Istilah urban tourism atau wisata perkotaan semakin sering terdengar belakangan ini. Urban tourism adalah wisata di dalam lingkup kota untuk melakukan berbagai kegiatan menarik seperti berbelanja, rekreasi, napak tilas sejarah, menyaksikan pertunjukan, melihat gedung, budaya, seni, taman, bahkan hanya untuk melihat kehidupan penduduk setempat.
Wisata perkotaan merupakan fenomena global yang semakin berkembang pesat. Para ahli memperkirakan jumlahnya akan terus meningkat. Pertumbuhan pariwisata global seringkali direpresentasikan sebagai peluang lokal.Â
Pada tahun 2030, kedatangan pengunjung internasional di kota-kota diperkirakan mencapai 1,81 miliar orang, dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 4,4%.Â
Pertumbuhan PDB dunia berkisar di 9,6% dan penciptaan 300 juta pekerjaan langsung di pasar yang kurang terkonsentrasi, daerah di mana objek wisata baru muncul dengan cepat (Bellini dan Pasquinelli, 2017).
Faktor-faktor pendorong
Pertumbuhan wisata perkotaan didorong oleh kekuatan spasial, sosial, ekonomi dan teknologi. Proses urbanisasi di seluruh dunia menyebabkan bertambahnya jumlah orang yang tinggal di kota.
Proses urbanisasi juga menyebabkan orang-orang merasa lebih terhubung dengan kota dan dengan gaya hidup perkotaan. Fenomena ini menyebabkan semakin banyak orang yang ingin berkunjung untuk melihat kota lain.
Meningkatnya kekayaan kelas menengah di negara-negara maju dan juga di negara-negara berkembang, memungkinkan orang untuk datang dan menjelajahi kota-kota lain.
Gaya hidup kaum milenial yang akrab dengan media sosial turut mendorong pertumbuhan pariwisata perkotaan. Generasi ini sering berkunjung hanya untuk berswafoto di tempat-tempat yang fenomenal yang memiliki sensasi.
Konten-konten yang dibagikan ke media sosial menimbulkan efek bola salju yang bergulir dan menarik kedatangan para milenial lainnya.
Peningkatan wisata kota ini juga terjadi karena difasilitasi oleh beberapa perkembangan lain seperti penerbangan bertarif rendah, akomodasi murah, teknologi informasi dan komunikasi, serta kemajuan teknologi lainnya.
Akibat perkembangan tersebut, kota tidak lagi dianggap hanya sebagai pintu masuk, embarkasi, atau transit dalam sebuah perjalanan, tetapi justru sebagai daya tarik dan tujuan wisata tersendiri (Postma, Buda dan Gugerell, 2017).
Pariwisata kontemporer
Yang dan Khoo-Lattimore (2018) melakukan penelitian terhadap pariwisata kontemporer yang berkembang di negara-negara Asia.Â
Lima tren pariwisata kontemporer di Asia adalah perjalanan intraregional (mengunjungi daerah tetangga yang masih satu benua), petualangan mencari pengalaman baru, wisata kebugaran, wisata wanita, dan wisata Islami.
Tren pariwisata kontemporer diperoleh dari analisis perilaku wisatawan Asia terhadap destinasi di berbagai negara di dunia. Perjalanan wisata ini mencakup reuni etnis, mengunjungi kerabat, wisata fotografi, wisata spa, safari anggur, dan alasan keagamaan.
Wisata kontemporer memiliki irisan besar dengan wisata perkotaan karena aktivitasnya bisa dilakukan di lingkup kota.
Pariwisata memiliki pengaruh yang kuat terhadap proses urbanisasi dan dimana kota berperan di tingkat daerah sebagai pintu gerbang atau pusat kegiatan pariwisata untuk seluruh wilayah.
Ismail dan Baum (2006) yang mengutip pernyataan Mullins, mencatat bahwa sebagian besar kota besar di Asia Tenggara mengakui bahwa mereka dapat memanfaatkan pariwisata sebagai sarana untuk memperluas peluang konsumsi melalui permintaan wisatawan.
Menangkap peluang
Tanpa memiliki kekayaan alam atau pun budaya yang luar biasa, sebuah kota bisa meraup pasar pariwisata, dengan wisata buatan seperti galeri, festival, wahana permainan, dan sudut-sudut kota yang instagrammable.
Untuk mengambil peluang tersebut, para pelaku politik di pemerintahan harus menyediakan lingkungan yang kondusif bagi perekonomian pariwisata seperti menyediakan infrastruktur pariwisata.
World Economic Forum mengungkapkan bahwa di berbagai perekonomian, segmen pendapatan, dan daerah, peningkatan daya saing berkaitan dengan kinerja dalam enam pilar berikut ("The Travel," 2019): Prasarana transportasi udara, kesiapan TIK (teknologi informasi dan komunikasi), daya saing harga, keterbukaan internasional, prioritas perjalanan dan pariwisata, keselamatan dan keamanan.
Jika sebuah kota ingin menangkap peluang urban tourism, maka keenam aspek diatas haruslah menjadi prioritas untuk ditingkatkan.
___
Referensi:
Bellini, N., & Pasquinelli, C. (2017). Tourism in the city towards an integrative agenda on urban tourism. Springer.
Ismail, H., Baum, T., & Kokranikkal, J. (2006). Urban tourism in developing countries: in the case of Melaka (Malacca) City, Malaysia.
Postma, A., Buda, D., & Gugerell, K. (2017). The future of city tourism. Journal of Tourism Futures, 3(2), 95-101. https://doi.org/10.1108/JTF-09-2017-067
The travel & tourism competitiveness report 2019. (2019). World Economic Forum. Â http://www3.weforum.org/docs/WEF_TTCR_2019.pdf
Yang, E. C. L. & Khoo-Lattimore, C. (2018). Asian cultures and contemporary tourism. Singapore: Springer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H