Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ten Hag, Lagi-Lagi Bukan Sosok yang Pas?

1 Oktober 2023   03:23 Diperbarui: 4 Oktober 2023   04:38 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Manajer Manchester United asal Belanda, Erik ten Hag (kanan), memberikan instruksi kepada Bruno Fernandes. (Foto: AFP/OLI SCARFF via kompas.com) 

Laga ke-7 di Liga Primer musim 2023/2024, Manchester United sudah menelan empat kekalahan. Angka ini belum termasuk kekalahan dari Munchen di laga perdana di Liga Champions bulan September. 

Ini adalah rekor start terburuk United dalam sejarah! Orang-orang mencari letak kesalahannya. Saya melihatnya ada di jajaran manajemen dan sang manajer.

Sederhana saja. Manajemen bertanggung jawab terhadap pemilihan manajer, perekrutan pemain, perekrutan staf kepelatihan, fasilitas latihan dan aspek keuangan.

Jadi jika performa pemain buruk, selain andil manajer dan staf pelatih, juga ada andil manajemen di sana. Jika performa manajer yang buruk, sudah tentu tanggung jawabnya ada di manajemen.

Mengganti manajemen tidaklah mudah. Pergantian pemilik mungkin jalan satu-satunya untuk mengubah susunan manajemen klub. Akhirnya, mengganti manajer adalah jalan yang lebih mudah dan realistis untuk jangka pendek.

Kenapa manajer? Karena sulit untuk tidak menggantungkan harapan pada seorang manajer, terlebih di Liga Inggris. 

Posisi Manajer di Liga Inggris diemban langsung oleh pelatih kepala sehingga dia adalah penentu semua hal teknis dan non teknis. 

Hal teknis seperti line-up, strategi, penunjukan kapten, dan menu latihan. Sementara hal non teknis seperti aturan hidup pemain, menu makanan, dan aspek-aspek sosial lainnya.

Mengapa manajer jadi keraguan? Selama 17 bulan jadi bos United, Erik Ten Hag sedikitnya memiliki empat kendala berikut.

Preferensi pemain

Sejak awal ketibaannya, Ten Hag buru-buru mendatangkan pemain baru. Seperti Malacia meski akhirnya terbukti kalah baik dengan Luke Shaw. Padahal di posisi itu masih ada Telles dan Williams. 

Antony sesungguhnya tak lebih baik dari Greenwood, Sancho, atau Garnacho. Di musim keduanya, Ten Hag malah memilih Andre Onana, mantan anak asuhnya di Ajax, yang juga tak lebih baik dari de Gea.

Ten Hag banyak melepas pemain-pemain muda, alih-alih mengembangkannya. Tercatat ada Chong, Garner, Zidane, Laird, Williams, dan Savage, putra mantan pemain akademi United, Robbie Savage. 

Belakangan Ten Hag melepas Elanga, Mengi, dan Henderson, kiper yang sempat mengancam posisi de Gea di masa Solskjaer.

Ia terus memasang Antony, Rashford, Bruno, Casemiro, dan Eriksen meski kontribusinya tidak selalu efektif. Antony dan Rashford terkesan monoton, kurang kreatif, dan relatif kurang kerjasama. Sementara Bruno, Casemiro, dan Eriksen kurang unggul pada sisi fisik dan bergaya main tak jauh beda, stylish.

Sulit mengubah permainan

Dari segi taktik, Erik Ten Hag, cenderung sulit mengubah permainan. Strategi dan pergantian pemain jarang membalikkan keadaan. Jika tertinggal, sulit mengharapkan United bisa bangkit dan mengejar. Pun jika unggul, belum pernah berlanjut dengan pesta gol.

Di catatan saya, Ten Hag juga terlihat kurang mampu memaksimalkan pemain yang dianggap medioker. Manajer yang hebat umumnya bisa memanfaatkan pemain yang dianggap biasa untuk kepentingan tim. 

Konflik dengan pemain

Datang dengan gaya keras dan disiplin, Erik Ten Hag awalnya menebar harapan perbaikan United. Namun konflik dengan Ronaldo sedikit banyak membuka kondisi di belakang layar. 

Ten Hag dituduh tidak respek pada pemain. Tuduhan ini belakangan terlihat masuk akal melihat dilepasnya David de Gea, pemain legenda yang baru saja meraih Golden Gloves.

Ten Hag tidak bermaksud membina kembali Mason Greenwood, pemain muda berpotensi yang masalah hukumnya justru telah dicabut. 

Terakhir, Ten Hag terlibat konflik dengan Jadon Sancho. Para fans pasti punya opini beragam tetapi saya melihatnya secara filosofis dan komprehensif.

Jejak digital bisa membuktikan bahwa tak jarang Ten Hag menyalahkan pemainnya di depan media atas kekalahan yang dialami. Hal senada juga menjadi awal pergesekannya dengan Sancho. 

Cara-cara seperti itu mempengaruhi psikologi pemain. Preferensinya kepada mantan-mantan pemainnya di Ajax dan asal Belanda juga sedikit banyak memberi dampak secara psikologis.

Membangun psikologi tim

Seorang manajer sesungguhnya harus memiliki kemampuan manajemen manusia. Seorang manajer klub olahraga harus mampu mengelola psikologi pemain, seperti seorang panglima mengelola moral pasukannya di medan perang. 

Faktanya, mental pemenang dan daya juang pasukan United belum terlihat seperti di masa Ferguson, bahkan di masa Solskjaer sekali pun. 

Pasukan yang bermoral tinggi seperti itu biasanya muncul dari soliditas yang dibentuk sang panglima, dalam hal ini manajer. 

Pemain akan memberikan 110 persen kemampuannya jika ia merasa memiliki dan dimiliki oleh tim. Pemain akan bermain kompak dan pasang badan untuk manajer. Taktik dan teknik pun menjadi faktor kedua.

Kepiawaian Ten Hag menangani Ajax tidak serta merta bisa di-copy paste ke United karena karakternya yang berbeda jauh. Gaya disiplinnya mungkin cocok untuk pemain muda yang bertumbuh di Ajax, tetapi mungkin tidak untuk pemain bintang dewasa di United.

Jika ia tak segera merubah sikap dan gaya kepemimpinannya, maka prediksi saya posisi Manchester United akan terus melorot menjelang Desember, baik di Liga Primer Inggris maupun di kompetisi eropa. 

Jika ini benar-benar terjadi, manajemen tentunya tak akan membiarkan United semakin terpuruk di paruh kedua musim 2023/2024. Keputusan ekstrim akhirnya harus diambil.

Ah, masa lagi-lagi Manchester United tidak menemukan sosok yamg pas untuk mengembalikan kejayaannya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun