Kau begitu memuja pagi. Terlena akan aromanya, terbius oleh hangatnya, mabuk pada pesonanya dan enggan beranjak.
Berkali-kali alam mengingatkan, pagi pasti pulang, siang segera menerang, sore dan senja antri di belakang, namun kau tetap santai di kursi goyang.Â
Kupu-kupu terbang berganti-ganti, beberapa kau undang menepi, menemanimu menyeruput kopi dingin yang mulai basi. Namun tiada abadi. Warna-warni sayapnya hanya memyihirmu sekejap, kau bosan lalu menendangnya lenyap.
Begitu terus berulang.Â
Tahu, namun hati seakan tertutup debu membatu.
Sampai kapan terus memeluk mimpi semu? Bunga-bunga tak akan layu, daun-daun tak pernah kering, gagah tak mungkin lelah, awal tiada akhir, jumpa takkan berpisah, muda tanpa tua?
Akankah begitu hingga merah jingga senja di depan mata? Saat riang riuh dunia memudar, kesunyian menyebar, pesta nyaris bubar, baru tersadar, pagimu telah lewat siang, terang telah hengkang, dan surya siap ditelan malam. Lalu kau bisa apa?
______
Dirumahsaja, 25 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H