Mohon tunggu...
Benny Tjundawan
Benny Tjundawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik Maale

Belanja, Jalan jalan, baca buku, masak, nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ina Jela

21 Februari 2018   09:04 Diperbarui: 28 Januari 2023   02:28 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ina Jela

by, Benny Tjundawan.

Percaya tidak percaya, setiap tempat mempunyai penunggu yang tidak kelihatan dan seorang juru kunci alias penjaga yang kelihatan.

Pada tahun 80an, dekat tempat tinggal saya, tepatnya di kali Oepura pernah punya seorang penjaga, sosok yang menakutkan bagi anak-anak karena ditakut-takuti.

Kami memanggil sosok tersebut dengan nama Ina Jela. Ina Jela nenek tua berambut panjang yang memutih, punya gigi yang hitam dan punya tatapan yang lebih menakutkan dari tatapan Suzanna dalam film Legenda Nyi Blorong. Saya merasa tatapan Ina Jela lebih menakutkan sebab effek mata sebelahnya yang buta terbuka. Saat malam hari matanya yang sebelah buta itu menyala seperti mata kucing.

Sehari-hari ina Jela berjualan siripinang di pinggir kali tapi matanya selalu mengawasi kali dari sampah dan dari anak-anak nakal.

Siapa yang seenaknya membuang sampah di kali Oepura, bila ketahuan akan terkena lemparan pasir ina Jela.

Pernah ada yang terkena Lemparan pasir ina Jela hingga tidak bisa berjalan. Lemparan pasir ina Jela tidak melukai tapi sesampai di rumah kakinya menjadi lumpuh. Sejak kejadian aneh itu ina Jela semakin perkasa menjadi sosok yang ditakuti, terlebih bagi anak-anak. Anak-anak yang berlama-lama mandi di kali, "Awas ina Jela datang!", pasti akan cepat pulang ke rumah. Anak-anak yang cengeng, "Jangan ribut, nanti ina Jela datang ooo,..." pasti cepat diamnya.

Pernah saat tingkat kenakalan kanak-kanak kami memuncak, kami nekat memasuki daerah terlarang ina Jela. Daerah terlarang itu ada di samping bak mandi kali, dibalik tembok setinggi 1,5 meter. Dalam tembok itu ada sebuah gardu kuno PLN dipagari besi mirip penjara yang dasarnya terdapat kolam kecil penuh dengan udang menutupi sebagian besar dasar kolam. Belum pernah kami melihat kolam penuh dengan udang sebanyak itu. Belum sempat membuka pagar besi surga udang itu kami telah ketahuan oleh ina Jela dan berlari kabur.

Memasuki tahun 90an, kami tumbuh menjadi remaja, ina Jela jadi semakin tua, sakit-sakitan dan meninggal.

Setelah meninggalnya ina Jela, kali Oepura kehilangan penjaganya, kali menjadi dangkal, orang-orang menjadi berani membuang sampah sembarangan di kali. Tempat terlarang, surga udang yang pernah kami datangi habis dijarah.

Kabar terakhir, belut raksasa sebesar betis orang dewasa yang menjadi mitos tuan air kali Oepura telah terjerat mata pancing. Orang tua-tua telah memperingatkan agar melepas kembali belut raksasa yang tertangkap itu. Entah mereka masih mempercayai mitos dan bisa bermurah hati atau tidak?

Mitos memang kedengarannya konyol tapi tidak selalu buruk. Mitos pasti punya tujuan yang baik.

Ketika mitos tentang kali Oepura mulai luntur, maka kali Oepura kehilangan perlindungan dan tercemar.

Kupang, 21-02-2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun