Kita bisa terpapar virus Sars-CoV-2 di mana saja dan kapan saja. Kita tak pernah tahu kapan kita lengah. Observasi penulis menunjukkan bahwa banyak orang yang disiplin menjalankan 5M juga terpapar virus, termasuk penulis sendiri.
Mungkin saat ini kita harus lebih fokus untuk memperkecil dampak virus korona itu. Bagaimana bereaksi setelah terjangkit menjadi sangat penting. Kurangnya informasi dan layanan kesehatan membuat penderita panik dan depresi. Padahal kemungkinan sembuh besar jika kondisi tubuh baik dan terapinya tepat.
Hanya saja, bagi orang-orang yang kondisinya kurang baik, rawatan rumah sakit menjadi sangat vital. Ruangan rawat inap, tes PCR, rontgen, obat-obatan, oksigen, dan ventilator menjadi pertahanan terakhir untuk menyelamatkan nyawa penderita.
Jika pun tidak tertolong, peti jenazah dan makam-makam juga harus tersedia. Kita harus punya ketahanan sampai skenario terburuk sekali pun.
Penutup
Kita mungkin naif untuk berharap aliran air tertahan di hulu sehingga sedikit lengah mempersiapkan pertahanan terakhir di hilir. Mungkin ini saatnya memfokuskan anggaran dan energi untuk menghadapi terjangan di pertahanan terakhir.
Jangan ada lagi kepedihan karena rumah sakit yang menolak, kehabisan tabung oksigen, kekurangan tenaga kesehatan, kelangkaan ventilator dan obat-obatan, atau terlantarnya jenazah akibat antrean pemulasaraan dan pemakaman.
Meski sulit menahan pertambahan kasus baru tetapi kita masih bisa menekan angka kematian. Kajian-kajian teknis tentu saja diperlukan untuk mengkalkulasi rincian kebijakan yang harus diambil berbagai pihak. Badai pasti berlalu. Namun seberapa banyak kita yang bertahan ketika badai usai, itu tantangan terbesarnya.