Smart City adalah istilah untuk kota-kota yang kehidupan warganya banyak ditopang oleh teknologi elektronik yang terkoneksi dengan internet (Internet of Things).Â
Pijakan dasar bagi segala perangkat elektronik, termasuk koneksi internet, adalah energi listrik. Sehingga, ketersediaan dan kontinuitas listrik menjadi vital dalam pembangunan smart city.
Masalahnya, ketersediaan sumber daya pembangkit konvensional seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara semakin menipis. Selain itu, eksplorasi dan emisinya juga membawa dampak buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu, negara-negara di dunia kini beralih ke sumber energi baru terbarukan (EBT).
Pada konteks Indonesia, ketersediaan EBT masih relatif kecil dilihat dari potensi dan kebutuhannya. Perlu investasi untuk meningkatkan supply EBT di Indonesia, salah satunya dengan pembangunan pembangkit listrik EBT dan pengembangan teknologi yang terkait.
Kebutuhan IoT dan Energi Listrik
Pertumbuhan penduduk dunia mencapai 0,9 persen per tahun (2022). Sehingga, diprediksi ada 8,5 miliar penghuni bumi dan pada tahun 2030 dan sebanyak 9,7 miliar di tahun 2050 (UNDESA, 2022).Â
Indonesia sendiri mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 1,17 persen pada tahun 2022 sehingga pada tahun 2050 diperkirakan ada sekitar 331 juta penduduk di Indonesia (Kusnandar, 2019).
Sebagian besar penduduk dunia pada 2050 (68-70 persen) akan tinggal di perkotaan ("Cities," 2022). Di Indonesia, penduduk yang tinggal di perkotaan pada 2030 diperkirakan sebanyak 63,4 persen (Rizaty, 2021). Sekarang ini ada 20 kota di Indonesia yang berpenduduk diatas 1 juta orang dan 5 diantaranya berpenduduk diatas 2 juta orang ("Daftar," 2022).
Jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah ini menuntut peningkatan pengadaan dan pengembangan Internet of Things (IoT) untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. IoT dan segala perangkat pendukungnya tentu membutuhkan lebih banyak ketersediaan energi listrik untuk operasionalnya.
Kebutuhan EBT
Di samping kebutuhan energi, kebutuhan pelestarian lingkungan menjadi faktor yang sama kuat untuk pengembangan EBT di seluruh dunia. Indonesia sendiri berupaya untuk mencapai karbon netral pada tahun 2060.Â
Karbon netral adalah kondisi di mana emisi karbon terserap kembali sehingga tidak menguap ke atmosfer. Istilah yang lain adalah net-zero emission.