Mohon tunggu...
Novia Sulaimah
Novia Sulaimah Mohon Tunggu... -

saatnya menggali kreativitas\r\n@communication science \r\nUNITRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik Sistem Pers Di Mesir

8 Januari 2014   20:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

POLEMIK SISTEM PERS DI MESIR

Tribunnews.com

kepemimpinan Hosni Mubarok penuh problematika untuk peliputan informasi. Hal ini tak seperti saat kepemimpinan Kaisar Amenhotep III (1405 – 1367 SM) , yang telah melahirkan jurnalis di Mesir (Priyadi, 2012). konflik politik saat lengsernya Hosni Mubarok dari awal 2011-2013 hampir mengguncang beberapa aktivitas rakyatnya.

Kaisar Amenhotep III (1405 – 1367 SM) yang memutuskan prajuritnya untuk memberikan berita kepada seluruh penduduk, hal ini dikatakan cikal bakal lahirnya jurnalis di Mesir. Namun saat Hosni Mubarok memimpin hingga massa lengsenya kepemimpinan, sistem pers liberal dari kerajaan itupun hampir musnah.

Inilah dilema demokrasi di Mesir. Dengan prosedur, atas nama demokrasi dan pemilihan langsung, Mubarak semakin memperkokoh kekuasaannya. Dengan demokrasi yang tidak liberal, rasis, dan militer mampu mempertahankan kekuasaannya hingga akhir hayat dengan legalisasi demokrasi.

Negara menguasai lembaga-lembaga keagamaan (Al-Azhar, Majlis Fatwa, Ordo tarekat, dan masjid), sosial dan pers (koran dan televisi) (Romli, 2013) . Di Mesir tidak ada kekuatan masyarakat sipil (civil society) dalam arti yang sebenarnya. Negara menguasai rakyatnya dan tidak memberi ruang sedikit pun untuk menghirup udara kebebasan.

Mesir juga masih memberlakukan undang-undang darurat, yang selama ini dijadikan alasan untuk meredam kelompok-kelompok oposisi, dan membungkam kebebasan dengan alasan keadaan darurat. (IRIB Indonesia, 2013)

Terpilihnya Muhammad Mursi sebagai presiden pertama Mesir pasca Mubarak membuat munculnya ketidakteraturan dan kekacauan. Berpalingnya sebagian pasukan keamanan dan militer mereka berani melakukan aksi mogok melawan pemerintah. Begitu juga dengan tidak taatnya sejumlah pejabat militer dan intelijen Mesir menciptakan kekacauan bagi negara ini(Romli, 2013).

Kenyataan yang bertahun-tahun terjadi itu membuat masyarakat Mesir bangun, bangun untuk refolusi baru demi kenyamanan. Dimana pemerintah tidak menguasai semua atas kebebesan masyarakat. Bangkitnya penduduk mencari keamanan mengalami banyak kendala sehingga memicu terjadinya konflik yang keras.

Konflik politik yang tidak memberikan ruang bebas untuk pers di Mesir, menyebabkan beberapa jurnalis dari media massa di Mesir ataupun dari luar negara, yang meliput peristiwa konflik tersebut banyak ditahan, ditembak, bahkan ada yang tewas. Kerabat dari jurnalis-pun tidak berdiam diri mengenai hal itu, ada dari mereka yang mengutuk Mesir hingga berdemo di negaranya sendiri(meminta ketegasan).

Wartawan yang menjadi korban kekerasan konflik politik, kebanyakan wartawan dari media massa swasta. Misalnya, enam wartawan dari stasiun televisi Al Jazeera ditahan oleh aparat keamanan Mesir (metrotv).

Aljazeera menjadi contoh, karena mengungkap sejumlah peristiwa dan investigasi penting yang membuat murka publik Mesir dalam detik-detik terakhir revolusi. Misalnya, temuan puluhan milyar uang hasil korupsi keuangan pemerintah, temuan rencana pejabat lama untuk menciptakan fitnah "provokasi" antara kaum Muslimin dan Kristen (Syambodo, 2011).

Berbeda dengan media massa yang di miliki oleh pemerintah. Mereka hanya menginformasikan kebaikan politik, seakan-akan dalam politik itu sendiri tidak terjadi masalah,seperti yang didemokan rakyatnya.

Revolusi yang terjadi di negara Timur Tengah membuktikan bahwa keberadaan pers tidak sepenuhnya memiliki kebebasan untuk mencari informasi atau bahkan untuk menyalurkan opini publik. Pers yang berada dalam ruang konflik memiliki keberpihakan yang kuat pada pihak-pihak yang tengah berkonflik.

Kurangnya keamanan untuk pers di Mesir membuat negara Mesir, menurut Tim Perlindungan wartawan termasuk dalam tujuh negara pertama dunia yang paling mengekang kebebasan pers. Secara urut, negara yang ditengarai sebagai negara paling buruk menghalangi kebebasan pers adalah: Ethiopia, Jambia, Rusia, Kongo, Kuba, Pakistan, Mesir, Azerbeijan, Maroko dan Thailand (Tahrir, 2007).

Tidak bebasnya pers di Mesir tidak membuat penurunan kualitasnya peliputan informasi dari segi bahasanya. Diantaranya, lembaga Al-ahram yang menerbitkan surat kabar al-ahram ( berbahasa arab ), Mingguan Al-ahram weekly ( berbahasa inggris ), dan Al-Ahram Ebdo ( berbahsa perancis). Distribusinya meluas hingga Amerika dan Eropa lewat jasa satelit (Saleh, 2011).

Kekerasan konflik di Mesir telah menjadi sorotan dari berbagai negara, sehingga negara Mesir mengalami krisis yang sangat serius dalam pendidikan, perekonomian dan sosial budaya. Badan data statistik Mesir di pertengahan bulan Februari 2013 mengumumkan bahwa tingkat pengangguran di Mesir tiga bulan terakhir 2012 naik dari 12 persen menjadi 13 persen (IRIB indonesia, 2013).

Bangunan-bangunan tua yang sangat indah di negara itu, menjadi suram untuk dikunjungi. Kesuraman itu dikarenakan takut menjadi korban kekerasan konflik yang sering terjadi. Hal tersebut menjadi dampak penurunan pendapatan Mesir dibidang pariwisata. Padahal menurut IRIB Indonesia tahun 2013, industri pariwisata Mesir mampu memberikan devisa negara lebih dari satu miliar dolar dalam setahun.

Krisis di Mesir juga mempengaruhi sektor pendidikan. Kondisi sosial yang tidak aman dengan sendirinya menurunkan kualitas lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan di negara itu, seperti Universitas. Karena banyak mahasiswa yang tidak menghabiskan waktunya di ruang kuliah dan forum ilmiah, tapi mengikuti aksi demonstrasi. Selain itu, ketidakamanan juga membuat kesempatan untuk mendapat pendidikan menjadi menurun.

Sekitar 40 persen dari warga Mesir hidup dari pemasukan yang kurang dari satu dolar. Dari 84 juta populasi penduduk Mesir, sekitar 50 persen dari warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Artinya, setengah dari warga Mesir hidup dengan sekitar 2 dolar setiap harinya (IRIB Indonesia, 2013). Dikekangnya media dengan sendirinya masyarakat juga akan miskin dengan informasi.

Media massa sangat membantu dalam kestabilan sosial. Media massa memberikan informasi, pendidikan, hiburan. Kekerasan terhadap pers di negara itu akan memicu perubahan pemahaman masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat tidak lagi percaya dengan pemerintah yang menjanjikan keamanan hidup.

Pers berpengaruh pada refolusi yang terjadi di mesir, melalui media massa seperti media eletronik dan jejaring sosial ikut menjadi "batu lompatan" mempercepat mewujudkan hasil revolusi di Mesir, namun mereka bukan "pencipta" revolusi itu. Tanpa media itu, barangkali revolusi tidak akan berhasil secepat itu di Mesir.

Pemimpin yang baru di mesir belum menstabilkan keadaan yang diinginkan oleh masyarakat di sana. Dengan sistem pemerintahan yang baru belum tentu merubah sistem pers yang aman secara cepat. Hak kebebasan yang dimiliki setiap penduduk di negara itu belum dirasakan oleh rakyat Mesir.

Hal itu akan memicu lambatnya pengetahuan dan pemahaman masyarkat tentang suatu fenomena. Meskipun ada media yang dimiliki oleh masyarakat berekonomi tinggi, namun, tetap saja pemerintahnya mengambil kebebasan jurnalis dari media-media tersebut, hingga terjadi kekerasan dan pembunuhan pada jurnalis.(Novia Sulaimah)

Sumber :

IRIB Indonesia. 2013. Dampak Sosial Ketegangan Politik di Mesir. [blog] 31 Maret. Available at: < http://indonesian.irib.ir/telisik/-/asset_publisher/k0Z8/content/dampak-sosial-ketegangan-politik-di-mesir > (diakses 29 Desember 2013)

Priyadi. G. 2012. Perlindungan Kebebasan Pers Ditinjau Dari Aspek Hukum.[blog] 10 Mei. Available at: <http://lawdisfor.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html> (diakses 29 Desember 2013)

Romli. G. M. 2013. Mubarak dan Dilema Demokrasi di Mesir. [blog] 09 Maret. Available at: <http://islamlib.com/?site=1&aid=109&cat=content&cid=9&title=mubarak-dan-dilema-demokrasi-di-mesir> (diakses 29 Desember 2013)

Saleh. M. 2011. Mesir Selayang Pandang.[wordpress] 07 Desember. Available at: <http://marhamahsaleh.wordpress.com/category/mesir-selayang-pandang/> (diakses 29 Desember 2013)

Syambodo. R. 2011. Peranan Media Massa Dalam Revolusi di Dunia Arab.[blog] 21 April. Available at: < http://warofweekly.blogspot.com/2011/04/peranan-media-massa-dalam-revolusi-di.html> (diakses 29 Desember 2013)

Tahrir. H. 2007. Mesir Negara Paling Represif.[online] 16 Mei. Available at: < http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/16/new-york-times-mesir-negara-paling-represif/> (diakses 29 Desember 2013)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun