Kejadian ini sekitar bulan Juli tahun lalu. Ketika orang sudah berani unjuk diri lagi setelah beberapa bulan sebelumnya dikepung ketakutan serta kekhawatiran atas bencana penyakit yang terjadi.Â
Kecanggihan komunikasi beserta perangkatnya membuat kami mau mencoba saling tegur sapa intens lagi meski harus berjauhan, masih belum boleh tatap muka.
Rada aneh memang, berbicara dihadapan seperangkat alat dan teknologi canggih yang sebenarnya tetap bisa melihat ekspresi atau atensi masing-masing. Tetapi, kita tidak pernah tahu yang sesungguhnya terjadi di sana, apalagi sudah memakai latar belakang layar yang beragam bentuk. Makin menutupi ada apa di belakang wajah yang berusaha setia dalam layar monitor itu.
Selain faktor perbedaan respons saat tatap muka dan tatap monitor, bisa jadi karena kita "dipaksa" diam memperhatikan untuk beberapa waktu itu membuat fenomena baru yang menarik.Â
Fenomena ini berhubungan dengan cara kita berkomunikasi sejak pandemi ini. Ditambah dengan budaya instan melalui segala kemudahan dari media sosial sudah lama kita pahami dan tetap membuat kita harus hati-hati menyikapinya.
Kembali pada kejadian bulan Juli 2020 lalu, saya dan anak-anak muda yang saya dampingi, untuk pertama kalinya saling tatap muka via media Zoom Meeting. Kebetulan mereka adalah pengurus dari sebuah komunitas.Â
Sebagai pengurus, mereka pun berkeluh kesah tidak bisa melaksanakan rencana program kerja mereka sebab situasi yang belum jelas dan cenderung membuat mereka pesimis. Belum lagi tugas-tugas kuliah yang kini pun harus beradaptasi banyak.
Padahal, sebagai rasa tanggung jawab mereka sebagai pengurus, mereka ingin melaksanakan proker dengan baik sekaligus mencoba adaptasi juga dengan semua kondisi. Tetapi, mereka bingung bentuknya bagaimana.
Dari ngobrol ngalur ngidul dulu, lalu saya mengusulkan untuk kunjungan ke beberapa tempat yang berhubungan. Selain sebagai salah satu melaksanakan proker juga ajang silaturahmi agar saling tahu kondisi teman-teman mereka bagaimana. Siapa tahu keadaan membaik, jadi bisa lebih mudah tatap muka nanti.
Begitu saran selesai saya jelaskan, pertanyaan pertama yang muncul adalah, "Nanti kami di sana ngobrolin tentang apa, Mbak?"