Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Air Tersedia Gratis di Alam tetapi Sulit Mengelolanya?

22 November 2023   01:47 Diperbarui: 22 November 2023   15:37 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keran air siap minum di halaman Kantor Wali Kota Hutt, New Zealand (Dokumen Pribadi)

Amerika Serikat ada di urutan kedua dengan 10,13 miliar galon dan Brasil di urutan kelima dengan 4,8 miliar galon. Indonesia sendiri berada di urutan keempat dengan konsumsi 4,82 miliar galon!

Jumlah itu ternyata dikonsumsi nyaris separuh penduduk Indonesia, tepatnya 40,6% (DataBoks, Maret 2023). AMDK menjadi pilihan air minum tertinggi di Indonesia, melewati sumber lain seperti ledeng, sumur pompa, atau mata air.

Bisnis AMDK memang meningkat tajam dalam sepuluh tahun terakhir. Pertumbuhan produksi AMDK diperkirakan sebesar 5-7 persen atau lebih dari 30 miliar liter per tahun. Bisnis AMDK besar tentu dikuasai oleh konglomerat Indonesia dan perusahaan asing.

Mengapa bisnis AMDK meningkat tajam di daerah yang berlimpah air bersih terbarukan? 

Pada umumnya alasan masyarakat memilih AMDK karena alasan kebersihan dan kualitasnya. Ada keyakinan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat bahwa AMDK lebih aman untuk dikonsumsi. Entah itu akibat iklan atau bukti empiris.

Klaim AMDK lebih bersih dan berkualitas sebenarnya masih menjadi perbebatan para ahli. Sebagian produk AMDK mungkin benar dalam kondisi bersih namun sebagian lain tidak, apalagi jika mengikutkan air isi ulang yang diproduksi para pelaku usaha kecil.

Kalau pun kualitas AMDK itu sangat baik, pertanyaan yang muncul kemudian adalah: jika swasta bisa mengolah air sedemikian baik untuk diminum, mengapa pemerintah tidak bisa? 

Pihak swasta membebankan biaya pengambilan hingga pemrosesan air minum kepada konsumen. Bukankah pemerintah bisa mengambil biaya yang sama, atau lebih rendah, melalui pajak dan retribusi?

Meski pada hakikatnya air disediakan Tuhan secara gratis, tampaknya kita mengalami kesulitan untuk mengelolanya. Untuk itu, praktik pengelolaan air minum di New Zealand mungkin bisa menjadi pembanding atau sebagai inspirasi atau setidaknya menyederhanakan cara berpikir kita.

Prinsip ketersediaan air

Pemerintah New Zealand sepertinya mempertahankan prinsip ketersediaan air di alam sehingga mereka menyediakan keran-keran air siap minum di berbagai tempat secara gratis. Anda dengan mudah menemukan keran air minum di taman, kampus, terminal dan ruang-ruang publik lainnya. Jika air di keran tidak layak diminum, tulisan peringatan pasti terpampang dengan jelas.

Jaringan air siap minum dialirkan ke rumah-rumah penduduk secara gratis. Jaringan yang serupa dengan air ledeng di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun