Seingat saya, setelah buku pertama saya keluar, saya ikuti Friendster miliknya lalu mendapat email dan kami mulai kontak melalui email lalu sesekali di YM.
Duh, seneng banget bisa berkontak lagi dengan idola. Apalagi posisinya saya sudah bisa membuktikan sekaligus pamer bahwa apa yang pernah ia sharingkan dan semangati zaman SMP dulu, bisa saya buktikan saat bertemu dengannya lagi kala itu meski via email.
Senangnya lagi, begitu menyebut buku saya, dia langsung tahu meski belum baca. Meski mungkin hanya sekilas atau dari cerita orang, tetapi satu hal itu bikin saya senang sekali. GR malah.
Saat itu, Mas Hilman sedang merintis juga sebuah tabloid remaja berjudul "Tabloid Gaul". Di tabloid ini, dia memberi kesempatan pada saya untuk bisa menuliskan mini novel. Hihi... Kala itu saya bingung banget dengan istilah itu, diminta buat novel, tapi mini?
"Kayak teenlit gitu deh... Tapi, 30 halaman A4 aja ya... Buat bonus selipan di Tabloid Gaul."
Ah, ya...
Saya pun ngebut bikin pesanan tersebut. Kebetulan ada ide yang memang sedang bergejolak di kepala. Jadilah novelet atau novel mini "Jangan Pernah Berhenti Jadi Kakak Iparku.
Tanggal 25 April 2003 saya kirim lewat email, tanggal 8 Mei 2003 sudah terbit. UWOW....
Saya lupa honornya berapa karena lebih saking senangnya, bisa menyumbang karya dalam tabloid yang dikelola Mas Hilman itu.
"Nanti bikin lagi ya... Kasih selang berapa waktu gitu deh...," pesannya. Sayangnya habis itu malah saya yang sok sibuk, nggak bisa kirim karya lagi ke tabloid itu malah sampai tabloid itu tutup, tidak terbit lagi.