Bagi umat kristiani, Natal adalah kisah kelahiran Yesus Kristus ke dunia. Dia datang untuk menjadi sama dengan manusia. Membawa misi keselamatan bagi umat yang terhilang oleh dosa. Â
Pesan Natal PGI dan KWI tahun ini berbunyi "Hiduplah Sebagai Sahabat bagi Semua Orang". Â
Bila menyelisik pesan Natal ini, timbul pertanyaan, mengapa kita harus hidup sebagai sahabat semua orang?Â
Jawaban paling sederhana, tentu karena Yesus telah lebih dulu memberi teladan dengan menjadi sahabat bagi semua orang. Bila umat kristiani mengaku sebagai pengikut Yesus, tentulah sifat, perkataan dan perilaku, haruslah serupa dengan Yesus.
Apa teladan yang bisa dicontoh bahwa Yesus adalah sahabat semua orang ?
Jawaban atas pertanyaan tersebut saya dapatkan dalam renungan ibadah Natal tanggal 25 Desember beberapa hari yang lalu.
Pertama. Yesus menjadi sahabat orang baik dan orang tidak baik.
Bila kita melihat dari silsilah Yesus dalam Alkitab, di Matius 1 : 1-17, tertulis bahwa kakek nenek moyang Yesus beberapa terdiri dari orang-orang yang tidak baik. Bukan orang-orang yang sempurna. Kakek nenek moyang Yesus beberapa adalah orang-orang yang hidupnya jatuh bangun dalam dosa.Â
Ambil contoh Daud. Sekalipun Daud adalah seorang raja yang diurapi Tuhan, Daud pernah jatuh dalam dosa perzinaan dengan Batsyeba, istri Uria, orang Het. Lalu Daud secara tidak langsung membunuh Uria, suami Batsyeba, dengan menempatkannya sebagai pasukan perang di garis terdepan.
Ada pula Salomo, seorang raja yang besar, berhikmat luar biasa. Jatuh dalam dosa penyembahan berhala.
Disini, Yesus membuktikan bahwa Yesus mau bersahabat dengan orang baik ataupun orang yang tidak baik. Dia tidak malu berasal dari keturunan orang-orang berdosa. Padahal bisa saja Yesus mengatur agar Dia terlahir dari keturunan orang-orang baik. Tapi itu tidak dilakukan-Nya. Yesus tidak melihat seberapa baik tingkah laku kita, seberapa baik kita menjalani hidup. Karena Yesus ingin bersahabat dengan semua orang.
Kedua. Yesus menjadi sahabat pria dan wanita.
Masih melihat dari silsilah Yesus. Dalam silsilah tersebut, tercantum beberapa nama wanita, yaitu Tamar, Rahab, Rut, istri Uria (bernama Batsyeba, yang diambil Daud menjadi istrinya) dan Maria., ibu Yesus.
Sementara bangsa Yahudi kala itu kental dengan budaya Patriarki, dimana salah satu aturannya, nama wanita tidak tercantum dalam silsilah. Bahkan wanita tidak mendapat bagian warisan dalam keluarga. Hanya laki-laki yang tertulis dalam silsilah, dan hanya laki-laki pula yang berhak mendapatkan warisan. Silsilah Yesus tentu melanggar adat istiadat Yahudi kala itu.
Disinilah Yesus ingin membuktikan bahwa Yesus tidak bersahabat dengan satu jenis gender saja. Yesus tidak memandang jenis kelamin.Â
Alangkah menyedihkan bila Yesus sendiri mau menjadi sahabat baik pria maupun wanita, sementara kita masih mengotak ngotakkannya.Â
Ambil contoh, sebagian orang masih menganggap pentingnya kehadiran anak laki-laki dalam sebuah keluarga. Sehingga walaupun sudah memiliki beberapa anak perempuan, istri akan 'dipaksa' untuk terus melahirkan sampai mendapatkan anak laki-laki. Bahkan tidak sedikit para suami tersebut memilih untuk menikah lagi demi mendapatkan anak laki-laki. Anggapan ini bahkan menjadi budaya yang masih dipertahankan di beberapa daerah di bumi Pertiwi ini.Â
Kalau Yesus sendiri tidak membedakan gender, mengapa kita malah memperkarakannya ? Bukankah Yesus datang untuk kamu dan saya, untuk pria dan wanita.Â
Semoga pesan Natal PGI dan KWI tahun ini bukan hanya menjadi pesan yang sekilas dibaca lalu menghilang dari pikiran.Â
Semoga bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah keluarga, lingkungan bertetangga, sekolah, tempat kerja, atau dimanapun kita berkehidupan.
Bak benih yang ditabur, biarlah pesan Natal tersebut bertumbuh, berakar dan berbuah yang baik dalam kehidupan kita masing-masing.
Selamat Natal, Tuhan memberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H