Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mati Muda Karena Merokok, Mungkinkah?

31 Mei 2020   16:39 Diperbarui: 31 Mei 2020   16:47 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Pexels.com, by Irina Iriser

Bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada hari ini tanggal 31 Mei, kali ini saya hanya ingin berbagi cerita yang ada hubungannya dengan tembakau. Siapa tahu cerita ini bisa jadi koleksi cerita buat pembaca, dan bisa diceritakan kembali saat lagi nggak ada kerjaan, hehe...

Kejadiannya sekitar 6 tahun yang lalu, ketika dua teman dari anak saya yang sama- sama duduk di bangku Taman Kanak-kanak, kehilangan ayah untuk selamanya karena alasan yang sama.

Apa penyebabnya? Yuk kita simak..

Yang pertama : Kanker paru-paru.

Dari cerita sang istri, suaminya baru diketahui mengidap kanker paru-paru, satu tahun sebelum meninggal. Saat pertama kali didiagnosa, kondisinya sudah cukup parah. Besaran sebaran sel kanker di paru-parunya saat itu sudah berukuran sekitar 10 x 10 cm. Kesehatan tubuhnya pun merosot dengan cepat. 

Batuk tanpa henti dan sering mengalami kelelahan yang sangat. Bahkan hanya melakukan aktivitas mandi pun, sang suami sangat kelelahan. Berbagai upaya dilakukan untuk penyembuhan. Selain pengobatan medis, pengobatan herbal maupun berbagai makanan alami, juga dilakukan.

Mendengar dari cerita sang istri, suaminya sudah menjadi perokok aktif sejak usia selepas SMA. Sudah sering diingatkan untuk mengurangi rokok saat awal-awal sang suami mulai batuk-batuk, namun tidak digubris. Sampai akhirnya batuknya semakin parah, lalu mengeluh tidak enak badan. 

Semula dikira gejala thypus  Namun meski sudah diobati, kondisinya tidak kunjung membaik. Setelah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh, barulah diketahui kanker nya sudah cukup parah. 

Hanya berselang satu tahun setelah divonis kanker, nyawanya tak bisa diselamatkan, dan sang suami meninggal di usia yang masih cukup muda, 42 tahun. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam bagi istri dan dua anaknya yang masih kecil-kecil. Saat itu yang sulung baru berusia 8 tahun, dan yang bungsu 5 tahun.

Lebih kurang 20 tahun waktu yang diperlukan bagi rokok untuk merenggut nyawanya.

Yang kedua : serangan jantung

Dua bulan setelah kejadian pertama di atas, berita duka datang lagi. Ayah seorang siswa meninggal mendadak karena serangan jantung. Kejadiannya terjadi hampir tengah malam, saat sang ayah sedang menonton televisi, sedangkan istri dan seorang anaknya sedang tidur di kamar. 

Tiba-tiba saja sang istri mendengar suara tarikan napas yang cukup keras dari ruang tv, seperti orang ngorok, namun hanya terdengar beberapa detik. Saat istrinya berlari ke ruang tv, dilihatnya sang suami sudah terkapar tak bergerak.

Dari cerita sang istri, suaminya adalah perokok aktif, yang aktifitas merokoknya bagai train. Tanpa henti, kecuali tidur dan mandi. Bahkan saat bekerja pun, rokok jarang lepas dari bibirnya. Berbungkus-bungkus rokok per hari.

Beberapa kali diminta untuk paling tidak mengurangi kalau memang tidak bisa berhenti total. namun selalu ditanggapi santai sambil berkomentar, 'Kalau mau mati, mati aja!".

Dan itulah yang terjadi. Meninggalkan istri yang menjadi janda dan seorang putri yang saat itu baru berusia 6 tahun, di usia yang juga masih tergolong muda dan produktif, 45 tahun.

Adik laki-laki saya pun tadinya perokok aktif. Namun sejak beberapa kali mendapat serangan sakit di dada dan harus berakhir di ruang UGD rumah sakit, bahkan sempat beberapa kali terpaksa menginap di rumah sakit, sekarang kapok dan berhenti total. 

Memang sih urusan hidup dan mati di tangan Tuhan. Namum tidak ada salahnya juga bagi kita untuk memelihara kesehatan tubuh kita. Dengan memelihara kesehatan, bukan hanya diri kita yang kita senangkan, tetapi juga orang-orang yang kita kasihi. 

Untuk mereka yang sudah menikah, pastilah cita-cita untuk "menua bersama" dengan pasangan menjadi kerinduan yang sangat ingin diwujudkan, baik oleh kita maupun oleh pasangan kita. Ada kebahagiaan yang luar biasa pastinya bila bisa melihat anak-anak tumbuh berkembang dan mengantarkan mereka ke gerbang kehidupan dewasa dan melepas mereka berumahtangga.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menghakimi siapapun atau pihak manapun, hanya ingin berbagi dan semoga bermanfaat.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun