Mohon tunggu...
Berliana Dwi Indah Permatasari
Berliana Dwi Indah Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (20107030134)

Aku menikmati hidupku dan aku tahu Allah selalu bersamaku.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Cara Menghadapi Stres Kuliah "Academic Burnout"

23 Juni 2021   09:56 Diperbarui: 23 Juni 2021   11:13 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kalau kamu lagi sekolah atau kuliah, mungkin kamu bisa relate sama aku setiap awal semester itu selalu mengasyikan. Kita bisa menyusun target perminggu perbulan dengan gampangnya kita bisa menjalankan target-target tersebut. Tapi ditengah semester rasanya semangat yang tadi ada berubah jadi stres, ketakutan, dan kegugupan.

Pada akhirnya kita berharap waktu segera berlalu dan semester baru segera dimulai dan kemungkinan besar nanti di semester baru kemudian semester berikutnya siklus yang sama terulang. Setelah berminggu-minggu merasakan ini aku melakukan riset, aku pengen tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana aku bisa bangkit dari sini. Hasil dari riset tersebut aku kumpulkan dalam satu tulisan ini dan semoga artikel ini dapat membantu teman-teman keluar dari masa krisis diperkuliahan.

Di artikel ini akan aku bagi jadi 4 bagian yang pertama adalah permasalahan stimulus (apa sih yang sebenarnya terjadi), 3 bagian lagi adalah hal yang bisa kita lakukan. Yang pertama manajemen krisis, kedua diversifikasi identitas, dan ketiga rentankan pertahanan. Apa sih yang sebenarnya terjadi kepada kita? biasanya ketika kita merasa stres, gugup, dan pengen menyerah ditengah perjalanan kuliah itu nggak jauh-jauh dengan permasalahan stimulus. Tidak hanya ada "Burnout" tapi juga ada "Boreout".

"Burnout" biasanya datang karena kita bekerja, nugas, ujian, praktikum dan pada akhirnya kita merasa stres galau dan keinginan berhenti itu tinggi sekali. Emosi negatif ini sebenarnya bukan datang dari pekerjaannya itu sendiri tapi emosi ini datang karena kita merasa bahwa kita sudah kehilangan kontrol terhadap apa yang kita lakukan. Tahu-tahu ada lagi dan kita nggak bisa kontrol deadline-nya itu mau kapan, bagaimana outcome yang pengen kita capai dari apa yang kita lakukan, biasanya ini terjadi ketika minggu-minggu lagi padat-padatnya tugas. Dimana tugas itu datang bertubi-tubi dan banyak sekali hal yang kita kerjakan hanya sekadar untuk dikerjakan.

Kemudian ada "Boreout" ini ketika kita merasa bahwa apa yang kita kerjakan tidak bermakna. Jadinya apa yang kita lakukan itu rasanya seperti dipaksa dan ini bukanlah perasaan yang enak. Ini biasa terjadi dalam diri kita ketika kita berbisik lah kayaknya semester depan juga nggak dipakai, lah ini nggak bakal dipakai dipekerjaan, atau bisikan-bisikan serupa yang menurunkan makna dari apa yang kita kerjakan. Atau memang hal yang kita lakukan itu benar-benar enggak begitu bermakna bagi kita dan mungkin itu pertanda bahwa kita harus coba hal yang baru.

Pada kedua kasus kita dibuat merasa stres, galau, sedih, dan keinginan berhenti itu tinggi sekali. Ini adalah masa-masa dimana mahasiswa merasa bahwa dirinya salah jurusan. Jadi, sebelumnya kita sudah menetapkan bahwa saat ini kita ada masa krisis ini bukanlah hari hari terbaik kita dimana kita bisa bermimpi setinggi-tingginya. Tapi ini bisa dibilang hari-hari terendah kita. Dimana untuk melakukan hal kecil pun rasanya 10X lebih berat daripada biasanya.

Jadi, dengan asumsi seperti ini akan sangat bahaya jika kita menetapkan ekspektasi yang terlalu tinggi dan akhirnya kita tidak memenuhi hal tersebut dan kemudian kita terpuruk lagi dan semakin terpuruk lagi. Exanabel pertama manajemen krisis, yang pertama adalah revisi target mungkin dulu waktu masa jaya-jayanya target kita adalah mendapatkan nilai 90 pada ujian berikutnya, tapi kalau sekarang kita melihat bahwa nilai 90 itu terlalu jauh.

Kita awalnya pengen belajar tapi melihat bahwa apa yang kita impikan itu terlalu jauh kita merasa apapun yang kita lakukan sekarang tidak akan berpengaruh. Pada akhirnya kita memutuskan untuk tidak belajar dan menunggu semester berikutnya dimulai. Solusinya bagaimana kalau sebelumnya kita punya target mendapatkan nilai 90 pada ujian berikutnya, bagaimana kalau kita ganti target tersebut menjadi melakukan hal kecil dalam 90 hari berikutnya misalnya challenge diri sendiri untuk belajar kalkulus dalam 90 hari kedepan.

Pada masa krisis nggak terlalu penting apakah yang kita lakukan ini bakal menambah nilai kita, yang penting adalah setiap hari Selama 90 hari kedepan kita lakukan hal kecil apapun. Terkadang yang paling susah itu adalah bukan tugasnya tapi memulainya ketika kamu merasa bahwa dengan melakukan hal kecil saja sudah merupakan kemenangan, kamu jadi termotivasi untuk mendapatkan kemenangan-kemenangan lainnya ini adalah manipulasi dopamin. Poin terbesar dari exanabel pertama ini jangan khawatirkan hasil apresiasi diri kamu karena kamu bisa fokus ke masa kini dan menyelesaikan hal-hal kecil yang ada di depan mata.

Kedua diverifikasi identitas, adalah ketika kita mengekspansi sumber-sumber. Kita mendapatkan nilai diri dari yang awalnya mungkin hanya dari nilai ujian bagus aja sekarang kita jadi kembangkan dari. Misalnya hobi atau kesukaan lainnya. Yang perlu dicatat adalah pada dunia yang ideal kita sebenarnya nggak butuh validasi dari orang lain. Disisi lain akan sangat Bahaya jika kita menempatkan diri kita dan merasa bahwa nilai kita itu sangat bergantung kepada rapor dan tulisan-tulisan yang ada pada selembar kertas.

Ketiga yaitu rentankan pertahanan. Ini bahasa kerennya untuk curhat coba cari tahu dan tanyakan diri kamu. Kenapa sih sebenarnya kamu merasa seperti ini? Apakah hanya karena sekarang pelajarannya lagi susah? atau apakah karena kamu merasa kamu nggak cocok dibidang yang kamu tekuni saat ini? apakah karena pengajaran dosennya di mata kuliahnya?

Bener-bener temukan apa yang membuat kamu merasa seperti saat ini. Berlatih juga main fullnoise dari apa yang kamu rasakan saat ini dan terima emosi positif dan negatif yang ada. Sebaiknya kamu juga bisa menceritakan apa yang kamu rasakan kepada keluarga, teman, atau bahkan kamu juga bisa menceritakannya ke tenaga profesional.

Ketika kita menceritakan apa yang kita rasakan kepada orang lain, kita jadi lebih rasional dalam melihat tantangan yang di depan mata. Kita jadi nggak overthinking, gak stres, dan kita jadi nggak terlalu merasa salah jurusan. Kemudian ketika kita bercerita kepada teman, kita akan menyadari betapa banyaknya orang yang sedang merasakan apa yang kita rasakan. Kita awalnya merasa kita yang nggak pandai sendiri, merasa bahwa kita yang paling terpuruk, kita merasa bahwa kita yang paling ini paling itu.

Tapi ketika kita cerita dan merentangkan pertahanan kita terhadap gengsi atau ketakutan akan penilaian dari orang lain kita akan menemukan betapa banyaknya orang yang berada di halaman yang sama. Dengan kita bersama maka perjuangan ini tidak terasa sepi dan sendiri lagi. Tiga exanabel ini dirancang supaya kita bisa mengatasi burnout dan boreout.

Dengan mengembalikan sense of control dan sense of purpose dalam apa yang kita lakukan. Menurutku ketika kamu searching di YouTube tips untuk mengurangi stres tips untuk Bangkit dari keterpurukan itu adalah langkah yang tepat dan kalau kita melakukan challange 90 hari itu pada hari tersebut udah ceklist kamu berhasil jadi jangan lupa untuk apresiasi dirimu Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun