Gila, apa gak cepat hancur tuh motor kalau tiap hari dipakai ngerem mendadak.
Di kabupaten lain pernah kami ramai2 menengok teman yg lagi rawat inap di sebuah rumah sakit. Menuju ke sana jalan mulus dan sangat lebar. Banyak showroom mobil dan sepeda motor di tepi2nya. Si joki melesat keenakan menikmati jalan beraspal mulus.
Saya yg di boncengan ketar-ketir sambil berdoa. Si joki rupanya membaca kekhawatiran saya.
"Tenang aja mbak. Saya biasa jalan lintas kota kok. Di kota saya malah jalan ginian bisa delapan jalur," sepertinya ia mau menunjukkan pengalamannya membalap.
"Iya sih, kamu sudah biasa. Masalahnya ini motor kreditan yg belum lunas," batin saya.
Truk2 kontainer (triller?) mengangkut mobil2 baru berseliweran. Bus2 antar kota yg berlomba mengejar setoran berkali2 disalipnya. Gila kan, motor kecil sanggup mengalahkan laju kendaraan2 besar.
Tiba2 saya teringat anak muda sepupu saya. Dia hobi kebut2an juga. Tapi kalau mengantar saya ke terminal di kotanya berubah 180 derajat.
"Kok gak ngebut Din?" tanya saya pas berhenti di lampu merah, sedang antri dengan tertib di belakang zebra cross. Boro2 nangkring di trotoar, ngebut pun ia gak mau.
"Beda mbak, jalan sendiri ama boncengin cewek. Kalau boncengin cewek harus sopan, gak boleh ngebut."
Eits... ga nyangka dengar jawabannya. Anak yg suka balapan ternyata malah ngerti menghargai keselamatan orang lain. Olala.... anak muda malah lebih ngerti sopan santun berlalu lintas dari pada orang tua.
THE END