Mohon tunggu...
Benyaris A Pardosi
Benyaris A Pardosi Mohon Tunggu... profesional -

Pendatang di Negeri Orang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jokowi, Megawati dan Ballon d’Or

13 Januari 2014   11:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_289859" align="aligncenter" width="626" caption="Iustrasi: tribunews.com (edit pribadi)"][/caption]

Layaknya air Bah, pencalonan Jokowi menjadi presiden sepertinya tidak lagi bisa dihentikan, survei terus membuktikan bahwa mantan Wali Kota Solo yang kini menjabat Gubernur DKI ini (masih) berada di urutan teratas bursa capres. Idealnya Jokowi memang harus menyelesaikan masa baktinya di Jakarta sebagai sumpah jabatan yang dipegangnya saat dilantik menjadi Gubernur. Membenahi Jakarta terkhusus dari masalah banjir dan kemacetan menjadi tanggung jawab besar yang harus ia selesaikan.

Akan tetapi tak bisa dipungkiri, rakyat seolah tidak peduli akan posisinya sebagai Gubernur, rakyat seolah tidak mau tahu mengenai sumpah jabatannya, atau mengenai masa baktinya selama lima tahun di Jakarta. Ia diinginkan menggantikan presiden SBY yang masa jabatannya akan segera berakhir. Tentunya melalui mekanisme pemilu. Dari waktu ke waktu dukungan terus menguat bahkan di seluruh wilayah Indonesia yang akan menjadi daerah diadakannya pemungutan suara. Terbaru, dukungan mengalir dari kaum waria se-Indonesia yang menyatakan dukungannya terhadap Jokowi.

Bagi PDIP hal ini bisa menjadi angin segar, kemenangan ada di depan mata jika hanya mempertimbangkan kemenangan partai moncong putih. Akan tetapi tentu menjadi dilema bagi mereka yang saat ini dipimpin oleh Megawati serta masih ingin mencoba peruntungan untuk kesekian kalinya dalam perebutan kursi kepala negara. Meski sudah pernah mengecap kursi istana negara. Namun singkatnya masa kepemimpinan (2001 – 2004) sepertinya masih membuat Megawati penasaran dengan suasana istana. Keok dari SBY tahun 2004 dan 2009 masih menyisakan asa dalam dirinya. Kehadiran Jokowi yang notabene adalah kader PDIP bisa menjadi bumerang baginya, jika memang masih sangat ingin mencalonkan diri.

Bukti nyata bahwa kehadiran Jokowi menjadi masalah adalah munculnya PDIP Projo yaitu kader-kader yang mendukung Jokowi menjadi calon presiden. Gerakan ini lahir karena adanya wacana yang memunculkan nama Jokowi sebagai calon wakil presiden Megawati. Majunya Megawati menjadi capres otomatis memupus harapan Jokowi menjadi capres. Perpecahan pun tercium dalam tabuh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan karena Megawati selaku pimpinan partai dinilai lamban dalam menetapkan Jokowi sebagai capres.

Munculnya PDIP Projo sebenarnya menjadi tanda tanya kecil, kader-kader yang mendukung Jokowi berada pada dua sisi. Antara ketulusan ingin memajukan Jokowi sebagai calon presiden karena dinilai layak memimpin negeri ini dan strategi kampanye dalam pemilihan legislatif yang bisa memanfaatkan popularitas Jokowi. Di beberapa daerah (kampung penulis) bahkan menggunakan gambar Jokowi sebagai backgroud caleg-caleg PDIP, bukan lagi Megawati bahkan Soekarno.

Jika alasan strategi untuk mendongkrak suara calon legislatif maka Jokowi dimajukan sebagai capres maka tentulah Megawati berada pada jalur yang benar untuk tidak buru-buru mendeklarasikan Jokowi. Jangan sampai Jokowi diperalat menjadi boneka politik atau bintang iklan kader partai yang akan maju sebagai calon legislatif. Namun jika memang kader-kader PDIP memang sepakat dengan masyarakat kebanyakan untuk memajukan Jokowi sebagai capres karena pertimbangan kelayakan, maka Megawati sebaiknya merelakan Jokowi menjadi calon dari PDIP.

Ballon d’Or

Hari ini 13 Januari 2014 akan diadakan pengumuman pemenang FIFABallon d'Or tahun 2013 di Zurich, Swiss sekitar pukul 00.00 WIB malam nanti. Sejauh ini ada tiga kandidat peraih penghargaan pesepakboa terbaik dunia. Lionel Messi yang sejak 2009 telah empat kali menerimanya masih berada dalam daftar tiga besar, kemudian bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo yang menerimanya tahun 2008 kala berseragam Manchester United. Nama terakhir yang juga patut diperhitungkan adalah bintang Bayern Munchen Franck Ribery yang berhasil membawa timnya meraih treble winner tahun lalu.

Akan tetapi pandangan dunia sepertinya “hanya” tertuju kepada dua nama pertama, Ronaldo dan Messi memang terus menjadi sorotan, karena mereka adalah rival dalam satu liga yang memperebutkan tropi liga Spanyol. Selain itu keduanya sering bertarung dalam perebutan sepatu emas yang diberikan kepada para pencetak gol terbanyak. Skill dan ketajaman keduanya bahkan sering mendapat julukan sebagai alien dari para penggila sepak bola dunia.

Presiden UEFA Michel Platini menyebutkan bahwa tahun ini merupakan tahun tersulit untuk menentukan pamain terbaik dunia. Memilih satu yang terbaik dari tiga pemain terbaik tersebut menurutnya sangatlah tidak mudah. Messi dinilai masih layak mendapatkan Ballon d’Or untuk kelima kalinya karena berhasil membawa Barcelona memenangi tropi La Liga. Ribery juga cukup layak menjadi pesaing karena prestasi klub yang dibelanya serta kontribusinya bagi klub. Sedangkan Ronaldo dinilai tampil sangat konsisten baik di level klub maupun tim nasional Portugal, jumlah golnya juga menjadi sebuah catatan penting untuk menempatkannya sebagai pemain terbaik.

Capres dan Ballon d’Or

Terpilih atau tidaknya Jokowi sebagai capres PDIP tentu akan menimbulkan pro dan kontra sebab selain memiliki pendukung yang banyak, Jokowi tentu bukan tanpa haters di Indonesia. Banyak yang anti terhadap Jokowi yang tentu berasal dari partai lain yang menjadi saingannya. Tentu hal tersebut menjadi hal yang sangat lumrah terjadi dalam segala bentuk yang di dalamnya terdapat pendukung atau supporter.

Tak jauh berbeda dengan pemilihan Ballon d’Or, siapa pun yang terpilih nanti malam menjadi pemain terbaik dunia, pasti akan ada pro dan kontra, menghujat dan dihujat. Pastinya pertimbangan utama untuk terpilih tak lain haruslah kelayakannya untuk menerima penghargaan tersebut. Pertimbangan prestasi adalah penentunya.

Apakah Jokowi memang layak menjadi capres karena pertimbangan skill atau prestasinya? Atau dia hanya menang pandai menempatkan diri di tengah masyarakat sehingga bisa menarik simpati publik. Apakah Messi akan mempertahankan penghargaan yang sudah dimilikinya selama empat tahun terakhir, atau Roanldo merebutnya untuk kali kedua setelah puasa setelah pindah dari Manchester United, atau Ribery yang muncul membuat kejutan? Menarik ditunggu. Salam..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun