Menurut Nations Development Program (UNDP) 2011, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei dengan indeks 0,67 persen, sedangkan Singapura dan Malaysia mempunyai indeks yang jauh lebih tinggi yaitu 0,83 persen dan 0,86 persen. Menurut Subandi (selaku Direktur Pendidikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)), Indeks tingkat pendidikan tinggi Indonesia juga dinilai masih rendah yaitu 14,6 persen, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang sudah mempunyai indeks tingkat pendidikan yang lebih baik yaitu 28 persen dan 33 persen. (Sumber : http://www.beritasatu.com).
Â
Menurut Pria Gunawan, Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan hingga kini sebanyak 3,6 juta warga Indonesia masih buta aksara. Provinsi yang memiliki warga buta aksara paling banyak adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebanyak 16,48 persen, Nusa Tenggara Timur 10,13 persen, Sulawesi Barat 10,33 persen, dan Papua 36,31 persen. (Sumber : http://www.tempo.com).
Â
Dampak dari rendahnya pendidikan di Indonesia dan masih adanya penduduk Indonesia yang buta aksara maka sulit untuk memajukan pembangunan Bangsa yang akan berimbas pada kemunduran berbagai sektor baik ekonomi, pemerintahan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Â
Berbicara masalah rendahnya pendidikan di Indonesia maka tak lepas dari peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru. Guru merupakan unsur yang paling penting dalam proses pendidikan. Tanpa adanya guru, pendidikan hanya menjadi slogan dan pencitraan karena segala bentuk kebijakan dalam sektor pendidikan pada akhirnya yang akan menentukan tercapainya tujuan pendidikan adalah guru. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan.
Â
Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru akan melakukan interaksi landsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di ruang kelas.
Â
Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai. Namun secara distribusi dan mutu, pada umumnya masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase lebih dari 50% di seluruh Indonesia.