"Tapi, apa Lex? Aku kan bukan seniman yang bisa langsung mewujudkan ide di kepala."
"Ah, gampang." Alex merangkul sobat baiknya itu. "Ide kalo dipikirin suka nggak mau muncul. Agak santai saja lah, siapa tahu bisa ujug-ujug nongol?"
Edo mengangguk-angguk.
"Pinter juga kamu ya, Lex..."
"Alex...," Alex menepuk dadanya sendiri, bangga. Berdua, mereka meninggalkan pusat perbelanjaan itu.
@@@
Perkara Edo sedang pe-de-ka-te dengan Vira, anak kelas sebelah, itu tidak diragukan lagi. Dari gerak-geriknya rasanya orang juga tahu. Tapi, kalau Edo kebingungan sendiri harus memberi apa untuk Vira di hari ultahnya seminggu lagi, itu baru berita.
"Kok kamu malah kebingungan sendiri sih?" Alex jadi merasa wajib bertanya begitu pada Edo. "Emang ada keharusan ngasih kado sama yang ulang tahun? Kalo gitu sih, gua juga mau dong. Kan dua bulan lagi, gua yang ultah."
"Ah, elu sih nggak usah," tebas Edo.
"Wah, diskriminasi nih..."
"Bukan gitu, Lex...," Edo nggak terima dituduh begitu. "Ini kan juga urusannya dengan pe-de-ka-te gua. Seenggaknya, kalo gua ngasih kado ke dia, gua bisa ngasih tahu kalo gua perhatian sama dia. Inget tanggal lahirnya. Mencoba memberikan sesuatu di hari bahagianya..."