Namun dalam beberapa kasus terdapat juga para pengguna aplikasi kencan online Tinder yang mengambil setiap kesempatan yang ada dalam aplikasi ini sebagai sarana untuk menyalurkan hasrat seksualnya saja, atau bahkan menjual iming-iming cinta demi meraup keuntungan finansial semata.
Dilansir dari DetikX pada segmen Bisnis, salah seorang Detektif Swasta Wanita bernama Jessica menceritakan bahwa pasangan dari kencan online ini belum pernah bertemu atau bertelepon, hanya bertukar pesan lewat WhatsApp dan karena si pria yang adalah korban, dia termakan iming-iming cinta kepada "perempuan" tersebut, sehingga seorang pria yang merupakan pengusaha besar itu tak sayang mengirimkan uang hingga puluhan juta rupiah kepada "pacar online"-nya.Â
Hingga kemudian pria ini sangat penasaran dengan pacar online-nya ini, dia lalu menyewa jasa detektif swasta untuk mencari informasi soal pacar cantiknya itu, dan telaklah memang pacar online-nya ternyata seorang laki-laki banci. Kisah lengkapnya saya baca dari situs Kisah Detektif Swasta Mengungkap Penipuan Kencan Online Tinder.
Dapat dibayangkan bukan berapa besar dana yang telah dikucurkan oleh pria ini? Ditambah lagi dengan biaya sewa jasa detektif swasta menungkap penipuan kencan online tersebut. Luar biasa memang aplikasi kencan online sampai hati dibuat lagi tak berdaya. Namun hal ini tidak lagi mengejutkan, beberapa orang diluar sana tentunya pernah memiliki pengalaman pahit yang lainnya seputar penggunaan aplikasi kencan online.
Budaya Kencan di Indonesia Tergerus Revolusi DigitalÂ
Sejatinya setiap para pengguna Tinder pastinya memiliki pemahaman, ideologi dan tujuan yang berbeda-beda sebagai proses menjalin hubungan di dunia online.Â
Dalam proses hubungan kencan online seperti Tinder, sesungguhnya apa-apa yang dicantumkan oleh para pengguna pada biografi adalah apa yang mereka ingin orang lain lihat pada diri mereka sebagai bahan pemancing untuk menarik para pengguna lainnya untuk kemudian terjadi match, selanjutnya untuk mengetahui benar dan tidaknya tujuan-tujuan serta pemahaman dari para pengguna tersebut harus dilakukan komunikasi dan investigasi yang lebih mendalam mengenai orang tersebut dengan melakukan pertemuan offline atau dengan beberapa kali pertemuan selanjutnya untuk mengetahui tentang siapa dia dan apa tujuan dia dalam bermain Tinder.
Menurut saya hal ini jelas menunjukan bahwa aplikasi Tinder telah berhasil menjadi sarana yang dengan mudah mengubah perilaku orang di Indonesia dalam berhubungan dengan mediasi online. Karena medianya berubah maka behaviornya pun ikut berubah, sehingga perilaku bangsa dan adat istiadat budaya menjadi semakin tergerus dan mengikuti adat yang bukan lagi merupakan adat istiadat budaya Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H