Kumohon jangan pernah kembali. Ku tak ingin kau hadir lagi. Walau dengan sosok dan cerita baru yang menanti.
Aku tak membencimu. Sungguh. Hanya saja hadirmu kan membuka luka masa lalu, dan mungkin saja kan menoreh derita baru.
Menepilah pada ruang hati yang terbuka, atau pergilah ke manapun kau suka.Â
Kuingatkan kembali, barangkali kau lupa.Â
Saat itu aku tak pernah memintamu datang. Kehadiranmupun tak pernah kupandang. Namun kau terus mengusik kesendirianku. Merayu, manganju bahkan memohon padaku. Terakhir, kau merangsek masuk, menata dan memberi warna pada ruang hatiku, lalu nemapankan dirimu senyaman mungkin di sana.
Tak ada pilihan, kunikmati kehadiranmu. Kuhidu tanpa malu-malu. Menjadikanmu yang pertama dan yang utama.
Namun saat semuanya telah berpadu, namanyapun telah kupahat pada dinding hatiku, apa yang kudapat?
Bagi mereka, kau hanyalah inspirasi yang tak punya arti. Bagi mereka, kau hanyalah sebuah kata yang tak punya makna. Bagi mereka, kau hanyalah rasa yang tercipta tuk mendulang harta.
Saat paranak dan parboru tak mencapai kata sepakat, saat raja parhata tak kunjung menemukan mufakat, kau bahkan tak dilibatkan sebagai pengikat. Bagi mereka, sinamot tetaplah yang utama.
Hingga semua harapan luruh. Diapun pergi meninggalkan kau dan hatiku yang rapuh. Kau dan akupun kehilangan tempat tuk berlabuh.
Jati Murni, 18-01-2020
Catatan : manganju=bersabar hati, paranak=keluarga pihak laki-laki, parboru=keluarga pihak perempuan, raja parhata=juru runding, sinamot=mahar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H