Mohon tunggu...
Ruben Bentiyan
Ruben Bentiyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa biasa

Petani mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Industri Perkopian: Ekonomi Sirkular dan Zero Waste Industry

2 Agustus 2023   19:27 Diperbarui: 2 Agustus 2023   19:36 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bogor Sebagai Daerah Produsen Kopi

Kopi hari ini tidak boleh dilihat sebagai secangkir minuman saja. Barangkali, kopi adalah minuman yang sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, khususnya Bogor. Bogor adalah salah satu daerah penghasil kopi, dibuktikan dengan banyaknya perkebunan kopi besar yang tersebar di Megamendung, Sukamakmur, Pamijahan, Tanjungsari, dan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Dikutip dari laman antaranews.com, pada tahun 2020, Kabupaten Bogor berhasil memproduksi 4.004 ton kopi robusta. Hal itu menempatkan Kabupaten Bogor di posisi ke-4 sebagai daerah dengan penghasil kopi robusta terbanyak di Jawa Barat.

Proses Panjang Sebiji Kopi

Perjalanan kopi untuk sampai ke meja saji bisa dikatakan cukup panjang. Dimulai dari pertanian, lalu ke prosesor, ke roastery, baru ke kedai kopi atau ke penikmat secara langsung. Pada fase kebun saja proses panjang dari mulai menanam, menyemai, memindahkan ke lahan pertanian, proses bunga, berbuah, hingga panen saja sudah panjang dan memakan waktu. Belum lagi harus menemui proses panjang pasca-panen, dimana prosesor mengolah red cherry yang telah dipetik untuk menjadi green beans yang siap diroasting (penyangraian). 

Green beans atau biji kopi kering yang masih mentah ini masih belum bisa disajikan langsung, masih harus melewati proses roasting. Sebelum diroasting pun, green beans biasanya melewati proses sortase pra-roasting. Setelah itu, barulah proses roasting dilaksanakan untuk mematangkan kopi agar siap diseduh. 

Lantas, setelah diroasting, biji kopi langsung bisa digiling dan diseduh? Ternyta biji kopi yang telah diroasting harus didiamkan terlebih dahulu selama 1 pekan atau lebih, masa itu biasa disebut resting phase. Barulah setelah resting, biji kopi dapat digiling (grinding) dan diseduh dengan pelbagai macam metode seduh yang cocok dengan profile roasting dan tasting notes dari biji kopi matang (roasted beans) tersebut. 

Penjelasan di atas hanyalah simplifikasi agar proses panjang mudah dipahami, kenyataannya; proses penyajian kopi dari kebun hingga meja saji sungguhlah panjang. Proses panjang tadi, jelas meninggalkan sesuatu yang harus diperhatikan oleh para penggiat industri kopi dan para penikmat kopi, yaitu limbah kopi.

Merubah Cara Pandang

Mengingat Kabupaten Bogor sebagai kabupaten produsen kopi robusta terbesar ke-4 di Indonesia, juga melihat Bogor secara keseluruhan sebagai "rumahnya" kedai-kedai kopi menjamur, hari ini belum ditemui kedai kopi yang juga sebagai model bisnis paling hilir dalam industri kopi, melakukan penanganan serius pada limbah yang berupa ampas kopi tersebut. Hal ini yang kemudian dirasa perlu untuk memikirkan "harus diapakan" limbah-limbah kopi tersebut. 

Baca juga: Gombloh yang Bodoh

Rata-rata, kedai besar di Bogor bisa menghasilkan limbah kopi sebanyak 10-15 kilogram/hari. Jumlah yang tidak sedikit jika dibuat repetitif. Tapi belum memanfaatkan "sisa" adalah sebuah kesempatan untuk menuntaskan proses paling akhir dari perjalanan panjang kopi itu sendiri. 

Maka, output paling akhir dalam industri kopi bukanlah secangkir kopi, melainkan olahan limbah ampas kopi yang dikonversi menjadi hal-hal yang bermanfaat bagi pertanian kopi, para penggiat industri kopi, para penikmat kopi, bahkan bagi semua orang tanpa terkecuali.

Ekonomi Sirkular pada Industri Kopi

Setelah memahami betapa panjangnya proses dalam industri perkopian, pengolahan limbah adalah gerbang dari ekonomi sirkular pada industri kopi. Ampas kopi yang hari ini hanya menjadi limbah terbuang, sebetulnya sangat bisa dikembalikan ke perkebunan kopi dalam bentuk yang sudah terolah menjadi pupuk serta media tanam. 

Pupuk dan media tanam tersebut dapat digunakan untuk membantu proses penyemaian, pertumbuhan dan treatment nutrisi di perkebunan kopi. Inilah yang disebut sebagai ekonomi sirkular. Bagaimana sesuatu yang tadinya menjadi limbah tidak termanfaatkan, setelah melewati proses peningkatan nilai, menjadi sesuatu yang memiliki daya jual dan manfaat bagi perkebunan kopi itu sendiri. 

Awalnya, akhir dari kopi adalah ampas, tapi bisa diubah menjadi pupuk dan media tanam yang dipulangkan dari bisnis "hilir" industri kopi, kembali ke "hulu" industri kopi, yakni perkebunan. 

Selain diolah menjadi pupuk dan media tanam, ampas kopi dari proses penyeduhan tertentu bisa diolah menjadi sabun, sabun mandi dan sabun cuci tangan. Pemanfaatan maksimal pada limbah kopi bisa menerangkan ruang gelap yang ada pada industri kopi itu sendiri. Selain memberikan dampak yang baik bagi lingkungan karena mengurangi jumlah limbah bisnis food and baverage, juga memberikan dampak ekonomis dari penjualan pupuk, media tanam, sabun dan produk olahan limbah kopi yang lain.

Zero Waste Industry dan Penutup

Dampak besar terhadap lingkungan hidup dan kemasyarakatan selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Memulai kebiasaan dan mindset zero waste pada industri kopi bisa saja menginisiasi model industri lain untuk melakukan hal yang sama. Inspirasi itu datang dari secangkir kopi, bertransformasi menjadi gerakan merawat lingkungan dan membangun ekonomi sirkular yang kerakyatan. Maka kopi harusnya tidak hanya dilihat sebagai produk agraria atapun bahan panganan saja. Tapi sudah selayaknya kopi dilihat secara esensialistik, sebagai sesuatu yang inspiratif, yakni sebagai makhluk hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun