Menjadi single parent pun murni keputusannya sendiri. Hanya saja keputusannya ini sepertinya diambil karena emosi sesaat dan tanpa pertimbangan yang matang.
Setiap.kali ada yang bertanya mengapa tidak bekerja, jawabannya selalu beranekaragam. Mulai dari tidak ada yang menjaga anak yang masih kecil, tidak punya kendaraan, hingga ingin buka usaha sendiri.
Banyak pihak yang menyarankannya untuk memulai berwirausaha. Berawal dari modal kecil dulu. Tapi sepertinya saran tersebut berlalu begitu saja. Yang Bunga inginkan yaitu usaha yang langsung berskala besar namun dengan modal dari orangtua.
Akhirnya hingga anaknya kini telah berusia 11 tahun, semua kebutuhannya dari A sampai Z bergantung dari orangtua dan saudara-saudaranya kandungnya.Â
Yang saya perhatikan, sepertinya orangtua Bunga terutama ibunya terlihat kurang tegas, dan menurut saja apa maunya Bunga. Si Ibu seperti memberi ruang buat Bunga untuk bertindak sesukanya. Alasan ibunya, karena kasihan.
Padahal di lain kesempatan, tanpa didengar Bunga, ibunya seringkali mengeluh lelah. Si Ibu merasa tugasnya mengurus dan membiayai anak seperti tidak ada habisnya, bahkan di usianya yang sudah cukup senja.
Di tengah situasi pandemi dimana anak Bunga hanya bersekolah di rumah. Yang artinya Bunga tidak lagi direpotkan dengan urusan mengantar jemput anak ke sekolah yang selalu dijadikannya alasan selama ini untuk tidak bekerja, Bunga tetap bergeming, tidak tergerak untuk melakukan apapun.
Tatkala di saat banyak pekerja dirumahkan dan orang berbondong-bondong beralih menjadi wirausahawan, Bunga tetap pada ritme kehidupannya.
Dalam kejadian ini, Bunga tidak hanya menjadi toxic bagi orangtuanya, namun juga bagi saudara-saudara kandungnya. Saudara-saudara kandungnya, mau tidak mau, "dipaksa" untuk urun memikirkan kehidupan Bunga dan anaknya, bertahun-tahun.
Saya kira beberapa keluarga pernah mengalami situasi serupa ini. Sayapun banyak melihat fenomena seperti ini terjadi di sekitar saya.
Bahkan di beberapa keluarga yang saya temui, orangtua seperti merasa memiliki kewajiban kepada anak-anak yang telah menikah untuk menyediakan tanah dan membuatkan mereka rumah. Setelah itu orangtua merasa lega bila anaknya telah memiliki rumah.