Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dengan Hati kepada Pasien Covid

10 Juni 2021   18:13 Diperbarui: 10 Juni 2021   18:28 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu saya mendengar kabar yang mengagetkan. Seorang kenalan yang harus terbang ke pulau lain esok harinya, ternyata sore hari sebelumnya mendapat kabar, tes PCR-nya positif. Padahal semua persiapan sudah lengkap, dia tinggal menuju bandara dan pergi ke tempat tugas barunya.

Begitu sore mendapat berita resmi tersebut, dia langsung memberitahukan kepada semua orang yang sempat kontak erat dengannya seminggu terakhir. Termasuk kepada bos saya yang sebenarnya tidak sempat lama ngobrol sebab rekan tersebut juga berpamitan. Beruntungnya, dia dianggap pasien covid bergejala ringan, jadi diperbolehkan isoman di rumah, tidak di rumah sakit.

Malam itu, bos saya memberitahukan keadaan rekan tersebut kepada saya sambil berpesan untuk tidak bertanya lebih jauh sebab pasti penyesalan si rekan akan lebih daripada orang lain yang hanya diberitahu status hasil tes PCR-nya. Saya mengerti. Bos saya juga akan melakuka tes antigen meski ia tahu tidak lama bicara dengan rekan itu, tetapi ia seharian bersama beberapa teman rekan lain yang beberapa hari sebelumnya mengadakan acara perpisahan. Maka, untuk antisipasi, ia memilih ikut tes saja.

Oleh karena kami sudah kenal baik dan si rekan sudah pernah pamit pula via telepon, saya tetap hati-hati sekali bertanya. Bukan basa basi lebay, tetapi dengan kalimat, "Hay kamu... Apakah baik-baik saja? Kalau butuh apa-apa, let me know ya..."

Sebab yang ditanya juga sudah tahu bahwa saya pasti sudah dapat kabar, maka ia pun tidak menjawab dengan basa basi pula. "Aku baik, Mbak... Sedikit shock, tapi aku percaya bisa cepat mengatasi ini."

Setelahnya saya hanya memastikan dia ada di tempat isoman yang aman dan terjamin. Dia menjawab dengan yakin bahwa semua sudah terjamin. Hingga beberapa hari kemudian, sapaan saya lewat chat, hanya sekadar salam dan guyonan biasa. Tanpa bertanya lebih lanjut tentang kondisinya.

Baru sekitar hari kesembilan, saya beranikan giman kondisi tubuhnya saat itu? Apapkah ada keluhan lain? Ternyata tidak sama sekali selain rindu beberapa makanan yang biasanya bisa bebas dia dapat saat sehat. Dia pun memberitahu dimana ia isoman hingga beberapa hari ke depan. Dengan pesan, jangan bilang ke teman-temannya sebab hanya saya yang tahu. 

Tentu saya sanggupi walau setelah itu ada saja yang bertanya dimana dia isoman dengan alasan ingin memastikan apakah terjamin dan bisa memudahkan semua akses yang dibutuhkannya? Saya tidak bilang. Kalau sedikit memaksa saya minta mereka bertanya sendiri saja.

Cerita lain, seorang Pastor sudah diumumkan ke khalayak bahwa ia masuk rumah sakit dan dalam penanganan khusus karena terserang covid disertai penyakit penyerta. Sejak saat itu, semua grup WA yang berhubugnan atau merasa kenal Pastor tersebut mendapat banyak berita. Memang rata-rata berita baik, seperti ajakan mendoakan. Tetapi, di sela berita tersebut, saya pun sempat dibagikan kabar yang bikin saya geleng-geleng.

Pernah ada berita tentang kebutuhan darah plasma sampai cukup lama dengan narasi yang menggugah orang untuk membantu. Tetapi, sebenarnya beberapa waktu setelah berita resmi itu ada, kebutuhan itu disetop karena sebuah alasan pasti dari pihak rumah sakitnya.

Lalu ada lagi cerita bahwa semua orang terdekat serta mengenalnya sudah berkumpul di ruang ICU untuk berdoa karena kondisi kritisnya. Bahkan diberitakan sebuah biara kosong karena semua penghuninya ke rumah sakit. Padahal seorang pekarya biara yang saya kenal malah cerita, di biara penghuninya nggak boleh kemana-mana sebagai antisipasi semua kondisi.

Yang sempat membuat saya geleng-geleng kepala ketika suatu pagi sudah dikirimi berita dari seorang teman yang bermaksud bertanya . Berita yang entah sudah berapa kali dikirim ulang itu menyatakan bahwa Pastor yang dimaksud sudah meninggal dunia. Lengkap dengan waktu dan sementara ada dimana.

Tentu saja saya tidak percaya. Langsung saya cek kepada yang lebih paham. Ternyata orang yang lebih paham itu malah baru tahu ada berita itu. Pastor yang dimaksud masih ada di ruang ICU. Memang sekitar seminggu kemudian beliau dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Namun, semua rentetan berita sebelumnya tetap membuat saya dan teman-teman yang tahu merasa gemas.

Hingga meninggalnya pun, spekulasi penyebab meninggalnya sampai dihubungkan soal vaksin pun masih berseliweran. Duh...

Cerita terakhir adalah cerita yang dialami seorang adik yang saya kenal baik. Kebetulan kami sudah sangat dekat lama, kalau ada apa-apa cerita. Beberapa hari sebelum ia dinyatakan positif sempat bersama saya sebentar.

Sejak awal dia merasa tidak enak badan, saya berusaha untuk menemani meski hanya lewat chat. Menyarankan dia untuk memeriksakan diri serta terbuka dengan keluarganya. Saya juga mengerti tentang ketakutan dan kekuatirannya. Saya hati-hati sekali untuk menyarankan beberapa hal.

Ketika hasilnya positif, saya orang pertama yang diberitahu. Meski nadanya tetap riang, saya tahu dia memendam kekuatiran terutama harus bagaimana lagi sementara keluarganya ada yang malah memberi saran yang membuatnya makin panik. Maka kami bersama mencoba cari cara termudah dan bisa dijangkau dengan aman olehnya.

Di pihak lain, saya pun berusaha menenangkan diri sendiri. Biar saya merasa aman, apalagi sudah komplit divaksin, tetap saja rasa cemas itu muncul. Namun, saya pun harus terbuka kepada bos dan beberapa orang yang berhubungan. Kepada bos saya detail menerangkan kondisi. Namun, kepada orang-orang yang tidak berhubungan langsung dengan keadaan ini saya hanya memberitahu akan menjalani isoman karena ada rekan yang positif dan saya sempat bertemu.

Dari sini banyak pertanyaan dimulai. Bukan untuk diri saya sendiri saja, tetapi kepada adik yang positif tersebut. Bahkan ada yang sama sekali tidak kenal, bertanya dengan atas nama "bukan zamannya lagi menyembunyikan yang terkena covid" atau "siapa tahu dia butuh bantuan".

Atas semua alasan itu agar saya lebih detail cerita, saya hanya jawab bahwa anak itu sudah mendapat tempat isoman yang terjamin dan saya akan tes swab (yang ternyata hasilnya negative). Ada yang berhenti bertanya, ada yang masih berusaha dengan segala alasan untuk mengetahui anak yang dimaksud.

Sebenarnya, saya tidak ingin menyembunyikan. Tetapi, mengingat dari awal dia cukup panik dan kami berdua juga butuh waktu untuk menenangkan diri atas kondisi ini, saya memutuskan untuk tidak bicara banyak dulu tentang dia terutama. Kalau seiring waktu ketahuan nama dan cerita, tentu saya akan jawab. Secukupnya.

Belum lama ini, kenalan saya yang seorang dokter memberi pengumuman di medsosnya bahwa dia tidak masuk ICU dan belum perlu donor plasma. Dia masih terus berjuang untuk kesembuhan covid yang menyerang di rumah sakit, harus menghadapi hoax menyangkut dirinya sendiri.

Dari semua cerita itu, saya rasa ada beberapa hal yang baik bisa kita lakukan sekiranya kenalan atau keluarga kita terdampak covid 19.

  • Jika sudah mendengar pasti ada orang yang kita kenal terdampak covid, usahakan gunakan kalimat yang tidak membuatnya banyak berpikir untuk menjawab karena dia sendiri juga mungkin sedang berpikir untuk kondisinya sendiri. Terutama saat nama yang dimaksud bukan kenalan baik atau keluarga, sebaiknya tidak perlu ditanya detail. Bantu doa saja. Bila diperlukan untuk dibantu, silahkan dibantu tanpa harus dipaksa dengan segala macam alasannya.
  • Sekiranya ada berita yang berhubungan berasal dari orang atau tempat yang tidak dikenal, sebaiknya dikroscek kepada pihak yang lebih mengerti.
  • Apa pun alasannya, menyebar kabar tidak benar apalagi membuat sendiri atas nama pasien, itu hal sangat tidak baik. Bukan saja karena merupakan sebuah kebohongan, tetapi juga bisa berpengaruh kepada pihak pasien dan keluarganya.

Mari tetap saling jaga, saling ingatkan dan hormati satu sama lain.
 #anj2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun