Mohon tunggu...
Aditya Rio Rahmansyah
Aditya Rio Rahmansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Penulis lepas, yang sekarang bekerja pada bagian Brand Promotion di salah satu ekspedisi terbesar di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

S-u-k-(et)

2 Oktober 2015   23:44 Diperbarui: 3 Oktober 2015   00:51 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika semua sedang larut dalam kesibukannya, akupun sedang sibuk bergumul dengan khayalanku sendiri, tentang awan-awan yang sedang gelap diawal tahun ini, udara yang entah sampai kapan ada di dunia ini, burung-burung pipit yang takut keluar dari sarangnya karena udara sudah mulai keruh entah oleh asap siapa, dan ini itu yang lain. Temaram malam tak lagi beda dengan gemerlap di siang hari. Saat musim mulai berganti namun terlambat datang. Ketika itulah aku mulai merenungi kisah-kisah dalam hidup yang kata mereka singkat bila diingat, terlalu dalam bila dikenang

Kehidupanku ini memang seakan-akan sudah mulai disetir oleh suatu kekuatan besar yang tak pernah terlihat bentuknya, kebenaran-kebenaran baru yang sudah mulai diciptakan oleh sekelompok manusia yang mengatasnamakan dirinya Tuhan Baru! Dapat dikatakan istilah ini sebagai orang yang paling benar dalam segala hal dan segala bentuk pembenarannya, loh berarti kebenaran sekarang sudah semakin banyak dong, saking banyaknya aku terkadang bingung menentukan mana kebenaran ilahi yang tercipta dari Maha Kuasa dan mana kebenaran yang dibuat diatas kepentingan kelompok tertentu, lihat saja di TV sekarang ini, cantik itu harus putih, tinggi, memiliki tubuh yang bagaikan seorang Dewi Sri, dewi kesuburan dari tanah Jawa. Rambut yang indah itu harus lurus, lalu bagaimana saudara-saudara kita dari afrika dan papua apakah dia tidak bisa masuk dalam katerogi cantik?

Aku seolah sudah dipilihkan untuk menganggap bahwa standar-standar kehidupan yang layak harus seperti apa yang ditanyangkan di TV. Aku dan kehidupanku seolah segalanya yang harus menganggap hal itu benar. Untuk urusan yang sulit dalam pemahaman dasar pun mau tak mau akupun dituntut oleh suatu candu media. Layaknya seorang yang sudah mengkonsumsi narkoba selama ratusan abad walaupun dalam kenyataannya aku hanya makhluk yang dipaksa tuk mempercayai kebenaran yang sudah disepakati oleh banyak orang.

                                                                                         ***

Lama aku terdiam dalam pikiran membuatku semakin geram untuk mengamati kehidupan didunia ini. aaarrgh.. sampai lupa aku memperkenalkan diri, aku adalah Endang Hargiani Syahwat. Ya, setiapku  memperkenalkan diri dengan orang lain ataupun didepan kelas pasti ada saja yang mempertawai aku, ‘hey kenapa nama belakangmu ada Syahwat-syahwatnya?’ akupun tak tau yang memberikan namaku itu kan orang tuaku,”celetuk dalam hati sendiri”.

Menurut orang yang ada disekelilingku, aku adalah wanita yang sering membingungkan, tidak seperti wanita pada umumnya, sama sekali tidak memperhatikan penampilan. Padahal, sekarang aku sudah mulai menginjak umur 20 tahun. Aku jarang mandi, sering melamun, menghabiskan waktu berlama-lama dikamar mandi, kutu buku dan hobiku adalah mengoleksi buku—buku sejarah dan juga filsafat. Sekarang aku sedang mengambil jurusan sosiologi disebuah Universitas negeri yang tempat sangat jauh

Dalam soal pekerjaan hal itupun sama saja, kekuatan yang besar tersebut selalu mengkotak-kotakkan keadaan dalam satu kotak yang tak longgar, wanita hanya dijadikan pemanis dalam kantor semata, dijadikan bidak bidak catur yang siap ditumbalkan tuk menggerakkan roda ekonomi dalam industri film, iklan, dan yang lain. Wanita adalah pelengkap ranjang untuk bisa digrayangi dan dijadikan pelengkap setiap lekuk tubuh yang tak tertutup, hanya dijadikan penyeimbang agar disuatu kantor tidak hanya lelaki dengan kejenuhan melihat tumpukan kertas tebal. Singkat kata wanita hanya dipandang sebelah mata dan terkesan lemah hal apapun kecuali dalam hal menjaga anak mungkin, padahal itu adalah pandangan orang-orang jaman socrates yang memandang wanita dari sudut pandang kaku dan baku pada jamannya.

                                                                                          ***

Lama aku terdiam dalam pikiran membuatku semakin geram untuk mengamati kehidupan didunia ini. aaarrgh.. sampai lupa aku memperkenalkan diri, aku adalah Endang Hargiani Syahwat. Ya, setiapku  memperkenalkan diri dengan orang lain ataupun didepan kelas pasti ada saja yang mempertawai aku, ‘hey kenapa nama belakangmu ada Syahwat-syahwatnya?’ akupun tak tau yang memberikan namaku itu kan orang tuaku,”celetuk dalam hati sendiri”.

Menurut orang yang ada disekelilingku, aku adalah wanita yang sering membingungkan, tidak seperti wanita pada umumnya, sama sekali tidak memperhatikan penampilan. Padahal, sekarang aku sudah mulai menginjak umur 20 tahun. Aku jarang mandi, sering melamun, menghabiskan waktu berlama-lama dikamar mandi, kutu buku dan hobiku adalah mengoleksi buku—buku sejarah dan juga filsafat. Sekarang aku sedang mengambil jurusan sosiologi disebuah Universitas negeri yang tempat sangat jauh, sangat jauh dari hiruk pikuk iklim hedonisme kota.

Orang-orang di sekelilingku sering menganggapku bukan gadis yang normal. Dengan kata lain aku adalah gadis aneh yang hanya merusak citra gadis pada umumnya. “Iya, umum menurut kebanyakan mata lapar.” Batinku. Aku tak begitu peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang di sekitarku. Hari-hari yang aku lewatipun sama saja seperti wanita lain yang sedang berada disebuah Kampus, pagi sampai sore kuliah, mengerjakan tugas yang tidak henti-hentinya diberikan oleh dosen, membuat makan malam seadanya dan itu aku lakukan terus menerus sampai terkadang akupun jenuh dengan hari yang begitu-gitu saja. Disatu sisi aku harus selalu menjaga kesehatan badanku dan disatu sisi juga aku selalu menyakiti akal sehatku sendiri karena sering memikirkan hal yang menerawang jauh entah kemana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun