Mohon tunggu...
BENTAR SAPUTRO
BENTAR SAPUTRO Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar di semestaNya

ketik huruf, angka dan tanda baca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Balai Desa Kok Dibubarkan?

26 Oktober 2017   16:06 Diperbarui: 27 Oktober 2017   08:26 2605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Balai Desa (dokpri)

Ada sebuah desa di daerah agak terpencil namun sudah berbau kota. Desa tersebut memiliki banyak penduduk di dalamnya. Penduduk yang selalu menghuni dan sangat kerasan untuk tinggal di desa tersebut.

Yang namanya sebuah desa, pasti memiliki semacam "balai". Kita sering menyebutnya sebagai Balai Desa. Tempat ini biasa digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas yang mendukung kemajuan desa itu sendiri.

Namun balai ini lebih dari sekadar memajukan desanya sendiri, lebih dari itu. Balai ini melayani seluruh komponen yang melingkupi kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan luar pulau di mana balai desa itu berada. Program-program unggulan yang sudah dirancang setiap tahunnya, dimaksudkan untuk melayani seluruh lapisan masyarakat desa itu khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Bebarapa bulan terakhir beredar rumor, isu, kabar angin bahkan mendekati fakta dan kenyataan. Bahwa balai desa ini akan segera "disudahi". Padahal desa itu sudah berdiri dan lahir sejak puluhan tahun silam. Sudah melewati beberapa generasi. Lah kok tiba-tiba ada klausul balai desa ini akan segera gulung tikar.

Apa alasannya? Bagaimana bisa balai desa itu mendadak terancam? Asal-usulnya dari mana? Berangkat dari kebijakan dan keputusan yang seperti apa?

Tidak tanggung-tanggung desa yang terancam sirna sebanyak 3 (tiga) balai. Lokasi desa tersebut terletak di 3 kota besar, Semarang, Yogyakarta dan Sidoarjo.

Namanya sebuah desa pasti ada Kepala Desanya. Dan meskinya juga ada Lurahnya. Mohon untuk dibedakan antara Kepala Desa dan Lurah. Yang berjalan memimpin keberlangsungan balai desa selama ini adalah Kepala Desanya. Tentu saja mendengar dan mengalami bahwa desanya akan "diselesaikan", Sang Kepala Desa merasa harus ada tindakan untuk mencegah supaya balai desa beserta isinya tidak jadi dieksekusi. Soal Kepala Desa dan Lurah tidak akan dibahas lebih lanjut di sini. Namun, aku yakin masing-masing balai desa tersebut memiliki Lurah yang bekerja secara senyap dan tak banyak orang mengetahuinya.

Ketiga Kepala Desa ini melakukan koordinasi dan sinkronisasi secara sinergis dengan atasannya yang lebih tinggi dari desa. Siapa atasan mereka? Namanya juga Desa, secara hirearki merangkak ke level kecamatan di atasnya lagi ada level kabupaten, lalu ada provinsi yang membawahi level sebelumnya.

Lalu siapa pihak yang ingin menyudahi ketiga balai ini? Atas dasar apa balai ini disudahi. Mengingat ketiga kepala balai ini melakukan koordinasi dengan level di atasnya, pasti bukan Kecamatan yang punya ide dan inisiatif untuk tutup buku. Ada dua kemungkinan level di atasnya yang memiliki peran dan kekuasaan untuk melakukan itu. Yakni Kabupaten dan Provinsi.

Pihak kecamatan berdalih bahwa keberadaannya tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa hadirnya ketiga balai ini. Semua program-program yang direncanakan untuk kepentingan masyarakat luas tak akan terlaksana tanpa dukungan ketiga balai tersebut. Ini menjadi polemik di tubuh lembaga yang menangani banyak pihak.

Meskinya sebelum mengambil keputusan seperti itu, dua level jajaran tinggi ini melakukan tela'ah, analisis, survey, pengamatan, penelitian atau bahkan melakukan kunjungan langsung (semacam silaturahmi) terhadap ketiga Balai ini. Agaknya tidak berlebihan apabila langkah tersebut ditempuh. Namun hal ini tidak terjadi.

Yang terjadi adalah pimpinan pada level tertinggi ini melakukan semacam langkah yang cukup ekstrim. Dikatakan ekstrim karena, ketiga balai ini berusaha dan berjuang semaksimal mungkin untuk melakukan upaya bagaimana supaya balai ini bisa tetap bertahan dan eksis. Semua Kepala Balai dipanggil dan dikumpulkan untuk melakukan semacam pemaparan, presentasi di hadapan pimpinan pada level lembaga tertinggi di mana ketiga balai ini bernaung.

Lima menit pertama presentasi di hadapan pimpinan masih cukup alot dan beliau masih kekeuh untuk tetap melakukan efesiensi dan efektivitas kelembagaan pada Satkernya. Namun siapa sangka, tetiba beliau dilembutkan hatinya, dibuka cakrawala berpikirnya, sudut pandangnya, jarak pandangnya, sisi pandang dan cara pandang beliau. 

Akhirnya sejauh 360 derajat berubah secara drastis keputusan yang beliau ambil. Momok yang seakan menghantui para penduduk Balai Desa sirna sudah. Ketiga Kepala Balai merasa lega dan plong hatinya. Seluruh jajaran yang membersamai ketiga Balai tersebut pun ikut menghela nafas sumringah. Boleh dikatakan semacam sujud syukur.

Singkat cerita dengan harap-harap cemas dan kemut-kemut, akhirnya ketiga Balai ini masih diberi kesempatan untuk melanjutkan kiprahnya melayani masyarakat luas.

Jangan dikira kejadian seperti ini tidak ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Disangkanya pembatalan keputusan atas dibubarkannya Balai di level tertinggi itu terjadi secara tiba-tiba. Memangnya Balai Desa itu tidak ada sekumpulan orang yang bekerja di dalamnya? Bagaimana nasib mereka, seperti apa kelangsungan hidup mereka, apabila keputusan itu jadi diambil.

Akan tetapi kejadian seperti ini juga bukan merupakan peringatan semata, khususnya bagi para penghuni ketiga Balai Desa tersebut. Semuanya ini merupakan akibat. Coba diperhitungkan kembali apakah seluruh komponen Balai Desa sudah menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya? Munginkah kita telah melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai warga dari Desa dengan becus? Semuanya itu tidak ujug-ujug muncul wacana Balai Desa akan digulingkan begitu saja. Pasti semua ada sebab dan juga akibat yang ditimbulkannya.

Betapa bersyukur, akhirnya wacana tersebut tidak terjadi atau mungkin [ditunda] terjadi. Bisa saja ini karena sentuhan kasih-Nya, tidak menutup kemungkinan kita masih diberi kesempatan untuk berbenah diri menuju yang lebih baik. Jangan pula mentang-mentang penguasa di level tertinggi berlaku sewenang-wenang atas lembaga kecil di bawahnya.

 Tidakkah engkau perhitungkan kekuatan do'a para penghuni Balai Desa tersebut? Mereka perlu pekerjaan, mereka memiliki keluarga, mereka para penduduk dari Desa yang tidak mengerti apa-apa soal kebijakan-kebijakan, soal kepentingan-kepentingan sekelompok maupun golongan.

Mereka para penduduk Balai Desa hanya mengerti bagaimana menjalankan tugas sesuai dengan jobdesk-nya masing-masing.

Semoga ini menjadikan pelajaran bagi seluruh komponen yang terlibat di dalamnya. Hikmah akan selalu ada dan menjadi semacam pembelajaran ataupun bahkan ini hanya triger yang memang sudah dirancang sebelumnya. Ketiga Balai Desa itu kini bisa tersenyum lebar, namun banyak pekerjaan rumah yang mesti dilaksanakan sesuai dengan arahan Pak Pimpinan.

Lah kog ternyata aku ini diam-diam termasuk warga di salah satu Balai Desa yang hendak terancam itu. Duh...

Semarang, 26 Oktober 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun