“ Rifki, kamu jangan ikut campur pembicaraan orang tuaku ! “ Ungkap ayahku.
“ Tidak, tidak Pak, tidak apa dia menanyakannya”. Ungkap tetangga baru kami itu
“ Namanya Roni. “ Ucap si ibu. Aku mulai ketakutan dan jantungku berdetak sangat cepat.
Lalu aku memberanikan diri bertanya lagi, apakah aku boleh melihat fotonya. Ayah marah dan menyuruhku naik ke kamarku. “ Ayah, aku kan cuma mau lihat fotonya saja. “ Ucapku
Sang suami segera mengeluarkan dompetnya dan menunjukkan foto Roni yang berfoto dengan keluarganya kepadaku.
“ Tidaakk, tapi anak ini baru bermain denganku sore ini di depan rumah! Kami berhenti bermain, karena Roni bilang ia harus mengantarkan rantangan makanan utnuk ayahnya di sawah. “ Ungkapku dengan terbata-bata.
“ Apakah itu benar, nak. ” Ucap Bapak, tetangga baru kami.
“ Benar, pak. “ Gumamku. Aku langsung berkata sekenanya, “ Apakah bapak dan ibu, pernah membersihkan empang milik bapak dan ibu ? Karena tadi siang Roni berkata bahwa ia sangat suka bermain di empang itu dengan bebek - bebek yang Bapak pelihara. “
“ Kalau memang Roni tenggelam di empang itu, harusnya jasadnya akan mengapung di empang itu. Itu tidak mungkin. “ Ungkap sang suami yang bernama lengkap Ilham Sanusi.
Pak Ilham dan istrinya pamit dan mendapatkan ide untuk melakukan pembongkaran empangnya. Ia menyalami ayah dan beranjak dari sofa, lalu menuju pintu ruang tamu di temani ayahku. Ayah kemudian menutup pintu dan menguncinya. Lalu ayah duduk kembali di sofa dan menyuruhku untuk segera tidur, sambil tangan kanannya menekan tombol remote televisi. Tapi aku menolak untuk tidur dan memilih untuk menemani ayah menonton berita di salah satu televisi swasta. “ Kamu ini, selalu saja mengikuti apa yang ayah lakukan. “ Ucap ayahku.