Kau terus nenyesali hawa busuk yang berkeliaran di dalam rumahnu, ditebarkan oleh pencuri tak tahu malu. Menguar di sekitar rumahmu, bahkan menempel di setiap helai baju yang membungkus tubuhmu.Â
Kau juga terus-menerus memandang mahkota kesayanganmu, nmerutuki pencuri yang sama. Yang dengan mudahnya mengambil butiran berlian yang bertahta di atasnya, hingga membuat mahkota itu tak lagi punya harga. Padahal kau dengan susah payah, melewati masa, melawan lelah, mengumpulkan kemewahan itu dan menghiasi mahkotamu.
Namun apa hendak dikata, hidupmu telah menemukan jalannya. Takdirmu telah ditetapkan oleh semesta.
Sekalipun kau tumpahkan seluruh persediaan air mata yang kau punya, hingga bumi tak lagi mampu menampungnya.
Sekalipun kau muntahkan semua perbendaharaan kata makian, hujatan, penyesalan atau apapun itu, hingga dunia menutup telinganya darimu.
Bau busuk itu telanjur menyatu dengan aroma tubuhmu. Butuh waktu untuk membuatnya lalu.
Mahkota itupun tak mungkin kembali sempurna. Kalaupun bisa, butuh sekian masa untuk mewujudkannya, pun tak kan lagi seperti sediakala.
Sudahlah, jangan kau sesali bubur yang tak mungkin lagi menjadi nasi, atau meratapi malam yang tak kunjung dini. Nikmati saja musim yang berganti, syukuri saja takdir Ilahi.
Percayalah, serumit apapun labirin yang kau lalui, akan baik untukmu, kini dan juga nanti.
______
Jakarta, 14 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H