Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembalikan Keindahan Misa dari Distraksi Gadget

19 April 2022   19:54 Diperbarui: 19 April 2022   20:00 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: akcdn.detik.net.id

Seperti sudah diketahui oleh umat katolik dimana pun berada, tiap kali kita akan mengikuti rangkaian Tri Hari Suci Paskah, pasti kita harus menyiapkan diri lahir batin, jiwa dan raga. 

Hal ini oleh karena tiga hari itu (Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Paskah) membutuhkan waktu panjang untuk mengikutinya. Satu kali perayaan, baik Misa maupun Ibadat, bisa membutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam bahkan lebih sedikit. Hal ini oleh karena prosesi perayaan hari besar itu memang banyak dan panjang.

Herannya, meski butuh waktu yang panjang tersebut, hari-hari itu seringkali diminati banyak umat terutama mereka yang menganut napas alias umat yang ke gereja pada hari raya Natal dan Paskah saja.  

Mungkin di hari-hari itu mereka menemukan sesuatu. Maka tidak heran, demi mengikuti rangkaian nan Panjang ini, persiapannya pasti sudah dilakukan jauh hari termasuk bagaimana mengatur waktu supaya tidak terlambat masuk ke gereja apalagi kalau ingin duduk di dalam gerejanya. Hampir di setiap gereja pada saat hari raya tersebut akan menambah tenda di luar gedung gereja sebagai antisipasi umat yang meluber.

Saya sendiri, sejak kecil sudah terbiasa datang ke gereja paling tidak 45 menit sebelum misa dimulai. Rumah kami memang dekat, tidak sampai 5 menit dari gereja. Tetapi, Bapak adalah orang yang paling cerewet supaya kami melakukan persiapan jauh waktu sebelumnya. 

Beliau akan senewen sendiri jika kami sampai di gereja 30 menit sebelum misa. Meski masih bisa dapat tempat duduk, tapi biasanya bukan di tempat biasa dan atau bahkan pernah duduk di tenda tambahan. Makin cerewetlah beliau hehe

Lalu, apa yang kami melakukan untuk mengisi waktu hingga dimulainya misa?

Seingat saya, waktu itu kami diam saja. Melihat sekitar, sesekali berbicara pelan atau membaca doa. Walau sempat terlintas kebosanan, namun semua dijalani dengan biasa saja. Tanpa banyak protes. Saya juga lupa, apa yang detail dilakukan atau pikirkan sambil menunggu jamnya.

Pandemi dan Online Mengubah Segalanya

Paskah tahun 2020 adalah Paskah pertama saya tanpa harus menyiapkan waktu panjang demi mengikuti rangkaian Tri Hari Suci.

Mengapa?

Karena itulah masa Paskah yang diikuti secara online melalui streaming internet. Ada banyak pilihan link streaming untuk mengikuti rangkaian tersebut. Dari berbagai gereja di nyaris seluruh Keuskupan yang ada di Indonesia bahkan dunia.

Satu sisi, kemudahan ini sedikit memberi kelegaan atas dahaga untuk bisa merayakan Paskah di saat pandemi yang sedang sangat dijaga serta dibatasi dengan semua protocol Kesehatan itu. Di sisi lain, ada kagok juga tidak bisa langsung merasakan sesuatu yang selama ini selalu ditunggu bisa menyentuh hingga terdalam sanubari.

Betul sih.., di tahun itu air mata berlinangan tak henti mengingat semua hal yang tengah terjadi. Keharuan menyeruak atas apa yang terjadi hingga hanya bisa merasakan misa di gereja maya. Sesuatu di luar dugaan sekali.

Seiring waktu, dengan alasan pandemi yang belum kelar, misa online menjadi bagian alternatif kehidupan yang sulit dihindari. Bahkan ketika gereja sudah mulai dibuka, ada ras meragu juga bila masuk ke gereja bersama umat lain yang kita sendiri mungkin tidak tahu kesehariannya. Akhirnya misa online menjadi pilihan utama ketimbang offline.

Distraksi Misa Online

Lama-lama, ibadah online yang semula penuh keharuan dan menjadi pilihan utama, secara pribadi mulai amat sangat mengganggu kehidupan spiritual saya.  

Bagaimana tidak?

Dulu yang dengan tabah dan setia menunggu hingga sejam hingga misa dimulai, sekarang hanya menunggu 5 menit saja, rasanya duduk sudah tidak tenang, pikiran kemana-mana dan ada bisikan kuat buat mengalihkan semua itu dengan melakukan hal-hal yang mestinya tidak perlu. 

Misalnya membuka HP, membaca sesuatu di sekitar kita berada, keluar ruangan hingga ada tanda misa dimulai atau menyambi nonton video lain sampai benar-benar Imam yang memimpin misa menyampaikan salam pembuka. Pokoknya benar-benar seperti tidak sabar atau tidak tenang yang tak jarang terbawa pas di tengah-tengah misa, membuka HP dan menduakan perhatian dari yang terlihat di layar monitor.

Saya tidak hendak ingin menyatakan bahwa hal itu dosa atau tidak. Tetapi, dengan hal tersebut ternyata mengurangi kekhusukan hati yang mestinya saya jaga dengan baik. Menghalau dan menahan godaan tersebut. Apa pun alasanya. Niat memujiNya, sudah entah ada dimana kalau sudah begitu.

Sayangnya..., memang godaan daging lebih besar daripada roh. Saya seringkali tidak kuasa menahan hal tersebut. Seberapa pun kerasnya berusaha. Bahkan pernah sampai ketika tanpa sengaja saya memilih membalas sebuah chat dari bos yang mestinya bisa saya balas selesai misa. Tapi, karena tidak kuasa menahan, saya balas segera. Lalu bos membalas lagi yang membuat saya tersadar "Apakah tidak ikut misa di jam ini?" Wah.... Biar ada alasan, pertanyaan itu menyadarkan saya kembali untuk lebih konsentrasi pada layar laptop di depan.

MenungguNya Dalam Diam adalah Indah

Di masa Paskah tahun ini, saya sudah meniatkan untuk misa tatap muka yang telah dibuka dimana-mana. Bukan semata karena bersama beberapa teman, tetapi juga kerinduan untuk bisa kembali merasakan hal yang dari dulu selalu hadir itu sangat kuat.

Di Katedral St. Petrus Bandung, dengan semua kekuatan niat itu saya mendaftar dan bisa bersama umat lain mengikuti semua prosesi panjang itu (yang konon sudah dipersingkat) dengan rasa haru dan syahdu. Benar-benar kembali tertangkap apa yang selama dua tahun ini seperti menguap atau malah hilang.

Yang menarik adalah ketika saya memperhatikan para umat mengisi waktu dari kedatangannya hingga misa dimulai. Rata-rata dari mereka datang sejam sebelumnya, sama seperti saya dan kawan-kawan.

Selepas doa pembuka, biasanya kami duduk tenang atau sesekali bicara. Sama seperti masa kecil saya dulu.

Bedanya, kini tidak aneh lagi sembari menunggu itu, banyak yang membuka HP lalu sibuk dengan urusan masing-masing di HPnya itu. Ada yang demikian serius, tapi ada juga yang sembari lewat-lewat saja dari apa yang terpampang di HP.

Menjelang misa, kebanyakan dari kami sudah memasukkan HP ke tas atau kantong baju/celananya. Bersiap konsentarasi untuk misa di hadapan. Nyaris tidak ada lagi gangguan dari bunyi-bunyi HP atau ada yang sibuk dengan benda satu itu di tengah misa.

Semua khusuk.

Dan, saya sangat bersyukur merasakan kondisi ini.

Kondisi yang membuat saya tertegun, mengignat kembali kepada yang sudah lewat sekaligus berterima kasih bisa merasakan Kembali keindahan bisa bersekutu bersama banyak umat untuk memujiNya. Tidak ada pengalingan konsentrasi yang membuat rasa keimanan saya serasa terganggu hanya karena distraksi.

Semoga boleh seterusnya begini.... (anj2022) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun