Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kehilangan Hewan Kesayangan, Pura-pura Tabah pun Tetap Saja Sedih

15 November 2021   08:06 Diperbarui: 15 November 2021   15:12 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehilangan hewan kesayangan memang sangat menyedihkan. Berpura-pura tabah pun tetap saja ada kesedihan yang berusaha disembunyikan.

Saya pencinta hewan peliharaan, terutama kucing dan anjing. Saat kecil dulu, selalu ada hewan peliharaan anjing dan kucing di rumah.

Berhubung rumah kami berada berjauhan dengan tetangga sekitar, anjing sangat diperlukan sebagai penjaga rumah. 

Kedatangan orang asing ke rumah akan sangat cepat diketahui karena gonggongan anjing yang langsung meramaikan rumah.

Ada kalanya di rumah sampai ada 3-4 ekor anjing peliharaan. Sementara kucing di rumah sangat pintar mengejar dan menangkap tikus. 

Sekali waktu seekor anjing kami ditemukan membujur kaku di ujung halaman rumah, terbaring di sela rumput-rumput. Dari mulutnya keluar busa, dan tubuhnya membiru. Kata ibu, ada yang meracuni anjing kami.

Dua hari kemudian, kami mendapati tanaman anakan cemara setinggi satu meter yang tumbuh cantik di depan rumah lenyap. Jadi, kemungkinan anjing kami diracun agar aksi pencurian berjalan mulus.

Memelihara anjing atau kucing memang sangat menyenangkan. Saat salah satu dari kami pulang dari sekolah, atau ayah pulang dari bekerja, anjing-anjing tersebut akan menyambut kami sambil berlari-lari bahkan sejak dari jalan jauh sebelum masuk ke halaman rumah. Senang sekali rasanya menyadari anjing-anjing itu sangat merindukan kehadiran kami.

Anjing -anjing ini juga sering menemani kami bermain kala itu. Ketika kami menjelajah kebun di belakang rumah, anjing-anjing pintar ini akan berlari-lari di sekitar kami, mengendus-endus segala sisi kebun. Mungkin maksudnya hendak menjaga kami dari segala bahaya.

Ketika kami bermain patok lele atau bermain bola kasti, anjing-anjing tersebut akan langsung mengejar saat potongan kayu atau bola kasti dipukul dan terlempar jauh. Anjing-anjing itu terlihat sangat bersemangat untuk ikut bermain. 

Suatu ketika, salah satu anjing sakit. Berhari-hari terbaring di sudut dapur, tidak sanggup berdiri. Anjing kami ini hanya bisa melolong kesakitan hampr sepanjang hari. Entah apa sakitnya.

Zaman itu belum ada dokter hewan di kota kecil kami. Jadi anjing itu sakit lalu mati tanpa bisa diobati. Beberapa malam, saya menutup telinga rapat-rapat dengan bantal karena tidak tega mendengar lolongan sakitnya. Sedih sekali rasanya melihat hewan kesayangan sakit tanpa mampu menolongnya.

Pada lain waktu, salah satu anjing kesayangan saya si Tibo mengikuti motor ayah yang berangkat ke kantor. Ayah membiarkan saja karena mengira Tibo tahu jalan pulang.

Ternyata Tibo tidak pernah kembali ke rumah. Entah tidak tahu jalan pulang, entah diambil orang. Saat itu saya sudah kuliah jauh dari rumah. Mendengar ibu bercerita tentang Tibo melalui telepon rasanya sedih sekali.

Kini, anak saya si ganteng pun sangat menyukai hewan. Tidak hanya hewan peliharaan, bahkan segala jenis hewan. National Geographic Wild menjadi salah satu kanal TV yang paling disukainya. Kanal TV asing ini selalu menyajikan berbagai tayangan tentang kehidupan hewan-hewan liar di berbagai belahan dunia.

Sejak usianya 9 tahun, kami mulai memelihara kucing. Sebenarnya si ganteng juga meminta anjing, tetapi lingkungan tempat tinggal kami tidak memungkinkan untuk memelihara anjing.

Kucing pertama didapatkan dari hasil rescue, seekor anak kucing yang dibuang di dalam kardus. Sejak itu, selalu ada kucing di rumah, datang dan pergi silih berganti. Ada yang pergi dan tidak pulang-pulang, dan beberapa kucing mati karena sakit.

Kebanyakan kucing didapat dari hasil rescue anak-anak kucing yang terlantar di pinggir jalan. Umumnya kami temui ketika sedang berjalan-jalan di sekitar tempat tinggal kami. Terbanyak pernah memelihara sampai 6 ekor kucing.

Menyusui bayi kucing yang dibuang di depan kompleks (dokumentasi pribadi)
Menyusui bayi kucing yang dibuang di depan kompleks (dokumentasi pribadi)

Sepetak mini tanah di halaman rumah menjadi tempat peristirahatan terakhir kucing-kucing kesayangan kami. Mulai dari bayi kucing usia beberapa hari hingga kucing dewasa.

Kucing memang rentan sekali sakit. Tiba-tiba mulai banyak diam dan berhenti bermain. Kemudian tidak mau makan, lalu tubuhnya semakin lemah dan akhirnya mati.

Si abu sudah sakit sejak saat di rescue dari pinggir jalan (dokumentasi pribadi)
Si abu sudah sakit sejak saat di rescue dari pinggir jalan (dokumentasi pribadi)

Kehilangan hewan peliharaan sebenarnya sangat menyedihkan. Mau berpura-pura tabah pun, tetap saja sedih.

Beberapa hari bahkan beberapa minggu setelah kehilangan mereka, masih sering kepikiran. Tak jarang menyesali dan menyalahkan diri sendiri kenapa tidak bisa menyelamatkan dan menyembuhkan mereka.

Membayangkan hewan-hewan lucu ini pernah menjadi bagian dari keluarga, pernah membawa kecerian dan kegembiraan, rasa kehilangan itu kadang bisa menetap berhari-hari lamanya.

Saya sering berpura-pura tabah demi anak saya. Kalau saya mengumbar sedih, apalagi dia yang masih anak-anak. Beberapa kali si ganteng menangis ketika kucingnya mati atau ketika kucingnya pergi dari rumah dan tidak pulang lagi.

Untuk mengatasi itu, setiap kali ada kucing kami yang pergi dari rumah atau tidak mampu bertahan karena sakit, saya selalu menyampaikan kalimat-kalimat penghiburan untuk mengusir kesedihannya.

Saya katakan, bahwa usia hewan peliharaan memang umumnya singkat. Paling lama hanya beberapa tahun. Hewan peliharaan bisa mendadak sakit tanpa diduga.

Sekalipun dibawa ke dokter hewan untuk diobati, terkadang mereka tetap tidak bisa bertahan. Serangan virus seringkali membuat kucing tiba-tiba sakit lalu tak berapa lama mati.

Kucing juga senang berjalan-jalan keluar dari rumah, mengenal lingkungannya, atau karena ingin memenuhi hasratnya beranak pinak. Kadang kita kesulitan menahannya di dalam rumah.

Oleh karena itu, saya katakan pada si ganteng, kita harus siap. Bila sewaktu-waktu kucing-kucing itu pergi meninggalkan kita, kita tidak boleh bersedih.

Selama kita sudah merawatnya dengan maksimal, tidak ada yang perlu disesali. Kita harus mengikhlaskannya.

Seandainya pun mereka pergi dari rumah dan tidak pernah kembali, kita doakan saja mereka menemukan rumah baru dengan orang-orang di dalamnya yang menyayangi mereka.

Paling tidak, kita bersyukur pernah menyelamatkan mereka dari jalanan, memelihara mereka dengan penuh kasih sayang serta memberi mereka kehidupan yang layak.

Dengan berkata-kata demikian kepada si ganteng, sebenarnya saya pun sedang berusaha menghibur diri sendiri.

Bahwa bersama hewan kesayangan, akan ada perjumpaan dan akan ada pula perpisahan. Kehilangan hewan kesayangan merupakan hal yang wajar. Yang terpenting  sudah berupaya melakukan yang terbaik bagi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun