Melihat kegelisahan saya, suami pun mengajak saya untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Bertepatan dengan hari pertama lebaran saat itu. Poliklinik pun tutup. Saya akhirnya lari ke IGD.Â
Oleh dokter jaga di IGD, saya disarankan untuk langsung berkonsultasi dengan seorang dokter kandungan, yang kebetulan saat itu sedang berada di rumah sakit dan baru saja usai melakukan operasi Caesar seorang ibu.Â
Dokter kandungan ini pun langsung melakukan USG. Dari hasil USG, dokter mendiagnosis ada infeksi pada dinding rahim saya. Pendarahan yang saya alami seusai bersanggama disebabkan oleh infeksi tersebut.Â
Di luar itu, tidak ada hal yang mencurigakan. Dokter kandungan ini meyakinkan saya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setelah mengambil obat yang diresepkan, kami pun pulang.
Namun, saya merasa belum puas. Saya dilanda overthinking. Saya takut kenapa-kenapa.
Akhirnya saya memutuskan untuk mencari second opinion pada dokter kandungan lain, pada rumah sakit yang berbeda.
Oleh dokter kedua ini, selain perut saya di-USG, beliau pun menyarankan saya untuk menjalani tes Pap Smear saat itu juga. Pap Smear adalah prosedur pengambilan sampel sel dari leher rahim untuk melihat ada tidaknya sel pra-kanker atau sel kanker pada sampel tersebut.
Saya pun setuju saja, agar jelas apa yang terjadi pada saya.
Tes Pap Smear ini sebenarnya rada kurang nyaman ya. Di mana saya didudukkan di sebuah kursi. Lalu kursi tersebut akan digerakkan hingga posisi sandaran menjadi rebah, sedangkan bagian yang saya duduki menjadi tegak.
Pakaian dalam dan celana jins yang saya kenakan sudah dilepas sebelumnya. Dengan kaki terbuka, dokter memeriksa bagian dalam saya. Saya merasa dinding bagian dalam vagina seperti digores sesuatu.
Prosesnya cukup cepat dan tidak sakit. Hasilnya baru bisa diketahui satu minggu kemudian. Jadi saya harus kembali satu minggu setelah hari itu, untuk mengetahui hasilnya dan konsultasi bagaimana menyikapi kondisi saya.