Perkembangan smart city sangat dipengaruhi oleh koneksi internet. Saat ini, teknologi jaringan internet 5G sudah mencakup banyak kota di Indonesia. Teknologi 5G kemudian membuka peluang pengembangan inovasi Internet of Things (IoT) di masa depan.
Keberadaan jaringan internet 5G juga membuka peluang investasi yang besar. Menteri Komunikasi dan Informasi RI memperkirakan potensi bisnis yang mengikuti teknologi 5G pada tahun 2035 ada di kisaran Rp 591-179 triliun (Haryanto, 2021).
Peluang investasi
Investasi di smart city tak terlepas dari fenomena urbanisasi. Kota-kota menjadi pemukiman terbesar. Pada tahun 2050 diperkirakan 68-70 persen penduduk bumi tinggal di perkotaan ("Smart," 2019; "Cities," 2022).
Dengan proyeksi 9,8 juta penduduk di tahun 2050, maka penduduk yang tinggal di perkotaan berkisar 6,7 miliar orang. Saat ini di Indonesia, 50-70 persen dari jumlah penduduk tinggal di perkotaan ("Smart," 2019). Pada tahun 2045, persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan diperkriakan naik ke angka 82,37 persen (Triwijanarko, 2019).
Jumlah penduduk kota yang besar dan padat ini melahirkan beragam permasalahan, terutama di sektor energi dan lingkungan. Penduduk kota disinyalir mengonsumsi 75 persen energi dan menghasilkan 80 persen CO2 secara global (Devitte, 2022).
Permasalahan lain yang umum terjadi di perkotaan adalah kesehatan, perumahan, mobilitas, kriminalitas, dan manajemen kependudukan. Dalam upaya pemecahan masalah-masalah tersebut, maka dibutuhkan lebih banyak investasi.
Benang merahnya tentu IoT. Kota-kota membutuhkan inovasi dengan pemanfaatan teknologi internet untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Sektor digital tentu menjadi bisnis inti karena implementasinya bisa menyentuh berbagai sektor lain.
Energi bauran terbarukan (EBT) telah menjadi peluang investasi besar di berbagai kota, termasuk di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia telah mulai meningkatkan penggunaan angin, air, surya, dan sampah untuk dikonversi menjadi energi listrik.
Perkembangan eksplorasi EBT di Indonesia diperkirakan meningkat setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RPUTL) PLN 2021-2030.
Kedua aturan ini diperkirakan meningkatkan pertumbuhan EBT Indonesia sebanyak 23 persen di tahun 2025 (Cindy dan Fitriyanti, 2021). Poin kuncinya adalah keleluasaan untuk menjual 100 persen produksi listrik yang dihasilkan tenaga surya atap ke PLN dan target 51 persen EBT nasional pada tahun 2030.
Pembangkit EBT dibutuhkan untuk menyukseskan program pemerintah hingga tahun 2030 mendatang. Peluang investasi EBT menjadi lebih menarik karena telah dimungkinkan kepemilikan swasta atas pembangkit listrik EBT mencapai 64 persen di tahun 2030 (Artanti, 2022).