Berdasarkan data dai Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah desa di Indonesia yakni 81616 desa. Sementara, Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki desa paling banyak (8.576 desa). Jumlah tersebut lebih banyak 7 desa dibandingkan dengan Jawa Tengah yakni 8.569 desa. Sedangkan, provinsi dengan desa paling sedikit yakni DKI Jakarta dan Kepulauan Bangka Belitung masing-masing 270 dan 387 desa. Berdasarkan kondisi ini Indonesia memiliki banyak sekali peluang menjadikan desa wisata menjadi objek wisatawan yang bisa di kunjungi jika bisa dikembangkan dengan baik.Â
Banyak hal yang bisa digali dari kebudayaan Indonesia yang multikultural dari mulai bahasa, tarian, makanan dan juga wisata alam yang asri serta masyarakat Indonesia yang ramah. Hal ini tentunya menjadi peluang digali lebih dalam agar dapat berkembang dan menjadi pemasukan. Para pemuda di desa yang berintektual rata - rata lebih berpeluang untuk transmigrasi dari desa ke kota yang berkembang untuk mengembangkan diri serta mencari pekerjaan yang lebih layak, sehingga yang bisa tinggal di desa adalah mereka yang masih mendapatkan pekerjaan di desa serta para orang tua yang sudah berusia, terkadang karena tidak adanya pekerjaan lagi para orang tua rela ikut para anak - anaknya yang tinggal di rantauan, sehingga orang - orang yang tinggal di desa menjadi berkurang.Â
Keberadaan desa wisata saat ini memiliki daya pikat yang baik. Bukan saja karena Indonesia terdiri dari beragam tradisi dan kebudayaan, namun kekayaan alam yang terbentang antara desa satu dengan desa yang lain memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Sehingga ketika wisatawan mencoba untuk mengetahui lebih dalam salah satu desa wisata di Indonesia, sudah barang tentu akan mengunjungi. Oleh karena itu, prinsip utama yang diterapkan oleh desa adalah bagaimana nilai-nilai luhur baik tradisi maupun kebudayaan yang melekat dan sudah menjadi karakter harus tetap terlindungi. Istilah saat ini, konsep yang dapat dikembangkan tersebut adalah konservasi lingkungan supaya habitat di dalamnya tidak punah (prinsip ekowisata).
 The International Ecotourism Society atau TIES (2002) memaparkan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal. Pola seperti ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Ada beberapa negara yang telah menerapkan strategi tersebut dengan tujuan utama menjaga lingkungan melalui aktivitas konservasi. Model seperti ini sudah dilaksanakan oleh beberapa negara. Â
Berbicara mengenai peluang desa, seluruh elemen yang ada di desa merupakan potensi yang memiliki daya tarik wisatawan. Lebih dari itu, desa mampu menyuguhkan tradisi, budaya, lingkungan, dan aktivitas yang belum tentu dimiliki desa lain. Artinya, sebuah tatanan kehidupan sosial masyarakat setidaknya memberi harapan bahwa aspek kepariwisataan yang dibangun dan dikembangkan tidak lepas dari pola kehidupan mereka. Bagaimanapun tidak hanya manusia, namun hewan dan tumbuhan juga membutuhkan tempat tinggal yang layak. Menjaga alam dan merawat dengan baik juga menjaga kelangsungan hidup seluruh ekosistem. Maka, harus ada kesepakatan awal di antara masyarakat desa dalam rangka mengembangkan potensi alam. Jika hal ini sudah berjalan dengan mudah pemerintah dan masyarakat akan mengembangkan desa wisata. Beberapa kekayaan yang dimiliki antara lain:
1. Wisata petualangan biasanya di pegunungan. Karena yang ideal terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi, lingkungan asri dan masih menyimpan struktur alamiah yang belum tersentuh tangan manusia.Â
2. Wisata agro dengan salah satu potensi untuk pendidikan, seperti cara menanam hingga memetik hasil panen, terlebih jika terdapat goa-goa di sekitarnya. Contoh Kaligua di Bumiayu, Jawa Tengah.Â
3. Wisata bahari dengan nuansa pesisir pantai juga menyediakan aneka petualangan air seperti sky boat dan driving. Jika menjaga keanekaragaman hayati yang hidup di laut seperti mangrove juga dapat mendatangkan keuntungan ganda. Hal ini yang dilakukan masyarakat Kaliwlingi di Brebes, Jawa Tengah.Â
4. Wisata kuliner juga memperkenalkan masakan khas daerah di tempat tinggal mereka. Antara lain Soto Lamongan dan Soto Betawi, atau Sate Solo dengan Sate Madura yang memiliki resep berbeda, taoco pekalongan, megono dll. 5.Â
Wisata budaya dan sejarah secara umum tak berbeda jauh. Tinggal sisi pengemasan seperti dibuatkan monumen, museum, atau pertunjukan lain untuk melestarikan dan memperkenalkan ke wisatawan.Â
6. Wisata kreatif identik dengan sebuah kerajinan tangan masyarakat lokal. Walau sama-sama membatik, namun antara batik Jogjakarta, Pekalongan, maupun Cirebon jelas memiliki ciri khas sendiri. Artinya, model-model destinasi wisata yang berbasis pada ekowisata pada dasarnya sangat luas dan memiliki nilai-nilai leluhur yang sudah dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang datang dari luar desa. Karena konsep desa wisata yang ketika dikelola dengan prinsip keadilan, kesetaraan, dan proporsional jelas memberikan nilai positif. Maka segala kebutuhan yang diperlukan desa dalam mengembangkan wilayah harus sesuai dengan kebutuhan desa tersebut.Â
Strategi pengembangan desa melalui pembinaan masyarakat juga dapat dilaksanakan supaya satu orang dengan yang lain memiliki pemikiran yang sama. Walau pada proses awal melalui tahap brainstorming yang memungkinkan masing-masing orang memiliki wacana. Ketika seluruh elemen masyarakat sudah sepaham maka mulai membuat rantai pasokan kebutuhan untuk desa. Hal ini bisa dikelola swadaya atau melalui koperasi. Misalnya, penjual kuliner membutuhkan beras, maka harus ada petani padi. Petani padi membutuhkan lahan, maka harus ada tanah desa yang siap menanam padi juga koperasi yang menjual bibit padi. Begitu pula dengan aspek lain seperti cenderamata, atraksi wisata, dan sebagainya (Syah, 2014).Â
Secara ekonomi uang yang masuk dari wisatawan kemudian dikelola masyarakat dan tidak keluar, maka semakin menumpuk di dalam dan membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini sesuai 11 asas yang diamanatkan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yaitu, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan. Bagaimanapun terobosan-terobosan di masa depan tetap terus digali oleh desa wisata. Jangan sampai, wisatawan jenuh dengan model-model pariwisata yang ada di desa. Butuh inovasi yang tinggi untuk mengelola pembangunan dan pengembangan desa wisata sesuai kemampuan yang dimiliki oleh desa tersebut. Apalagi saat ini, desa-desa mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Berbagai program pembangunan desa sudah digalakkan, salah satunya melalui Alokasi Dana Desa. Awal kemunculan wacana tersebut adalah supaya membantu mempercepat dan memuluskan pembangunan di desa-desa. Butuh pengetahuan mendalam guna mengembangkan potensi yang dimiliki desa. Karena, pada dasarnya pembangunan desa bukan sekedar pembangunan fisik.
Bersasarkan kondisi potensi yang ada di Indonesia, banyak hal yang perlu dilakukan untuk menjadikan desa wisata agar dapat berkembang menjadi investasi masa depan bagi masyarakat lokal dan Indonesia, antara lain:Â
1. Pemerintah daerah dan pemerintah desa selaku stakeholder harus memberikan ruang gerak yang bebas kepada masyarakat untuk berkreativitas dalam usaha membangun desa wisata.Â
2. Dukungan yang diberikan kepada masyarakat di desa wisata perlu berkesinambungan dan terus menerus namun tetap melakukan tahap monitoring dan evaluasi sehingga tidak berjalan stagnan.Â
3. Masyarakat dituntut lebih proaktif dalam rangka mengapresiasikan diri agar keluar dari kemiskinan dan pengangguran melalui kerja nyata di lingkungan sendiri.
4. Para pemuda di desa diberikan pelatihan untuk mengembangkan desa wisatanya secara kreatif agar dapat berkembang tanpa harus transmigrasi.Â
5. Pengembangan desa wisata berupa konsep yang inklusif agar para penyandang disabilitas dapat mengakses desa wisata tersebut.Â
6. Pengembangkan penginapan berbasis desa di masyarakat lokal yang perlu dikelola dengan baik dengan sajian makanan yang perlu dieksplore tanpa mengurangi budaya yang ada di masyarakat setempat.Â
7. Perlu adanya packaging penjualan paket desa wisata yang bekerja sama dengan biro perjalanan travel ataupun tour bis agar dapat diakses dengan mudah.
8. Bekerja sama dengan situs traveloka atau situ jalan - jalan agar menjadi salah satu destinasi yang dapat diakses dengan mudah oleh para wisatawan yang perlu berkunjung.Â
9. Menjaga kelestarian alam didesa wisata dengan menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga benda - benda yang ada di desa wisata. Agar eksistensi desa wisata tetap terjaga sampai di masa depannya.Â
10. Memberikan pelatihan - pelatihan khusus kepada para pemangku kepentingan di desa wisata secara berkala agar dapat membina desa wisata dengan tepat serta para masyarakat yang berada pada desa wisata tersebut.Â
Jika beberapa aspek tersebut dilaksanakan dengan baik maka, dapat kita lihat di masa depan banyak desa wisata yang akan berkembang dan masyarakat yang akan meningkat secara perekonomian.Â
http://adira.id/e/fkl2022-blogger
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H