Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara itu sesungguhnya merupakan perlawanan terhadap model pendidikan kolonial Belanda saat itu yang kaku, banyak aturan, penuh hukuman, termasuk soal seragam yang diwajibkan.
Berbagai literatur mengatakan bahwa konsep pendidikan kolonial Belanda saat itu kental dengan nuansa materialistik, individualistik, dan intelektualistik. Mungkin itu sebabnya sekolah beliau disebut Taman Siswa pada tahun 1922, jauh sebelum Indonesia merdeka. Konon sekolah itu dimaksudkan sebagai taman tempat bermain siswa sambil belajar.
Anehnya setelah kemerdakaan, sistem pendidikan Indonesia justru kembali ke model pendidikan kolonial tersebut. Dan ironisnya, bangsa barat justru meninggalkan kekakuan sistem pendidikan kuno mereka, termasuk soal seragam, dan "mengadopsi" konsep pendidikan yang dikenalkan Ki Hajar Dewantara, yakni bebas dan menyenangkan!
Anehnya setelah kemerdakaan, sistem pendidikan Indonesia justru kembali ke model pendidikan kolonial tersebut. Dan ironisnya, bangsa barat justru meninggalkan kekakuan sistem pendidikan kuno mereka, termasuk soal seragam, dan "mengadopsi" konsep pendidikan yang dikenalkan Ki Hajar Dewantara, yakni bebas dan menyenangkan!
Penutup
Artikel ini tidak membahas Kurikulum Merdeka Belajar secara rinci dan teknis karena pasti cukup kompleks. Sangat mungkin terdapat beberapa implementasi Kurikulum Merdeka Belajar yang kurang efektif atau belum waktunya diterapkan di Indonesia. Setiap perubahan pasti butuh waktu untuk transisi. Evaluasi menjadi penting.
Namun di atas itu, kita harus memahami bahwa kunci kebijakan publik terdapat pada logika. Jika prinsip dasar dan permasalahan telah ditemukan maka selanjutnya logikalah yang menghantarkan kebijakan. Jika riset telah menemukan fakta perkembangan otak, motorik, dan kognitif anak maka kebijakan harus menghadirkan konsep pendidikan yang mendukung perkembangan motorik dan kognitif yang baik. Bagaimana bentuk yang ideal? Riset dan inovasilah yang menjawab, bukan emosi.
Marilah kita memandang kebijakan pendidikan melalui kacamata logika. Teknis pelaksanaan bisa berubah namun jangan sampai melenceng dari alur logika yang sudah didukung oleh riset secara global.
Jika kita sebegitu antinya dengan produk negara barat, baiklah, kita kembali saja ke akar pendidikan berbudaya bangsa sendiri yang dibangun oleh Ki Hajar Dewantara alias Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Itulah konsep pendidikan yang merdeka dan menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H