Musim penghujan telah tiba. Hampir setiap hari, sinar matahari hanya menyengat di pagi hari hingga pukul 1 siang. Setelah itu biasanya awan gelap mulai menyambangi, mendung menggelayut di bentangan langit.
Menjelang sore, hujan pun turun. Mulai dari rintik-rintik, lebat lalu kembali rintik hingga malam. Udara pun terasa lebih dingin dari sebelumnya.Â
Menghadapi cuaca yang dlebih dingin ini, tak pelak penyediaan makanan disesuaikan dengan situasi.
Untuk menghangatkan badan, kali ini saya memasak makanan yang sudah tak asing lagi di lidah masyarakat yang berasal dari Indonesia timur khususnya Minahasa dan Maluku, yaitu Brenebon, atau Sup Kacang Merah.
Masakan ini berasal dari pengaruh masakan Belanda yang diadopsi oleh masyarakat Indonesia bagian timur. Nama "brenebon" merupakan pengucapan lokal Manado yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu bruine bonen; bruine berarti "warna coklat", sementara bonen berarti "kacang", maka bruine bonen berarti "kacang merah".
Hidangan sup ini dibuat dari kacang merah dan sayuran yang disajikan dalam kuah kaldu daging, dengan campuran rempah-rempah sebagai bumbu.
Saat saya kecil, Brenebon merupakan makanan favorit seluruh anggota keluarga. Sup ini dihidangkan pada hari-hari di musim penghujan. Ibu saya biasanya akan memasak sup ini dalam satu panci besar.
Tempat tinggal kami yang terletak di tengah-tengah kebun, di sebuah desa di pinggiran Kota Tanjung Pandan, membuat udara terasa dingin pada malam hari. Di kala musim penghujan, hawa dingin bahkan akan terasa sepanjang hari.
Ayah kami meletakkan sebuah thermometer pengukur suhu ruangan di tengah ruang keluarga. Saat hujan terus-menerus, suhu udara bisa turun hingga di bawah 20 derajat celsius, bahkan di siang hari sekalipun.
Bila mencari di google, akan banyak ditemukan berbagai resep Brenebon. Namun kali ini saya akan membagikan resep yang selalu saya gunakan dalam meracik masakan ini.Â