Bila dalam satu malam saat berjualan, si penjual hanya menggunakan 2 lembar sarung tangan, satu kotak cukup untuk pemakaian hampir dua bulan. Kurang irit apa?Â
Namun, herannya, jarang penjual makanan kaki lima yang peduli. Padahal hal ini menyangkut kebersihan makanan yang dikemasnya. Apalagi sekarang masih dalam situasi pandemi.
Keadaan kurang menyenangkan ini membuat saya penasaran terhadap keadaan sekitar. Penasaran seperti apa masyarakat menerapkan protokol kesehatan.
Perhatian saya langsung mengarah ke salah satu pembeli roti bakar yang menggunakan motor. Pembeli ini tampaknya suami istri dengan membawa dua anaknya. Dari keempat orang tersebut, hanya sang ibu yang menggunakan masker. Sedangkan ayah dan kedua anaknya tidak, bahkan masker menyangkut di dagu pun tidak ada. Hm, pelanggaran prokes lagi.
Tak lama saya melihat pula seorang berseragam petugas keamanan sedang berjalan sembari menerima telepon, tanpa masker. Masker yang seharusnya menutupi mulut, malah ditentengnya di tangan. Sudah tiga pelanggaran prokes yang saya lihat dalam beberapa menit saja.
Tak cukup sampai di situ, tiba-tiba dari arah samping gerobak roti bakar muncul seorang pengamen menggunakan harmonika. Sesaat sebelum pengamen ini meniup harmonika, maskernya pun dilepas dan dibiarkan menggantung di salah satu telinga.
Satu lagi pelanggaran prokes. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, ada empat pelanggaran prokes yang saya dapati. Luar biasa.
Setelah pembeli hanya tinggal kami dan seorang bapak, saya pun menghampiri abang penjual roti bakar.
"Nggak pakai masker, Bang?" tanya saya.
Si abang menoleh sekilas ke arah saya, "Pakai, Bu."Â