Sebelum dunia dirundung virus Corona, wabah maut Black Death pernah merajalela pada abad pertengahan di Eropa. Apakah kita bisa belajar dari pengalaman itu?
Virus Corona bukanlah pandemi pertama di dunia. Sepanjang sejarah, pernah ada beberapa wabah maut di planet ini. Sekarang zaman sudah canggih, tapi bagaimana orang di zaman dulu mengatasi wabah yang mengancam jiwa?
Black Death adalah julukan untuk penyakit Pes. Menurut Encylopaedia Britannica, Ini adalah penyakit akibat bakteri Yersinia pestis. Penyakit ini ditularkan dari tikus ke manusia dengan perantara kutu.
Penyakit pes ini terbagi 3 yaitu Bubonic Plague atau pembengkakan kelenjar getah bening, Pneumonic Plague atau infeksi paru-paru danSepticemic Plague atau infeksi pada darah. Yang paling banyak terjadi di Eropa abad ke-14 adalah Bubonic Plague.
Livescience menulis, pasien bisa meninggal hanya dalam 4 hari setelah tertular dengan demam tinggi, muntah, dan kelenjar getah bening bengkak dan pecah. Sungguh mengerikan. Diperkirakan, 30%-60ri total populasi di Eropa meninggal akibat wabah Pes antara tahun 1347-1351.
Ini tentu saja jauh lebih mengerikan dari COVID-19. Data terbaru COVID-19 mencatat sudah ada 2.53 juta kematian akibat COVID-19 sampai saat ini.
Pada masa itu, Black Death diprediksi berasal dari Asia Tengah atau Asia Timur di mana bakteri menyebar dari inang (tikus/marmut) melalui transmisi kutu. Dari dua kawasan tersebut, Black Death datang melalui perdagangan Asia-Eropa, yaitu Jalur Sutra, hingga tiba di Crimea pada 1347. Pada saat itu banyak kapal-kapal dagang di Genoa, Italia. Tikus-tikus di kapal Italia ketularan kutu-kutu pes dari tikus Asia dan terbawa pulang ke negeri asalnya. Dari situlah Italia ketularan wabah Black Death yang sangat parah. Dari situ wabah pun menyebar ke kawasan Mediterania, Afrika, Asia bagian Barat, dan beberapa wilayah Eropa antara lain Eropa Barat dan Konstantinople.
Kota terpadat di Italia saat itu adalah Milan, Roma, Napoli dan Florence. Kondisi Italia pun luluh lantak. DailyHistory mencatat penduduk di Florence habis separuhnya. Secara total, 33% penduduk Italia meninggal. Black Death di Italia memiliki dampak kepada hancurnya kehidupan sosial dan ekonomi, bahkan terjadi kekacauan politik, kerusuhan SARA terhadap komunitas Yahudi dan gereja ditinggalkan jemaatnya.
Dalam upaya penanganan wabah ini, percaya atau tidak, karantina, isolasi atau metode semacam lockdown diterapkan untuk menyudahi wabah Black Death. Jadi untuk menangani COVID-19, jangan remehkan yang namanya Social Distancing, Physical Distancing, PSBB dan metode sejenisnya.
Ada perbedaan mencolok terhadap COVID-19 dan wabah hitam ini, yaitu teknologi dalam penanganan. Berbeda dengan sekarang, teknologi maju dan tenaga penanganan professional, pada saat itu tidak ada tenaga medis professioanl, yang ada juga adalah para tenagaahli yang dibuat dan ditugaskan untuk meneliti dan menangani wabah hitam bernama Plague Doctor. Meskipun label mereka dokter tapi kebanyakan mereka jauh dari kata professional dibidangnya. Ketimbang menyembuhkan pasien mereka lebih cocok dibilang, melakukan eksperimen kepada pasien mereka. Keberadaan Plague Doctorsaat itu diharapkan bisa menangani wabah, tetapi kenyataannya berkata lain.
Karena mewabahnya Black Deathdi Eropa saat itu, keberadaan Plague Doctormenjadi sangat istimewa, mereka memperoleh hak-hak kebebasan dalam melakukan praktik-praktik yang sesungguhnya dilarang pada masa itu, salah satunya adalah otopsi. Oleh karena mereka memperoleh kebebasan dalam melakukan pembedahan, banyak Plague Doctor yang menyalahgunakan haknya untuk keperluan penelitian. Karena itu, terjadilah berbagai malpraktik yang dilakukan oleh para dokter ini, menyebabkan banyak pasien tewas akibat eksperimen yang tidak bertanggung jawab.