Kota-kota di dunia sekarang mengusung tagline "kota global", tak terkecuali Jakarta dan Medan. Pada peringatan HUT Tahun 2024, Jakarta menyebut dirinya "Jakarta, Kota Global Berjuta Pesona". Sementara Medan dengan misi "Akselerasi Menuju Kota Global".
Pertanyaan sederhana yang muncul tentunya, apa itu kota global? Jawabannya ternyata jauh dari sederhana. Istilah kota global atau kota dunia rupanya terkait dengan kompleksitas geografi, ekonomi, dan kendali geopolitik atau ideologis-simbolis.
Konon, istilah "kota global" diperkenalkan oleh sosiolog Saskia Sassen pada tahun 1991 dalam bukunya, The Global City: New York, London, Tokyo. Menurut Sassen, kota global diartikan sebagai kota yang berperan besar secara global, awalnya dilihat dari perdagangan.
Ekonomis John Friedman melihat kota global sebagai sistem ekonomi dan sosial yang terintegrasi secara spasial di wilayah metropolitan tertentu.
Meskipun Friedmann menunjukkan bahwa variabel ekonomi komando dan kendali cenderung menentukan, kota-kota global juga dapat dilihat sebagai lokasi tempat bentuk-bentuk kekuatan global lainnya diproyeksikan.
Ben Derudder, pada International Encyclopedia of Human Geography (Edisi Kedua), 2020, menyebut kota-kota seperti New York, Sydney, Sao Paulo, Bangkok, Miami, Los Angeles, dan Berlin sebagai contoh kota global.
New York, Sydney, Sao Paulo, dan Bangkok mewakili contoh kota-kota besar secara gegografis yang produktif secara ekonomi. Miami, Los Angeles, dan Berlin sebagai contoh kota pengendali geopolitik dan ideologis-simbolis. Miami memiliki kendali atas Amerika Tengah, Los Angeles memiliki identitas konsumen global, dan Berlin mendefinisikan budaya global.
Mungkin secara singkat, kota global bermakna sebagai kota yang berpengaruh secara global atau memiliki "rasa" global sehingga dikenal dan diperhitungkan dunia.
Wikipedia memuat kriteria kota global yang disimpulkan dari berbagai standar, yaitu:
- penyediaan berbagai jasa keuangan internasional, terutama di bidang keuangan, asuransi, real estat, perbankan, akuntansi, dan pemasaran; dan penggabungan kantor pusat keuangan, bursa saham, dan lembaga keuangan besar lainnya,
- Kantor pusat berbagai perusahaan multinasional,
- Dominasi perdagangan dan perekonomian wilayah sekitarnya yang luas,
- Pusat manufaktur besar dengan fasilitas pelabuhan dan peti kemas,
- Kekuatan pengambilan keputusan yang besar setiap hari dan di tingkat global,
- Pusat ide-ide baru dan inovasi di bidang bisnis, ekonomi, dan budaya,
- Pusat media dan komunikasi digital dan lainnya untuk jaringan global,
- Dominasi wilayah nasional yang memiliki signifikansi internasional yang besar,
- Tingginya persentase penduduk yang bekerja pada sektor jasa dan informasi,
- Institusi pendidikan berkualitas tinggi, termasuk universitas ternama dan fasilitas penelitian; dan menarik kehadiran siswa internasional,
- Infrastruktur multi-fungsi yang menawarkan beberapa fasilitas hukum, medis, dan hiburan terbaik di negara tersebut,
- Keberagaman yang tinggi dalam bahasa, budaya, agama, dan ideologi.
Pertanyaan kemudian bergeser pada Jakarta dan Medan. Apakah Jakarta dan Medan merupakan kota global atau sedang menuju kota global? Sebelum menjawabnya dengan menilik kriteria kota global, Jakarta telah lebih dahulu memberi penjelasan. Bahwa Jakarta menjadi kota global setelah hilangnya status ibu kota negara.
Kembali ke kriteria kota global di atas, Apakah Jakarta telah menjadi kota global? Sepertinya, iya. Jakarta bisa mengklaim status itu karena hampir semua kriteria terpenuhi. Tinggal masalah besaran nilai kualitasnya. Bagaimana dengan Medan?
Tagline HUT 2024 kota ini, sudah benar, "menuju kota global". Medan belum memenuhi kriteria kota global tetapi punya potensi untuk memenuhinya.
Pertanyaan pamungkas kemudian muncul: apa yang harus dilakukan untuk menjadi sebuah kota global?
Jawabannya bisa sangat luas, tetapi muaranya jelas, yaitu terpenuhinya kriteria di atas. Apakah meningkatkan kenyamanan bagi pendatang, keterbukaan budaya, penyiapan infrastruktur, kemudahan berusaha, hingga merangsang bertumbuhkan inovasi dan kreasi melalui iklim yang sehat dan kondusif.
Sebuah kota yang ingin menuju sebutan kota global setidaknya menunjukkan tiga upaya ini:
- Terbuka terhadap pendatang termasuk budayanya
- Infrastruktur yang mendukung kehidupan masyarakat modern
- Memiliki kekuatan untuk bersaing hingga dikenal di dunia internasional, dari berbagai aspek
Lagi, kembali ke tagline kota global. Cita-cita yang baik memang tidak cukup hanya diucapkan tetapi harus dikejar dengan segala kemampuan. Soal tidak tercapai, itu masih bisa dimaklumi namun tidak melakukan hal-hal yang berkolerasi dengan indikator cita-cita secara serius, itu adalah blunder. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H