Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepada Siapa pun, Berkalimat Baiklah

12 Juni 2021   16:33 Diperbarui: 12 Juni 2021   17:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah beberapa waktu lalu kejadian ini berlangsung.

Saya baru teringat lagi begitu ada beberapa kenalan yang mirip-mirip kejadiannya. Membuat saya tersadar kembali untuk tetap menggunakan kalimat baik dalam berinteraksi.

Tiap kali menemui seorang teman, saya pasti akan melalui si Mbak satu ini. Dia pun sudah hapal saya mau bertemu siapa. Maka kalau sambil menunggu si teman, saya dipersilahkan duduk di sekitarnya bekerja. 

Dia nampak tidak merasa terganggu dengan kehadiran saya. Karena kondisi ini pula, saya cuek-cuek juga kalau terpaksa mendengar dia menelpon seseorang. Entah siapa. Suaranya yang lantang, membuat usaha keras saya untuk tidak mendengar, ya kedengeran juga. Jadi, jangan salahkan saya kalau pada akhirnya saya bisa nulis ceritanya di sini ya hehe...

Meski kami nggak pernah ngobrol sampai lama atau pribadi, tapi dari gayanya menelpon dan beberapa orang lain yang sempat cerita, mbak satu ini memang unik. Dia selalu terlihat ingin sempurna. Ingin selalu dilihat sebagai perempuan bahagia meski dia tidak menikah. Selalu terlihat baik dan murah hati kepada orang lain di sekitarnya dan terlihat punya wawasan luas.

Terbukti, seringnya yang terdengar ditelpon adalah pembahasan tentang nasihatnya kepada yang ditelpon dan dihubungkan dengan ajaran agama yang dianutnya. Seringkali ia seperti mengajak yang ditelpon itu membaca semacam ringkasan atau kutipan kitab suci gitu.
Saya nggak terlalu paham. Cuma tahu bahwa itu bagian dari ajaran agamanya.

Suatu hari, si teman saya pernah cerita kalau si mbak ini pernah memarahi yuniornya karena sedikit kesalahan.
Tapi marahnya itu lho...
Sekantor sampai denger meski mereka sedang ada di ruang rapat.Bos mereka sampai harus turun tangan.

Nggak dijelasin detail apa kesalahannya. Hanya dibilang itu perkara kecil dan bisa langsung diatasi setelah keduanya diberi pengertian termasuk posisi rekan kerja si yunior.

Si teman cerita, yang kemudian bikin sakit hati yuniornya itu adalah pilihan kalimat katanya.
Bikin sakit hati.

Sampai akhirnya si bos sengaja muterin tugas kerja yunior itu sampai merasa tenang dan siap lagi berhadapan dengan si mbak itu.

Belum reda dengan cerita itu, si teman juga cerita kalau pekarya di kantor kali ini dibuat menangis oleh si mbak. Gara-garanya karena telat menghidangkan kopi di mejanya.

Si pekarya kebetulan sedang sakit perut, jadi ke WC dulu sebelum menghidangkan kopi itu.

Wuiiih... Kalau dengar cerita si teman, si mbak itu sampai melotot-lotot ke arah si pekarya lalu menunjuk-nunjuk sambil tiba-tiba bilang, "Kamu jahat!!!" Si pekarya sampai gemetaran dan akhirnya menangis.

Itu hanya karena soal segelas kopi.

Nggak sampai di situ saja, si mbak malah menuduh, soal alasan ke WC itu cuma alasan yang dicari-cari saja. Sebenarnya itu karena si pekarya benci sama dia dan punya maksud lain.

Duh.

Padahal si pekarya ini termasuk pekarya favorit karyawan di sana karena dedikasi kerjanya.

Si bos besar aja sampai pernah sengaja memberikan kursus gratis ke dia supaya kalau nanti keluar dari perusahaan itu dia punya modal keterampilan.

Naahhh... balik lagi saat saya menunggu si teman itu di sekitar si mbak yang sedang menelpon, telinga saya mendengar kalimat ini, "Jadi, kamu paham kan apa yang kita obrolin itu sudah ada aturannya. Kita jangan jahatin orang lain. Kita harus baik pada sesama. Kalau ada yang jahatin kita, jangan dibalas."

Saya sempat kesedak begitu dengar kalimatnya itu. Tanpa sengaja sempat bergumam, "Oh God..."

Untung setelah itu segera saya semakin menyibukkan diri lihat-lihat di HP. Jadi, nggak ketahuan kalau kuping saya sebenarnya mendengar apa yang sedang diperbincangkan.

Begitu bertemu si teman, saya segera cerita apa yang barusan saya alami. Si teman tertawa-tawa.

"Coba kamu lihat, dia ngomong nggak baik gitu pasti sama orang yang lebih muda atau secara posisi ada di bawah dia.... Kamu lihat kalau sama kami atau bahkan bos, dia pasti akan menampilkan semua citra baiknya kan?"

Bener juga ya....

"Kami sih sudah tahu semua tentang sifatnya itu. Ada kemungkinan dia butuh tempat untuk menumpahkan semua yang negatif dalam dirinya. Karena di kepalanya yang paling pas adalah mereka yang dianggapnya tidak setara, ya kejadian-kejadian yang pernah aku ceritakan sama kamu itu terjadi deh..."

"Trus, nggak ada tindakan apa gitu?"

"Haha.... Ini termasuk soal eksistensi dan rahasia perusahaan. Selain kemampuan dia masih dibutuhkan di sini. Sudah ada peringatan ke dia. Tapi, nggak perlu tahulah gimana..."

Saya cuma senyum-senyum.

Semoga si mbak semakin lebih bijaksana menghadapi kehidupannya. (anj21)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun