Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ dan melayani publik di Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekacauan Lalu Lintas Bukan Salah Pengendara

4 November 2022   04:08 Diperbarui: 24 November 2022   15:11 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun demikian, penindakan berdasarkan pengawasan perangkat elektronik hanya bisa efektif jika data kendaraan akurat. Ketika sebagian besar pengendara adalah pemilik dengan alamat yang valid. Data yang akurat hanya bisa tercipta oleh sistem pengurusan STNK yang mudah dan murah lalu disertai sanksi berat jika masih lalai. 

Di Selandia Baru, orang hanya perlu online atau ke kantor pos yang tersebar di warung-warung kelontong untuk mengganti nama kepemilikan kendaraan. Biayanya hanya sekitar 90 ribuan rupiah. Dengan demikian tidak ada alasan orang untuk menunda pergantian data kepemilikan kendaraan. Pada saat yang sama sanksi pun sudah menanti.

Kesadaran

Upaya preventif lain adalah keberadaan rambu-rambu. Ambil contoh batas kecepatan maksimum. Logika dasarnya, kita tahu mengatur kecepatan karena ada rambu yang memerintahkan demikian. Semakin sering kita melihat rambu itu, maka semakin sadar kita akan aturan itu.

Ini soal logika korelasi dan psikologi manusia. Hal yang terus-menerus diingatkan akan masuk ke bawah sadar yang membuat seseorang bertindak otomatis. Sebaliknya, jika tidak pernah diingatkan, maka orang akan cenderung untuk melupakan.

Sosialisasi dan edukasi

Kemudian upaya preventif lain adalah sosialisasi dan edukasi. Fngsinya mirip dengan rambu. Semakin banyak pengendara yang tahu sebuah peraturan, maka asumsinya, semakin banyak pengendara yang tercegah untuk melanggar. Bisa karena takut hukuman atau memang sadar bahwa pelanggaran itu membawa bahaya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Sosialisasi dan edukasi lalu lintas di negara maju dimulai dari anak-anak di sekolah dasar.  Bentuknya bisa berupa permainan atau penyuluhan. Tujuannya agar pemahaman berlalu lintas anak tumbuh sedikit demi sedikit seiring bertambahnya usia. Sehingga saat dewasa, pemahaman berlalu lintas diharapkan sudah sudah kuat.

Anak-anak di Selandia Baru diperkenalkan aturan lalu lintas sejak dini (Foto: Epuni Primary School)
Anak-anak di Selandia Baru diperkenalkan aturan lalu lintas sejak dini (Foto: Epuni Primary School)

Semua upaya dan tindakan itu merupakan satu kesatuan sistem untuk mengendalikan lalu lintas. Peraturan, rambu, perangkat pengawas, SDM, pendataan, serta sosialisasi dan edukasi, saling menopang membentuk sebuah sistem. Seperti filosofi sapu lidi yang kuat karena berkumpul. Tidak ada unsur yang boleh diabaikan karena pada akhirnya akan melemahkan sistem itu sendiri.

Tanggung jawab siapa?

Terakhir, mari kita rangkum jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang timbul sejak di awal esai ini. Kenapa pengendara tidak tertib? Karena sebagian sengaja melanggar dan sebagian lain tidak tahu. Kenapa ada yang sengaja melanggar? Karena sanksi kurang berat dan penindakan tidak konsisten. Kenapa ada yang tidak tahu peraturan? Karena kurangnya sosialisasi dan edukasi. Juga mungkin akibat kurang tepatnya sistem perolehan izin mengemudi (SIM) serta ketiadaan rambu atau marka.

Lalu siapa pihak yang mampu dan berwenang untuk memberi sanksi, menindak secara konsisten, memberi sosialisasi dan edukasi, merancang proses perolehan SIM yang tepat, dan menyiapkan rambu-rambu tersebut? Pihak tersebut hanyalah pemerintah dimana kepolisian adalah bagian di dalam sistemnya.

Ada semboyan militer yang berbunyi, "prajurit tidak pernah salah". Jika prajurit melakukan kesalahan, berarti komandannya yang tidak membina. Seorang anak balita tidak tahu apa-apa tentang norma-norma kehidupan, tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Orang tuanyalah yang punya andil dalam menentukan tingkat keterdidikan si anak seiring ia tumbuh dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun