya.Â
***
Di luar semua manfaat di atas, sebagai orang tua saya tetap waspada melepas anak naik angkutan umum.Â
Wejangan untuk selalu berhati-hati dan tetap waspada selama di angkot, tak pernah bosan saya sampaikan.Â
Saya dan suami juga menginstal satu aplikasi yang bisa memantau pergerakan si ganteng selama berada di luar pengawasan kami. Terutama ketika si ganteng sedang dalam perjalanan pulang.Â
***
Anak memang permata hati. Tetapi sebagai orangtua, jangan kita biarkan anak-anak kita tumbuh menjadi "anak-anak gampang", lembek, dimanjakan fasilitas, dan serba enak tanpa perjuangan.Â
Nemun demikian, tetap perhatikan usia anak yang pantas untuk naik angkot sendiri.Â
Ijinkan anak -anak mengalami proses, menghadapi berbagai tantangan, dan mengalami susah bukan hanya senang. Agar kelak anak-anak terbentuk menjadi pribadi yang mandiri, supel sekaligus tangguh dan memiliki daya juang tinggi di tengah dinamika zaman yang serba tidak pasti ini. (MW)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H