Cagar budaya harus kita jaga, jangan sampai dirusak. Pentingnya menjaga cagar budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan pegiat budaya saja, tetapi kita semua termasuk masyarakat umum. Apa tanggung jawab masyarakat umum? Minimal, tidak mencorat-coret atau merusak cagar budaya.
Sayangnya, baru-baru ini ada aksi vandalisme di mana cagar budaya di Yogyakarta jadi sasarannya, yakni Monumen Serangan Oemoem 1 Maret 1949 atau Monumen SO 1 Maret yang berada di kompleks Benteng Vredeburg. Padahal, monumen ini belum lama direstorasi, tepatnya pada Oktober 2018 lalu.
Seperti yang diberitakan koran Tribun Jogja 20 Februari 2019, relief yang tadinya hitam polos menjadi ternoda dengan warna-warni cat. Bahkan, ada yang mengecapkan tangan pada relief. Pihak Konservator Museum Benteng Vredeburg mengatakan bahwa vandalisme kali ini adalah yang terparah. Sebelumnya juga ada vandalisme tetapi di bawahnya, tidak tepat pada relief.
Vandalisme tersebut awalnya diketahui oleh petugas kebersihan di Benteng Vredeburg. Setelah itu, pihak konservator melakukan penyemprotan. Di dekat museum tersebut juga ditemukan empat botol cat, ada pink dan ungu.
Pihak konservator menaksir harga perbaikan bisa mencapai Rp 100 juta. Untuk mengantisipasi vandalisme terjadi lagi, akan dipasang CCTV yang merekam segala aktivitas di Museum SO 1 Maret. Lampu penerangan juga akan ditambahkan. Petugas keamanan didorong untuk mengawasi di lapangan dan lewat CCTV.
Di manapun, aksi vandalisme cukup meresahkan dan menyusahkan. Tindakan ini juga merugikan pemerintah karena cagar budaya yang jadi sasaran vandalisme harus direstorasi lagi. Untuk restorasi, tentu tak mengeluarkan biaya yang sedikit.
Saya sebagai warga DIY merasa jengkel dengan adanya vandalisme ini. Aksi ini tak mencerminkan perilaku yang beradab. Saya ingin agar cagar budaya di Yogyakarta selalu dijaga keutuhan, kebersihan, dan kerapiannya.Â
Merujuk UU Nomor 11 Tahun 2019, saya memahami cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia. Keberadaannya sangat penting untuk ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga harus dilestarikan.
Bahkan dijelaskan di website Kemendikbud bahwa melakukan kejahatan terhadap cagar budaya dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.
Untuk mengantisipasi segala aksi vandalisme di tempat umum memang perlu adanya pengawasan ketat dan sanksi tegas bagi pelaku. Namun, sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak mencorat-coret dan merusak sarana publik juga perlu dilakukan sampai mereka peduli terhadap cagar budaya dan fasilitas publik yang ada serta menjaganya.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius dari pemangku kebijakan agar hukuman pelaku vandalisme dirancang dan diterapkan lebih tegas. Semoga, ini juga menjadi perhatian seorang Bambang Soepijanto yang mengajukan diri untuk menjadi Anggota DPD DIY 2019-2024. Apalagi, Bambang memiliki misi mulia, salah satunya "Mewujudkan Provinsi DIY sebagai tujuan wisata edukasi Domestik dan Internasional".
Bambang Soepijanto merupakan mantan Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ia juga pernah berkuliah di Jurusan Pertanian UPN Veteran Yogyakarta.
Ia maju berkontestasi untuk menjadi Anggota DPD DIY dengan slogan "DPDnya Wong Cilik". Langkah ini sebagai bentuk kepeduliannya terhadap alam, budaya, dan masyarakat DIY.
Bambang kini aktif berbagi informasi bermanfaat seputar isu terkini di Yogya dan Pemilu melalui halaman Instagramnya di @bambangsoepijanto_dpd24, Facebook: BambangSoepijanto, dan Twitter: bambang24dpddiy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H