Mohon tunggu...
Usaha Desa
Usaha Desa Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Pendorong Demokratisasi Desa?

22 Desember 2015   10:41 Diperbarui: 22 Desember 2015   12:57 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendamping Desa memiliki peran kunci dalam pemberdayaan masyarakat desa, termasuk terlibat dalam upaya demokratisasi desa. Demokratisasi desa merupakan bagian tugas penting yang harus dilakukan seorang pendamping desa. Sebab, demokrasi merupakan penyeimbang dan pelengkap asas rekognisi dan subsiadiaritas, mengukuhkan kekuasaan berada di tangan rakyat.

Dengan kata lain, melalui demokrasi, rekognisi dan subsidiaritas, desa diharapkan mampu berkembang secara dinamis sehingga mampu memperkuat kapasitasnya sebagai kesatuan masyarakat hukum (self governing community). Memang, bukan perkara mudah untuk mendorong dan mengawal upaya demokratisasi desa. Untuk itu, ada beberapa hal yang semestinya diketahui pendamping desa sebelum melaksanakan tugas tersebut.

Pertama, hubungan-hubungan sosial yang ada di desa terbangun dari pergaulan sosial secara personal antar sesama penduduk Desa yang telah berlangsung lama. Hal itu terbukti banyaknya desa di Indonesia usianya jauh lebih tua dari usia Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedua, hubungan desa dengan ruang juga berlangsung dengan intensitas yang sangat tinggi. Bahkan hubungan pada ruang tersebut bukan semata-mata bersifat ekonomis, yakni sebagai sumber nafkah, melainkan tidak jarang dibarengi dengan perlakuan ruang sebagai sesuatu yang bernyawa dan hidup. Maka tak heran ada kearifan lokal (local wisdom) yang teraktualisasi dalam bentuk-bentuk tindakan ramah lingkungan masyarakat desa, penghargaan terhadap tanah, udara, dan air.

Ketiga, pergaulan yang lama, intens, dan berlangsung dalam hubungan serba hidup dengan ruang, menciptakan atau pola sosio budaya desa yang khas. Misalnya, adanya desa yang masih mempergunakan trah atau keturunan sebagai rujukan penilaian siapa yang layak menjadi Kepala Desa.

Keempat, solidaritas yang terbentuk di desa biasanya bersifat mekanis yang kental dengan nuansa kolektivistik. Dalam bentuk solidaritas semacam itu, masyarakat desa menjadi suatu kategori subyektif tersendiri yang diikat oleh rasa kebersamaan dan saling topang. Dalam cara pandang modernisasi-pembangunan model orde baru, sifat-sifat desa semacam itu dilihat sebagai penghambat pembangunan. Namun demikian, sudah seharusnya sifat-sifat desa semacam itu diakui dan diterima sebagai fakta objektif yang memiliki potensi tersendiri bagi kemajuan masyarakat desa, termasuk dalam hal berdemokrasi.

Baca juga

Demokratisasi Desa & Peran Pendamping

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun