Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Diary

Dari "Beraja" kepada "Renjana" Berakhir di "Daksa" (1)

19 September 2021   09:34 Diperbarui: 19 September 2021   09:37 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Novel "beraja biarkan ku mencinta" oleh Koko Widiatmoko

Tentang Beraja

Masa itu adalah masa saya merasa ada sesuatu di balik semua pengalaman hidup selama ini. Sesuatu yang begitu menggebu, ingin segera dikeluarkan. Ada banyak protes atas kondisi hidup, tapi ada juga sesuatu yang harus saya luruskan dari beberapa pendapat liar di luar sana.

Salah satu dari yang ingin saya muntahkan itu adalah tentang kehidupan orang yang dianggap kelas bawah karena pekerjaannya sebagai cleaning service. Kondisi ini juga bercermin dari kehidupan sekitar saya sendiri. Dari melihat satu jenis kehidupan ini pula akhirnya saya menemukan padanan kata dari cleaning service, yaitu pekarya.

Gregetnya boleh dibilang adalah saat saya berkunjung ke kantor seseorang yang waktu itu sedang dekat dengan saya. Beberapa pekarya kantornya terlihat rajin, tapi sekaligus dekat dengan orang sekitar.

Begitu pula dengan seseorang yang saya tunggu. Dia datang ke bawah setelah salah satu pekaryanya memberitahu bahwa ada yang menunggu. Bersamaan sapanya kepada saya, dia pun menyapa para pekaryanya bahkan sempat bertanya tentang hal pribadi. Nampaknya mereka memang sudah terbiasa menjalin komunikasi seperti itu.

Saya sempat tertegun melihat mereka.

Dan, pemandangan ini benar menancap di kepala. Tentang bagaimana memperlakukan para pekarya itu dengan baik serta bersahabat. Tidak menutup kemungkinan mereka pun akan didukung atas semua keputusan yang akan mereka ambil untuk masa depannya.

Lalu, pekerjaan dan keseharian saya yang tidak jauh dari kaum berjubah, seringkali membuat saya tidak mengerti. Mengapa ketika mereka bermasalah, seringnya kami, kaum perempuan menjadi alasan dan sumber dari masalah itu? Memangnya kami melakukan apa sih hingga menggoyahkan panggilan mereka?

Ada yang protes di dasar hati saya paling dalam.

Sebagai perempuan dan juga hidup bersama mereka, kaum berjubah, saya merasa semua baik-baik saja. Bukan masalah apakah saya atau mereka adalah tipe sosok idaman, tapi lebih karena kami mau saling menghormati dan tahu batasnya dimana.

Jadi terpikirkan... Tidakkah ada persahabatan tulus diantara kaum berjubah dan awam? Apakah semua cinta yang mereka punya harus berakhir dalam perkawinan? Apakah para Romo atau Pastor itu tidak boleh mengagumi seorang perempuan? Apa yang dicari saat mengenal seorang Romo? Betulkan jubah itu memang "senjata" paling dasyat untuk mempertunjukkan karisma mereka?

Dokpri
Dokpri

Bersamaan itu pula, saya sedang sering membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia dan buku tentang bahasa Sansekerta serta senang juga main ke taman di Balai Kota Bandung. Tempatnya sejuk dan tenang. Membuat banyak angan dan pikiran bertebaran. Beberapa puisi yang mendadak begitu menyerbu di kepala yang seringnya juga menyelipkan kata-kata baru dari dua buku dewa itu.

Ada keindahan tak terkira.

Apalagi ketika saya duduk di bangku panjang itu. Kalimat nanp puitis itu seperti menyerbu tanpa permisi.

Luar biasa sekali.

Hingga saya tekadkan untuk mencoba menulis. Apa pun yang ada di kepala dalam bentuk tulisan tangan. Kala itu komputer yang saya punya belum update, jadi daripada 2x menulis, mending nanti sekalian pas seanggang saya pindahkan ke komputer kantor.

Dan, entah berapa lembar tulisan itu saya lakukan di bangku panjang taman kota Balai Kota Bandung tersebut. Diantara angin sepoi atau daun berguguran. Membuahkan bahasa romantis yang kemudian menjadi salah satu ciri khas dari novel pertama saya itu.

Tentang Renjana

(bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun